Friday, April 29, 2005

Terinspirasi Bersama Oprah

Bincang-bincang bersama Oprah adalah salah satu acara yang paling aku tunggu. Oprah memang luar biasa. Dia bukan hanya pembawa acara yang baik, tapi juga seorang teman yang baik bagi tamunya. Ia mempunyai empati tinggi pada siapapun yang ia undang dalam acaranya.
Oprah membuat semua orang merasa nyaman berada disampingnya. Dalam waktu yang sangat singkat ia dengan mudah memenangkan kepercayaan orang lain. Dengan melihat acara yang satu ini aku belajar banyak hal, bagaimana menghargai orang lain sebagai individu. Individu yang ingin didengarkan, individu yang membutuhkan seorang teman.
Oprah juga mengajarkan banyak hal tentang kerja keras, dan pantang menyerah. Kehidupan masa kecilnya yang muram, tak pernah ditutup-tutupinya.Ia tidak malu menceritakan bahwa dia pernah mengalami pelecehan seksual berulang kali oleh sepupu, dan pamannya.
Ia tidak malu bahwa kehidupan masa kecilnya penuh dengan kemiskinan,hingga ia perlu kerja keras demi mempertahankan hidup. Namun Oprah yang sekarang, adalah wanita yang kaya raya serta populer.
Oprah yang membangun kesuksesannya dari puing-puing masa lalu yang tidak mudah. Namun ia telah membuktikan ia berhasil keluar dari mimpi buruk itu. Ia dapat berbagi cerita tentang pengalamannya. Justru masa lalu inilah yang mengantarkan dirinya yang saat ini, pengalaman pahit yang pernah dialami membuat ia lebih bisa merasakan penderitaan orang lain. Karena itu mengingatkannya akan masa lalu. Namun ia tak pernah mendendam padamasa lalu itu.
Maka tak heran, sebagian besar dari topik pembicaraan dalam bincang-bincangnya memnbahas orang-orang yang berhasil keluar dari saat-saat tersulit dalam hidupnya. Oprah ingin memberi suatu pelajaran pada kita. Hidup itu memang tak pernah mudah, tapi harus diperjuangkan. Karena siapapun kita, berhak untuk mendapatkan yang terbaik.
Oprah memberikan satu pelajaran lagi, kita bisa sukses tanpa harus mengorbankan oranglain, namun justru maju bersamaorang lain. Keberhasilannyatelah menginspirasi begitu banyak orang. Alangkah sempurnanya kesuksesan yang sperti itu.
Oprah, aku angka topi untukmu....

Wednesday, April 27, 2005

Perbincangan Yang Menggelitik

Beberapa saat yang lalu, aku berbincang dengan seorang teman. Hingga sampailah kita pada pokok bahasan mengenai nilai. Seorang temanku nyeletuk, wah yang penting bukan nilai yang paling tinggi, tapi cepat dapat kerja.
Kata-kata itu memberikan efek kejut yang luar biasa. Dan dunia ternyata memang penuh dengan prinsip kebetulan. Di kelas, Dosen juga menyinggung tentang mahasiswa yang mempunyai IPK biasa saja, justru lebih sukses, dan karirnya lebih bagus di banding yang dulu cemerlang secara akademis.
Waduh kayaknya aku semakin kerasa. Tidak ada yang salah dengan perkataan itu. Dan tak ada maksud siapapun untuk menyinggung keadaan orang lain. Namun pernyataan-pernyataan itu mengingatkan kembali keadaan aku. Dengan nilai yang tinggi, ternyata aku memang tak berdaya menghadapi dunia kerja. setahun aku harus menganggur, dan hanya menjadi penonton teman-temanku yang berhasil memperoleh pekerjaan. Untunglah beasiswa UGM, menyelamatkan harga diriku yang sudah carut-marut.
Namun aku tetap pantang menyerah. Ada sebuah misi dalam diri ini yang semakin membara untuk membuktikan bahwa antara nilai yang tinggi dan karir yang cemerlang bisa berjalan seiring.
Walau seperti sudah dikatakan sebelumnya aku telah gagal membuktikan beberapa saat yang lalu. Tapi manusia kan diberikan Tuhan akal, untuk belajar dari kesalahannya. Yang salah bukan nilai tinggi, tapi sesuatu yang tak dimiliki oleh orang yang ber-IPK tinggi dibandingkan dengan orang lain. Dan itulah yang harus aku pelajari. Aku berharap dapat belajar atas kesalahan itu, dan tak membuat kesalahan yang sama.
Semoga tulisan ini akan menjadi bekal sekaligus penyadaran, bahwa ada banyak PR dan pelajaran yang belum tuntas aku pelajari. Aku masih perlu belajar tentang banyak hal, untuk bisa membuktikan pada orang lain.
Semoga suatu saat nanti, mungkin 2 atau 5 atau 10 tahun lagi. Aku akan bisa membuka tulisan ini dengan senyum bangga, karena aku bisa membuktikan sesuatu yang telah kutiliskan.

Malu Aku Pada Agus....

Agus... Memang nama ini sangat pasaran dalam khasanah pernamaan di negeri ini. Tapi hanya ada satu orang "Agus Misyadi" yang beberapa hari yang lalu muncul dalam acara kuis "Who Wants To Be A Millionaire".
Bukan hanya mengangumkan karena ia berhasil menggondol pulang uang 500 juta rupiah. Namun latar belakang dia yang hanya tamatan STM lebih mencengangkan. Tidak ada yang salah memang bila dia hanya lulusan STM.
Yang salah adalah, saya merasa gelisah dan malu dengan beliau. Dia yang hanya lulusan SMU, dan loper koran, mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sangat sulit.
Walau Tantowi Yahya mengatakan bahwa dalam menjawab pertanyaan yang penting bisa berpikir logis dan mempunyai analisa yang baik. Tapi itu jelas tak mungkin dilakukan bila dia tak memiliki pengetahuan yang luas. Ingat saya menyebut pengetahuan, bukan tingkat pendidikan.
Pengetahuan itu lebih bebas, dapat diperoleh di mana saja, dari televisi, koran bahkan selembar kertas. Apalagi di era ini, di mana informasi dan pengetahuan begitu murahnya untuk bisa diakses.
Kehadiran Agus Misyadi, membuat aku malu, bahwa aku selama ini mungkin saja belum maksimal memanfaatkan fasilitas yang ada untuk memperluas pengetahuan. Padahal aku sekarang sudah pada tahapan mahasiswa pasca sarjana. lLalu aku bertanya pada diri sendiri. "Apakah pengetahuanku lebih luas dari Agus?" Wah jangan-jangan tidak.
Kalau itu sampai terjadi, betapa sia-sianya orang tuaku telah menyekolahkan aku, betap sia-sianya UGM memberikan beasiswa buat aku.
Aku yakin Agus Misyadi yang seorang loper koran, memanfaatkan waktu luangnya untuk membaca koran-koran yang dijualnya. Sambil bekerja setiap harinya, ia menambah pengetahuan.
Luar biasa, semoga ingatan aku atas sosok beliau ini, menjadi pelecut bagi diri agar tak mudah menyerah. Bahwa apa yang aku miliki ternyata lebih baik dari sebagian besar orang lain. Aku memperoleh kesempatan yang merupakan kemewahan bagi orang lain. Namun mereka lebih bisa memaknai keadaan, dan menggunakan kesempatan lebih baik, daripada yang bisa aku lakukan.
Agus Misyadi....
Aku berhutang banyak hal padamu.
Saya belajar banyak hal dari Anda....

Monday, April 18, 2005

Telenovela Freak????

Mungkin banyak orang yang tidak tahu kalo aku juga suka nonton telenovela. Tuhu dan telenovela, gak salah tuh? Benar sekali, Anda memang tidak salah. Kan sekali-kali boleh dong bersantai ria menonton telenovela.
Tapi siapa bilang dari telenovela kita tidak bisa belajar sesuatu yang penting. Justru dari telenovela, saya jadi teringat dengan pelajaran semasa kuliah di HI (Hubungan Internasional) dulu. Yang itu-itung mengingat kembali ilmu yang pernah diperoleh.
Saat ini aku sedang getol-getolnya ngikutin telenovela Meksiko "Daniela", yang tayang di Indosiar setiap Senin-Jumat jam 06.30 pagi. Lalu apa hubungannya dengan HI?
Dalam ceritanya ibu tiri Daniela, selalu mendambakan menantu yang kaya, aristokrat, dan terakhir yang menjadi penekanan berambut pirang. Dan bila ditelusuri lebih jauh lagi, rambut pirang adalah impian kecantikan ala Amerika(yang dimaksud adalah Amerika Serikat).
Ini menunjukkan bahwa Meksiko merupakan wilayah di bawah pengaruh Amerika. Meski mereka sendiri berusaha keluar dari wacana itu. Telenovela menurutku merupakan salah satu wujudnya. Mengapa telenovela? Karena telenovela berbeda dengan serial drama Amerika, dia mempunyai ciri kahsnya sendiri. Telenovela tumbuh sebagai subkultur penentangan atas dominasi program televisi Amerika. Sayangnya itu pun gagal.
Salah satu anekdot tentang betapa besarnya pengaruh Amerika bukan hanya pada Meksiko adalah "Mexico are far from God, but near with America".
Oh Meksiko, oh Amerika Latin, sungguh malang nasibmu. Memang sungguh tidak enak hidup dalam bayang-bayang kebesaran orang lain. Tapi memang tak mudah pula untuk lepas dari bayang-bayang itu.

Merayakan Segelas Frapuccino

Mungkin cerita ini agak kampungan. tapi yah...memang begitulah adanya... Beberapa waktu yang lalu aku dapet voucher gratis dari Starbucks Cafe. Voucher yang kebetulan dibagikan oleh salah satu radio di Bandung. Yah... mungkin bagi orang lain, apa sih arti Starbucks. Toh tiap hari mereka bisa menikmatinya.
Tapi bagi aku ini adalah sebuah anugrah, karena bila tidak dengan gratisan mungkin aku tak akan pernah menikmati segelas frapuccino. Dengan harga yang 28.000, ini bukan jumlah uang yang kecil untuk segelas kopi
Tapi dari sana aku belajar menikmati karunia Tuhan. Tuhan telah memberikan aku satu kesempatan langka, yang baru bagiku. Aku belajar untuk menghargai apapun yang aku punya. Belajar mensyukuri harusnya memang diawali dari yang kecil.
Mendapatkan sebuah vocher sama artinya dengan menemukan segunung emas. Justru dari hal kecil inilah aku belajar tentang menghargai banyak hal besar yang terjadi dalam hidupku.
Sekecil langkah itu yang telah kubuat, memberikan secercah energi positif bagi kehidupanku. Hidupku terasa selalu indah, energi positif seakan tak pernah mereda menggelegak dalam jiwa. Dan dari sanalah banyak hal besar aku dapatkan. Intinya aku berusaha untuk menghargai apapun dalam hidup. Semua hal yang datang, baik besar atau kecil pantas untuk dihargai. Semuanya berawal hanya dari segelas frapuccino gratisan.

Friday, April 15, 2005

Andakah Si Bocah Kecil?

Beberap hari yang lalu saya membaca buku Paulo Coelho yang sangat terkenal, "Sang Alkemis". Buku ini bukan hanya luar biasa dalam hal menyampaikan sebuah ide besar dalam bahasa yang mudah untuk dimengerti. Namun juga memberi pelajaran yang sangat berharga tentang indahnya menggapai mimpi.
"Sang Alkemis", bercerita tentang seorang bocah kecil yang berjuang untuk mencapai legenda pribadinya. Dalam pencapaian legenda pribadinya itu ternyata tidak mudah, ada begitu banyak rintangan, cobaan, bahkan godaan.
Dari novel ini kita diajarkan bahwa semua orang mempunyai legenda pribadi, namun tidak semua orang mau membayar biaya yang harus dilakukan untuk menggapai legendanya. Biaya itu adalah kerja keras, keteguhan, tekad, dan semangat pantang menyerah.
Lalu apakah anda adalah bagian dari orang-orang yang cukup puas dengan kesuksesan di pertengahan jalan, ataukah anda adalah bagian dari orang-orang seperti si bocah kecil?
Tanyakanlah pada diri sendiri, tanyankan pada hati kecil anda masing-masing. Percayalah bermimpi itu indah, meski untuk menggapainya memang tidak pernah mudah.

Mengugat Sang Penggugat

Masih tentang Novel berjudul "Boma". Ada satu hal yang menggelitik, beberapa kali Yanusa mengkritik televisi kita yang sharat dengan pornografi dan kekerasa. Lalu bagaimana dengan novelnya sendiri? Sebagian besar tokoh dalam cerita itu merupakan anak haram, lahir di luar pernikahan. Bukankah ini memberikan contoh yang tidak baik bagi para pembacanya? Karena novel jugalah sebuah media informasi yang akan dikonsumsi oleh banyak orang seantero negeri. Dan berarti pengingkaran atas apa yang ia kritik terhadap media yang melakukan hal yang sama?
Atau apa yang dilakukan oleh Yanusa hanyalah cerminan dari keadaan masyarakat yang sebenarnya? Karena tak bisa ditampik bahwa lahirnya anak di luar nikah bukan perkara baru dalam dunia persilatan negeri ini. Jadi tidak usah terlalu heboh ketika tiba-tiba Pinkan Mambo melahirkan anak yang tidak jelas siapa Bapaknya.
Dalam kosa kata Jawa, kita mengenal istilah "lembu peteng". Istilah yang ditujukan bagi seorang anak yang lahir tanpa kejelasan status ayahnya. Biasanya zaman dulu anak-anak itu lahir dari para gundik, atau wanita-wanita pedesaan yang menjadi simpanan para saudagar kaya atau para bangsawan.

Monday, April 11, 2005

Boma dan Dunia Kejawaan

Beberapa hari yang lalu saya membaca novel berjudul "Boma", yang ditulis oleh Yanusa Nugroho. Entah kenapa saya selalu suka dengan karya-karyanya. Pertama karena pengetahuannya tentang dunia perwayangan yang sangat mendalam. Kedua cerita-cerita yang dibuatnya sangat dekat dengan keadaan masyarakat Jawa, di mana ia berakar.
Satu yang sangat menarik dari novel ini, adalah gugatannya atas sikap masyarakat Jawa yang berbondong-bondong memuja rasionalitas.
Padahal rasionalitas bukanlah sesuatu yang menjadi bagian dari masyarakat kita. Orang-orang Jawa ingin terlihat lebih rasional, biar dianggap modern. Justru yang terjadi adalah kecanggungan. Keterasingan dari budayanya.
Mengapa mesti malu untuk berpikir tidak rasional, toh tidak semua hal memang rasional? Bukankah konsep Tuhan juga irasional, tapi toh kita tetap saja percaya adanya Tuhan. Makanya aku cukup senang dengan novel Yanusa ini, aku harapkan akan membangkitkan kesadaran bahwa menjadi tidak rasional itu bukan aib.
Orang Jepang dihormati di seluruh penjuru dunia walau mereka tetap menganut banyak mistisme. Dan mereka tak pernah merasa ada yang salah dengan hal itu.
Terkadang kita lupa untuk menjadi diri sendiri, karena takut tidak diakui oleh orang lain. Namun menjadi orang lain bukan berarti akan membuat kita dihargai. Seseorang dihargai karena apa yang bisa diberikan bagi masyarakat. Bukan karena tingkah laku atau perilaku tertentu. Jadi untuk apa bersusah payah menjadi orang lain?

Cobalah Untuk Berkata

Ada seringai di matamu
Semangkuk senyum yang tertahan
Langkah misteri tak tertebak?
mengapa harus kau sembunyikan?
Jangan-jangan kau terlalu gengsi?
Masih musimkah?

Katakan saja dengan kejujuran
Bumi akan jadi pendengar setiamu
Janganlah kau pendam rasa curigamu
Karena itu racun pembunuhmu
Andai kau ingin mengerti

Jatinangor, 080205

Sebersit Sesal, Mungkinkah?

Lumuran darah itu
Mengingatkan pada segigit senja
Yang kau tikam dengan keji
Atas tanganmu yang tak gentar
Pernahkah kau sesali?
Atau itu hanya awal dari banyak hal?
Entahlah kau tak pernah, dan hendak berkata
Yang kutahu hanya senyum sinismu
Atau raut wajahmu yang kerontang

Jatinangor, 080205

Thursday, April 07, 2005

Menyiasati Keterbatasan....

Entahlah dari kecil, aku selalu dikelilingi dengan keterbatasan. Kadang memang sangat menyakitkan mengetahui begitu banyak keterbatasan yang menghambat laju langkah kita. Tidak munafik, dulu aku sempat marah, pada diri sendiri, pada keadaan, dan juga pada Tuhan.
Pertanyaannya selalu seandainya aku punya ini, dan itu. Seandainya aku terlahir pada situasi dan keadaan yang berbeda pastinya tidak akan seperti ini jadinya. ada suatu fase dalam hidup di mana aku penuh dendam dan benci pada kehidupanku sendiri.
namun seiring berjalannya waktu, aku menyadari bahwa mengumpat dan mengeluh itu tak pernah ada gunanya.
Justru segala keterbatasan ini membuat aku menjadi lebih kreatif. Keadaan yang menunutut aku untuk bisa lebih menghargai apapun dalam kehidupan. Hidup kemudian terasa lebih indah, tiap hari tak permah ada lagi penyesalan. energi positif selalu membara dalam jiwa dan raga.
Dengan semangat akan keterbatasan yang dimiliki pulalah maka aku belajar untuk memaksimalkan semua hal dan potensi yang aku miliki. Sehingga tanpa disadari aku telah melesat meninggalkan orang lain.
Semakin lama dan semakin dipikirkan aku pun semakin mengagumi indahnya hidup. Seandainya aku terlahir dengan berbagai kemudahan, dengan sekian banyak fasilitas. Mungkin aku tak akan melesat jauh seperti sekarang ini. Kesulitan dan segala cobaan telah mengantarkan aku menjadi seorang pekerja keras yang tidak pernah putus asa. Dan Tuhan sangat sayang padaku. Hampir semua yang aku impikan telah menjadi kenyataan. Padahal bila menilik beberapa waktu sebelumnya saat itu hanyalah sebuah mimpi di tengah bolong, ini adalah suatu yang tak mungkin. Tapi pada akhirnya selalu ada jalan untuk memenuhi target, meski pada awalnya nampak sangat kompleks dan buntu.
Tuhan memang selalu memberikan yang terbaik bagi umatnya, perspektif kitalah yang menentukan apakah suatu keadaan itu berkah atau petaka.

Wednesday, April 06, 2005

Terima kasihku....

Banyak orang mungkin berterima kasih pada orang yang telah memberikan inspirasi dan dorongan hingga ia berhasil. Tapi dibalik semua itu, aku ingin mengucapkan banyak terima kasih pada orang-orang yang pernah meremehkan aku.
Ini bukanlah omong kosong belaka, tapi memang benar adanya. Justru dari orang-orang yang pernah meremehkan akulah, semakin aku bersemangat untuk membuktikan bahwa aku tak pantas untuk diremehkan. Dengan semangat untuk tak bisa untuk dilecehkan itulah energiku berlipat ganda untuk membuktikan aku bisa. Dan itu berlaku untuk banyak hal.
Maklum memang kadang apa yang aku pilih adalah sebuah kegilaan. Sesuatu yang tidak mungkin....
Tapi aku memang selalu hadir untuk membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin, asalkan kita mau bekerja keras tanpa putus asa. Hidup itu memang penuh dengan kemungkinan, tergantung kita mau mengeksplorasi atau tidak.
Namun begitu dari sana aku belajar untuk bisa menghargai orang lain. Aku tahu betapa menyakitkannya dilecehkan, makanya aku tak akan melakukannya ppada orang lain. Hidup ini kan bukan area untuk balas dendam.
Menjadi motivator dan pendorong bagi orang lain, mungkin hanyalah perkara sepele. Tapi dengan sedikit sentuhan itu, maka akan begitu banyak perubahan yang dapat diberikan pada kehidupan orang lain. Karena aku pun pernah mengalaminya. Betapa seseorang inspirator, telah membuatku merubah cara pandangku secara total tentang banyak hal.

Nostalgia

Hari senin lalu, pagi-pagi aku naik kereta api ke Yogya, wah... ternyata di kereta tanpa disangka aku ketemu dengan dua orang teman semasa SMU, yang masih sama-sama melanjutkan kuliah di Yogya.
Perjalanan yang tadinya terpikir akan membosankan menjadi lebih indah dan menarik. Cerita-cerita tentang masa lalu ternyata memang mengasyikkan. Mengingat masa lalu, seperti membuka lembaran sejarah yang kadang kita rindukan.
Dan alangkah senangnya mendengar banyak teman yang telah berhasil, atau mengetahui kabar-kabar teman lama. Lalu terpikir kenapa sih kita begitu tertarik dengan masa lalu?
Mungkin masa lalu akan mengembalikan banyak kenangan indah yang masih ingin dikenang.
Mengenang masa lalu juga membuat kita terlepas dari kepenatan hari ini yang terkadang membuat jenuh.
Dan bagaimanapun juga, manusia tak pernah bisa lepas dari masa lalu. Masa lalulah yang berjasa membentuk diri kita seperti sekarang ini, dan juga diri kita di masa depan. Makanya aku selalu bergairah pada banyak hal yang berhubungan dengan masa lalu.

Tuesday, April 05, 2005

Manajemen Rasa Takut

Hampir semua orang di dunia ini pernah mengalami ketakutan, terutama ketakutan akan gagal. Namun rasa takut itu bila dapat diolah dengan benar maka dapat mendorong produktivitas dan keberhasilan. Rasa takutlah yang selama ini telah mengantarkan aku pada posisisiku saat ini. Walau apa yang aku peroleh sebenarnya tak ada apa-apanya dengan apa yang telah dicapai oleh orang lain.
Karena rasa takut tak lulus ujian maka aku lebih rajin belajar, hingga akhirnya lulus dari ujian. Rasa takut tidak lulus UMPTN mendorong aku lebih giat mempersiapkan diri agar diterima di PTN. Dan masih banyak hal lainnya yang aku peroleh diawali oleh rasa takut.
Jadi bersyukurlah bagi mereka yang masih punya perasaan takut, karena dengan ketakutan itulah kita terdorong untuk menjadi lebih baik. Jadi mulai saat ini katakanlah, "Siapa takut dengan rasa takut?"