Friday, March 24, 2006

Sang Naga Bersiap Menyembur

Beberapa hari yang lalu membaca di Kompas soal kembali memanasnya hubungan China dan Taiwan. Hmmm jadi tergoda pengin nulis soal ini. Bernostalgia kembali dengan masa-masa kuliah di HI UNPAD.

Oke..., kira-kira gimana akhir dari cerita api dalam sekam ini??? Dalam pengamatanku persoalan perang dunia ketiga hanya masalah menunggu waktu. Walau sebenarnya aku sendiri bukanlah orang pendukung perang, aku adalah pasifis sejati.

Walau dikatakan beberapa ahli, kemungkinan China akan menyerang Taiwan semakin kecil, karena dunia saat ini semakin terikat terutama masalah ekonomi. China tak akan mengorbankan kepentingan ekonominya demi sepetak Taiwan. Mengingat menggempur Taiwan ini berarti melawan Si Elang AS. Dan juga sekutu-sekutu-sekutu AS lainnya di Asia seperti Jepang dan Korea Selatan. Sementara China mempunyai kepentingan modal asing dari negara-negara tersebut.

Tapi siapa bilang persoalan ini hanya melibatkan rasionalitas. Persoalan idiosinkratik, dan pride bisa mengalahkan banyak hal. China selama ini sedang memendam keinginannya untuk kembali menjadi pusat dunia seperti yang mereka percayai ribuan tahun lalu. Mereka cukup terhina ketika peradaban mereka dicabik-cabik setelah kekalahan mereka dalam Perang Candu yang menyebabkan Hong Kong dan beberapa daerah lain harus lepas.

Hubungan antarnegara tak semudah perhitungan matematika. Bila China tidak terlalu bersikap keras, ya..., karena mereka masih menyiapkan amunisinya. Ibarat Naga, China baru belajar menyembur. Kalo dia sudah benar-benar pandai menyembur, maka siapakah yang mampu menahan Naga Muda yang berapi-api ingin menjajal kekuatannya???

Alasan kedua mengapa peperangan itu akan terjadi, karena inilah masa transisi pergantian hegemon alias pemimpin dunia. Adam Watson kalo tak salah, pernah mengamati tentang siklus pergantian hegemoni. Dan kesimpulannya pergantian hegemoni terjadi melalui perang.

Karena pemimpin tentunya tak akan mau melepaskan begitu saja kekuasaannya pada orang lain. Karena kekuasaan itu nikmat dan memabukkan. Dan China sangat berpotensi menjadi hegemon berikutnya.

China mempunyai jumlah penduduk terbesar di dunia, wilayah yang luas, dan ekonomi yang terus tumbuh dan akan menyamai negara-negara maju beberapa dekade ke depan. Maka bersiap-siaplah memasuki abad Asia yang sebenarnya.

Jepang dulu tidak terlalu ditakutkan oleh AS dan kawan-kawan karena Jepang secara luas wilayah, dan jumlah penduduk tidaklah signifikan. Tapi itu pun sudah cukup membuat pusing saat berusaha menjajal kekuatannya di Perang Dunia II.

Maka jangan heran bila beberapa tahun belakangan ini, headline majalah-majalah Barat seperti NewsWeek, Times, BusinessWeek, dan yang lainnya. Begitu sibuk mengamati pergerakan China, dan juga India. Karena dua-duanya punya ukuran raksasa dari segi wilayah, ekonomi, dan jumlah penduduk.

Barat, terutama AS tampaknya mulai menyadari dirinya terlalu tua sebagai hegemon. Namun tetap saja tak mau menyerahkan begitu saja tampuk pimpinan. Maka marilah kita menjadi penonton yang baik, drama Si Tua yang semakin overreactive atas kemajuan the next giant.


Yogyakarta, 240306

Rujak Es Krim

Di dekat kos ada seorang penjual rujak yang sangat laris. Padahal tempatnya teramat biasa, berjualan di pinggir jalan. Namun pembelinya luar biasa banyak. Aku sendiri belum pernah coba, tapi seorang teman yang pernah mencoba sangat merekomendasikannya. Hmmm jadi penasaran juga pengin coba.

Lalu apa yang menarik dari penjual rujak ini??? Ya benar sekali INOVASI. Kalau dia hanya menjual rujak biasa saja, aku yakin jualannya gak akan seheboh ini. Tapi hanya dengan sebuah tambahan es krim, membawa sensasi beda bagi para pembelinya.

Pertama, orang yang berlalu-lalang dan melihat tulisan rujak es krim akan penasaran kayak apa sih rasanya, rujak kok pake es krim. Sensasi kedua, ini yang lebih heboh. Orang yang sudah mencoba akan bercerita kepada teman-temannya kalo tadi baru saja makan rujak es krim.

Tentunya cerita itu akan sedikit dilebih-lebihkan, sehingga orang yang denger ceritanya akan tertarik. Maka Sang Teman pun akan penasaran ikut coba, dan berulanglah siklus tersebut, menyebabkan efek bola salju yang luar biasa.

Lalu siapa yang akan paling diuntungkan??? Tentu saja Sang Penjual Rujak, dia tak perlu banyak promo, sudah ada orang lain yang akan mempromosikan produknya. Lalu mengapa kita terkadang lupa melakukan inovasi. Berpikir pelanggan tetap akan loyal dengan produk yang itu-itu saja.

Ada beberapa yang lain mengatakan, wah capek dong mas kalo harus inovasi terus. Nah pertanyaannya akan dibalik, mau survive atau tidak??? Kalo mau survive ya harus inovasi terus-menerus.

Bila puas dengan sekali inovasi, seperti kasus rujak es krim tadi. Ya pastinya akan mudah ditiru oleh pesaing, begitu tahu hal itu laris manis. Oleh karena itu tetaplah menjadi pemimpin agar tetap menjadi yang terbaik.

Karena dimana-mana pemimpin mendapat yang terbaik, pemimpin selalu dapat tempat khusus, baik di hati pelanggan atau pengikutnya. Bangsa ini terlalu banyak punya pengikut, maka kita perlu belajar menjadi seorang pemimpin.


Yogyakarta, 240306

Tuesday, March 21, 2006

That’s the Parcel of Ur Life

ernahkah menerima sebuah parcel??? Ya..., hidup tak jauh beda dengan sebuah parcel. Saat menerima parcel pemberian orang lain, kita tak pernah bisa memilih apa yang ada dalam parcel itu. Ada beberapa hal yang mungkin kita suka, sementara yang lain tidak guna menurut kita.

Kehidupan juga sama saja, Tuhan telah menghadiahkan parcel pada semua orang. Semua nilainya sama saja, tapi komposisi masing-masing orang berbeda-beda. Dan itu dalam bentuk satu paket yang komposisinya tak pernah bisa kita pilih.

Ada yang diberi kelebihan fisik yang sempurna, ada yang otaknya brilian. Beberapa dilahirkan dengan suara yang indah, sementara yang lain diberi daya analitis yang tajam. Beberapa terlahir sebagai ilmuwan yang berpikir lurus dan sistematis, yang lain tumbuh menjadi orang yang eksentrik bergaya seniman.

Kalau semua orang diberi parcel dengan nilai yang sama, mengapa beberapa orang sukses sementara yang lain tidak??? Ini hanya menyangkut persepsi kita atas apa yang dimiliki. Kebanyakan orang selalu bertanya, “Mengapa aku tidak mempunyai ini atau itu???”. Atau bertanya “Andai saja aku???”.

Sementara yang lain mengirikan apa yang dimiliki orang lain. Orang yang sukses belajar menjawab pertanyaan “Apa yang aku miliki???”. Mereka mencari apa yang bisa dilakukan dengan apa yang dimiliki, dan berusaha berdamai dengan kekurangannya, sembari berusaha memperbaiki kekurangannya.

Toh sebenarnya hidup itu adalah permainan akan persepsi. Bila kita hanya belajar melihat kekurangan kita, maka hanya kekurangan yang tampak. Semua kelebihan yang Tuhan berikan seakan terkubur, karena kelebihan itu tak pernah dipandang. Dunia hanya akan menjadi suram, sepertinya dunia bukan diciptakan untuk kita.

Namun dunia bisa juga indah bila kita menginginkannya. Bahkan orang-orang yang cacat fisik pun bisa berprestasi, dan melakukan sesuatu. Lalu mengapa masih saja bertanya “Mengapa aku tidak???.

Mulai sekarang marilah sama-sama belajar menjawab pertanyaan “Apa yang aku miliki???”. Jangan terlalu berburuk sangka pada Tuhan, tentang betapa malangnya nasib kita, dan betapa beruntungnya orang lain.

Semua orang terlahir unik, agar kita belajar saling menghargai. Kita dilahirkan berbeda bukan untuk dibandingkan, tapi untuk melengkapi. Seindah apapun hidup orang lain menurut kita, tetap saja ada sisi gelap yang tidak kita tahu.

Seburuk apapun hidup kita, sebenarnya ada keindahan-keindahan kecil yang terlupakan. Karena kita terlalu asyik melirik tetangga. Karena hal itu terlalu remeh-temeh dan rutinitas. Keindahan itu baru mempunyai arti bila tiba-tiba direnggut dari kita. Apakah selalu harus kehilangan terlebih dahulu, untuk memaknai sesuatu???

Yogyakarta, 210306

Thursday, March 16, 2006

Little Bandung in Yogya

Beberapa minggu belakangan ini, aku sering makan di salah satu warung bubur kacang ijo dan indomie dekat kosan. Karena ada nuansa lain disana. Sepertinya aku sedang tidak di Yogya, tapi di Bandung. Semuanya mengingatkanku akan Bandung, mulai dari menunya yang terdiri indomie rebus, bubur kacang ijo, sampe bubur ayam plus yang lebih khas lagi pisang aroma.

Nostalgia tidak hanya berhenti sampe di situ. Penjualnya pun ternyata orang Sunda, yang selalu berbahasa Sunda. Herannya lagi pengunjungnya pun kebanyakan mahasiswa dari Jawa Barat. Karena mereka pun berdialog dalam bahasa Sunda.

Lalu aku mengambil kesimpulan, seseorang di rantau akan sangat alamiah bila membangun komunitasnya di tempat baru. Komunitas untuk sekedar mengenang dan melepas kerinduan akan kampung halaman. Lihatlah bangsa-bangsa yang terkenal sebagai perantau seperti Cina dan India, pasti akan membentuk komunitasnya di manapun mereka berada. Misalnya di medan ada kampung Keling, yang merupakan komunitas orang India. Di berbagai sudut dunia, pasti terdapat China Town tempat berkumpulnya kaum China perantauan.

Berkumpul dengan sesama etnik sah-sah saja. Dengan berkumpul bersama, maka akan selalu teringat tempat asal. Mempererat rasa persaudaraan, dan menentramkan hati, karena merasa tak sendiri.

Tapi ini juga terkadang membawa dampak buruk. Komunitas yang terpusat memberikan kesan eksklusif. Mereka hanya bergaul dengan komunitas terbatas, menimbulkan kecurigaan bagi lingkungan sekitarnya. Padahal mereka adalah tamu yang seharusnya menghargai budaya lokal.

Memang tak pernah mudah, berada di lingkungan baru, di mana kita menjadi sosok asing. Selalu terjadi tarik-menarik dan konflik batin dalam diri sendiri, untuk tetap mempertahankan identitasnya sebagai etnik tertentu, atau melebur dengan masyarakat sekitar yang mungkin mempunyai sistem nilai berbeda.

Maka tak mengherankan bila banyak sekali para penulis yang merupakan para perantau di negeri asing, menulis hal ini. Persoalan kebingungan identitas, keterasingan diri, kerinduan akan tanah air. Ini adalah persoalan yang sama, yang melintasi budaya apapun.

Tapi bukankah, berpindah ke negeri lain merupakan pilihan atas kehendak pribadi apapun alasannya??? Oleh karena itu semua konsekuensi harus diterima dengan lapang.


Yogyakarta, 160306

Monday, March 13, 2006

The Rising of Sundanese with Extravaganza...

Mungkin kita tidak sadar bahwa sekarang masyarakat telah bergeser menganut gaya bersunda ria. Lho kok bisa??? Thanks to Extravaganza, karena program acara inilah yang telah membawa angin baru dalam khasanah bangsa kita. Seorang teman pun setuju dengan hipotesis ini. Pertamanya aku pikir aku sendiri yang berpikir gitu hehehe.

Mau tahu hal yang jelas nyata??? Saat ini orang lebih familiar dengan kosa kata bahasa Sunda. Bahkan salah satu acara reality show di TPI mengambil judul “Audisi Band Gelok”, bukan Edan. Padahal yang menginspirasi acara ini kan Grup Timlo, yang jelas-jelas Jawa bangetttt.

Ternyata pengaruh TV begitu besar dalam kehidupan keseharian kita. Karena kita memang bangsa yang lebih suka menonton, daripada membaca. Ingatkah dulu kala Srimulat berjaya, mendadak sontak kosakata Jawa merebak dalam bahasa keseharian kita. Gaya kita pun sehari-hari menjadi Jawa, tanpa pandang bulu Anda orang Jawa, Sumatra, Kalimatan atau apapun.

Fenomena Extravaganza memang cukup menarik, bukan hanya sekedar penyerapan bahasa. Tapi juga memperkaya khasanah cara berpikir kebangsaan kita. Ini menunjukkan, Indonesia itu beraneka lho... Bukan hanya Jawa. Dan menyadarkan kita kalo dialek etnik lain asyik juga buat jadi trend setter. Agar mereka pun merasa bagian dari bangsa ini...

Mengapa Extravaganza begitu Sunda, lebih tepatnya begitu Bandung... Karena konon katanya, acara ini berawal dari proyek para kru baru Trans TV yang tergabung dalam Broadcaster Development Programme. Correct me if I’m Wrong ye..., karena salah satu temenku ada yang veteran program ini, dan kemungkinan besar dia membaca tulisan ini hehehe.

Dan para Broadcaster muda itu kayaknya kebanyakan berasal-muasal didikan Bandung. Kalo Anda pernah tinggal di Bandung, dan pernah liat kabaret anak-anak SMA ato kuliahan Bandung, gak jauhlah dengan gaya banyolan Extravaganza.

Extravaganza mengusung citarasa Bandung yang penuh kreativitas, easy going, dan penuh dengan plesetan. Berbeda dengan gaya humor ala Srimulat yang citarasanya memang sangat Jawa.

Alasan kedua, bintang-bintangnya pun kebanyakan berasal dari Bandung. Sebut saja Aming, Ronald, Sogi, ato Tieke, dan yang terbaru adalah Agus Ringgo (I believe he will be another rising star from Extravaganza).

Beberapa parodi Extravaganza aku yakin banget itu adalah kreasi Sogi. Karena sebelum dia meledak jadi bintang tenar, aku sering dengar siaran dia di Radio Oz Bandung. Dialah otak di balik tema bulanan di radio itu, beserta ilustrasinya. Jadi bisa kerasalah aura Soginya hehehe.

Tieke juga penyiar di radio Hard Rock Bandung. Eleuh-eleuh, secara aku sering datang ajah gituh ke acara-acara off air radio. Apalagi Hard Rock paling sering ngadain off air, yang asyik, dan gratisan pula. Ingatkah dengan tulisan “Merayakan Segelas Frappuccino”. Ya itu salah satu bukti betapa rajinnya aku ikut acara off air Hard Rock FM.

Yogyakarta, 130306

Thursday, March 09, 2006

HSBC Berselera Lokal

Belakangan ini cukup menarik mengamati iklan terbaru HSBC. Mengapa menarik??? Karena iklannya sesuai dengan janjinya sebagai bank internasional berselera lokal. Iklan terbarunya menyampaikan dua hal pokok yang sangat khas Indonesia, oleh-oleh dan foto keluarga.

Iklan ini mempunyai benang merah yang sama dengan iklan sebelumnya. Keduanya mengangkat tema, betapa eratnya kekeluargaan ala Indonesia. Aku pikir iklan ini akan segera menyedot perhatian penonton Indonesia, seperti sebelumnya.

Permasalahannya, membuat iklan seperti itu, bukanlah perkara gampang. Dibutuhkan riset mendalam, untuk mengangkat sesuatu yang dekat dan mengena. Ironisnya, itu justru berhasil ditangkap dengan baik oleh orang lain, bukan kita sendiri.

Masih ingatkah Anda dengan iklan-iklan Unilever??? Mengapa iklannya sering kali menyedot perhatian kita, alasannya sama. Iklan itu sangat “kita”. Kalo Anda sedikit lebih teliti, banyak iklan Unilever mengangkat tema hubungan mertua dan menantu. Di mana di Indonesia, ini isu abadi. Ingatkah Anda dengan iklan Ponds, Royco atau Surf??? Ketiganya pernah mengangkat versi ini, dan ketiganya menjadi buah bibir di masyarakat. Bahkan iklan Surf saat itu, dibuat berseri...

Lalu apakah hanya orang “luar” yang mampu menyuguhkan yang “kita” banget??? Sebenernya nggak juga, ingatkah Anda dengan Bajaj Bajuri, Si Doel Anak Sekolahan, atau Arisan??? Semuanya mengangkat tema yang gak neko-neko. Sesuatu yang tidak kita sadari terjadi di sekitar kita. Makanya jangan heran bila ketiganya pun meledak di pasaran.

Jadi sebenarnya tidak tepat juga, bila katanya orang Indonesia suka yang kebarat-baratan.... Buktinya yang sangat lokal pun bisa menjadi hits dan sukses luar biasa. Permasalahnnya adalah bagaimana menggali selera kelokalan itu sendiri. Bagaimana mengenali diri kita sendiri???

Ini memang menjadi suatu tantangan. Karena bagaimana mungkin kita tahu ada sesuatu yang unik dari diri kita sendiri, kalo kita tak pernah lepas dari pergaulan yang itu-itu saja??? Seseorang yang berada di komunitas yang sama dari lahir ceprot ampe liang kubur, jelas tidak akan pernah bisa melihat sesuatu yang spesial. Dianggapnya di manapun keadaannya ya sama.

Makanya tak heran, bila orang luar lebih lihai mengeksploitasi keunikan-keunikan itu. Karena mereka datang dengan kaca mata yang berbeda, dengan budaya yang berbeda. Sehingga dengan mudahnya mereka menangkap adanya perbedaan serta keunikan yang bisa diangkat.

Kedua, kita tidak terbiasa untuk mengenali diri sendiri. Kita tidak terbiasa mencari tahu siapa sih aku ini??? Aku maunya apa sih??? Budaya kita memang tidak mengajarkan untuk tidak berkehendak. Semuanya diatur oleh orang tua dan keluarga. Kita hanya ngikut saja kata orang. Jadi jangan heran, bahkan seorang yang sudah dewasa sekalipun, bila ditanya apa yang dia mau, tetap saja akan kebingungan mencari jawaban.

Yogyakarta, 100306

Tuesday, March 07, 2006

It’s A Trade Off Stupid...

Nampaknya gosip Mayang Sari masih tetap menjadi most wanted di berita infotainment, dan juga tabloid gosip. Tadi baru lewat kios koran pinggir jalan, Mayang sari masih bertengger di sampul depan Tabloid Nova. Mayang Sari yang tiba-tiba hamil, dan masih bungkam soal siapa yang telah menghamilinya, ternyata masih banyak juga peminatnya.

Jadi tertarik neh untuk ikut nimbrung soal Mayang. Maafkan kalo untuk kesekian kalinya, aku nulis soal gosip. Ehmmm emang udah bakat dari sononya, mo gimana lagi dong hehehe. Tapi aku janji kali ini sudut pandangnya berbeda dari yang sebelum-sebelumnya.

Ini bukan tulisan tentang “ Lakon Anak Takon Bapa” (bagian kisah dalam pewayangan tentang anak-anak hasil hubungan gelap Arjuna, yang bertanya pada ibunya siapakah bapaknya???). Tapi ada satu pernyataan dari Mayang Sari, yang dikirim dalam bentuk fax ke media. Kurang lebih “Tolong hargai privasi saya”.

Saat menonton tayangan itu aku jadi tersenyum sinis. Privasi???? Gak salah tuh. Karena sebagai seorang artis, privasi diobrak-abrik adalah sebuah konsekuensi dari pekerjaan. Dia dibayar mahal oleh penonton karena mereka ingin tahu kehidupan pribadinya.

Orang rela bergotong royong membayar kehidupannya yang glamor, pakaian bagus, rumah mewah, mobil bagus, karena mereka ingin selalu mengintip kehidupan Sang Idola.

Lalu tiba-tiba, saat Sang Bintang sudah terkenal mereka tanpa malu mengatakan., ”Tolong ini masalah privasi”, pantaskah itu??? Setelah Sang Bintang menikmati banyak kemewahan, di mana terkadang seorang fans rela menyerahkan gajinya sebulan hanya untuk menonton konsernya. Atau fans yang merelakan uang jajannya untuk sebuah album rekaman???

Publik selalu ingin tahu, baju apa yang dipakai, sekarang jalan dengan siapa, pake baju apa. Semuanya, bahkan sampe hal-hal remeh-temeh pun orang ingin tahu. Kalo perlu sehari berapa kali sikat gigi pun ada yang pengin tahu, karena pengin niru.

Telah menjadi konsekuensi, bahwa kehidupan pribadinya digadaikan. Kalo gak mau ambil risiko yang jangan milih jadi artis atuh... Jadi aja pengusaha, guru atau apapun lainnya. Dijamin gak ada wartawan yang nguber pengin tahu.

Ingatkah dia, saat belum terkenal. Maka segala cara diusahakan untuk menciptakan sensasi agar pamornya naik. Bukankah itu juga berkat wartawan??? Ya maklumlah, manusia terkadang lupa bila sudah berada di atas.

Dia pikir, dia mencapai segalanya dengan usahanya sendiri tanpa bantuan orang lain. Dia pikir, dia bisa selalu di atas tanpa bantuan yang lain. Ingatlah tragedi Desi Ratnasari. Yang harus merangkak lagi dari awal, mengemis-ngemis minta job, karena popularitasnya hancur setelah ditinggal wartawan akibat keangkuhannya.

Kalo Mayang Sari membaca blog ini (jelas gak mungkin banget ya...). Ada beberapa hal yang mau aku sampaikan. Pertama, bow bow jangan suka boong deh bow, kalo emang hamdan ngomong aja deh bow. Jangan sok bilang, bikin acara Valentine sekaligus arisan, ato alasan yang lebih tidak masuk akal sekaligus menggelikan, “Selametan lukisan dan perabotan baru”.

Yang kedua paling penting nehhh. It’s a trade off stupid!!!!


Yogyakarta, 070306

Monday, March 06, 2006

Histeria ala Yogya...

Aku baru saja pulang kampung, ya biasalah ritual tiap minggu. Dan saat di dalam bis terkaget-kaget melihat betapa antusiasnya orang Yogya, berkunjung ke Ambarukmo Mall yang baru dibuka hari ini. Kalo ingin membayangkan betapa hebohnya pengunjung yang datang.

Aku melihat parkiran yang sangat berjubel. Tidak cukup puas dengan parkir yang disediakan, tapi juga berekspansi hingga ke parkiran Hotel Ambarukmo yang ada disebelahnya untuk mobil, dan beberapa petak tanah serta halaman rumah yang letaknya bahkan agak jauh dari mall untuk sepeda motor. Persis seperti daerah terpencil yang dikunjungi tukang sirkus keliling, beserta pasar malam.

Kayaknya ini adalah sambutan terheboh untuk sebuah mall yang pernah aku tahu. Sepertinya ada beberapa faktor yang menyebabkan. Pertama, jelas ini adalah tanggal muda, di mana banyak orang bersiap menghamburkan uang.

Kedua, di Ambarukmo Mall dibuka gerai pertama Carrefour, di Yogya. Kayaknya orang Yogya penasaran bener pengin liat wujudnya. Terbukti aku ngeliat hampir sebagian besar orang yang keluar menenteng kanting plastik Carrefour.

Ketiga, Mall yang besar sepertinya telah menjadi kebutuhan masyarakat Yogya. Masyarakat Yogya yang sekarang bukanlah yang dulu lagi. Dulu orang puas dengan kehidupan sederhana, gak neko-neko.

Kini Yogya lebih trendi, lebih gaul, menuntut sesuatu yang lebih dari apa yang udah ada sekarang. Yogya gak mau kalah untuk berbelanja di mall megah seperti kota-kota lain.

Ini tak mengherankan. Ada pergeseran struktur mahasiswa Yogya, khususnya UGM. UGM bukan lagi dihuni orang sederhan. Kini UGM lebih gaul, dengan mahasiswa yang berasal lebih banyak dari keluarga kelas menengah atas. (Lalu berkuliah di manakah mahasiswa dari keluarga sederhana??? Entahlah jadi sedih kalo inget bagian ini).

Sehingga kebutuhan mereka pun berubah. Sementara pertumbuhan kota Yogya sendiri baru beranjak menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat yang berubah. Yogya baru menggeliat membangun kafe-kafe, mall, dan tempat-tempat hiburan modern lainnya.

Entahlah ini suatu kemajuan atau kemunduran. Beberapa orang masih membawa ekspektasi tentang Yogya tempo doeloe ketika bertandang. Tapi tak adil juga tetap membiarkan Yogya menjadi tetap “sederhana”. Karena penghuni Yogya kini telah bergeser, mereka punya ekspektasi yang berbeda, dan dahaga akan kehidupan hedon yang menggoda.

Yogyakarta, 050306