Saturday, July 29, 2006

Time To Evaluate Myself

Dalam tulisan-tulisan di blog ini, kayaknya aku begitu banyak mengkritik, dan membicarakan orang lain. Lalu bagaimana dengan diriku sendiri??? Apakah aku telah begitu sempurnanya, hingga tak ada lagi yang bisa dikritik??

Tulisan ini ada untuk memberikan keseimbangan. Berani mengkritik orang lain, maka harus mampu mengevaluasi diri sendiri. Begini ceritanya, kemarin baru saja selesai Career Days di MM UGM. Di mana aku menjadi koordinator EO.

Dalam proses kegiatan yang tiga hari itu, aku menemukan ternyata aku punya kelemahan yang fatal dalam berkomunikasi. Saat aku mengkomunikasikan sesuatu, ternyata itu tidak bisa ditangkap dengan baik oleh orang yang kuajak berkomunikasi.

Tentu ini bukan salah mereka yang telmi (telat mikir). Tapi kesalahan ada pada diriku, karena ini terjadi pada banyak orang... lalu aku mengevaluasi diri sendiri, apa yang salah??? Lalu aku menemukan beberapa hal yang menjadi penyebabnya.

Pertama, aku ngomong terlalu cepat. Walaupun aku telah berusaha sekuat tenaga untuk memperbaikinya, tapi perbaikan itu tampaknya belum mencapai level yang memuaskan. Aku masih harus banyak belajar berbicara dengan lebih lamban.

Aku sekarang tahu, bicaraku akan semakin cepat bila emosiku tak terkendali. Ini bisa disebabkan karena kemarahan, atau perasaan gugup. Oleh karena itu aku saat ini lebih banyak belajar, bagaimana mengendalikan emosiku yang mudah meledak-ledak.

Penyebab kedua, tanpa aku sadari, aku terlalu asyik dengan diriku sendiri. Aku mengkomunikasikan sesuatu hanya sebagian-sebagian. Maksudnya, ketika aku ingin mengatakan sesuatu. Beberapa bagian pertama yang ingin disampaikan hanya berhenti dalam otakku, dan tidak aku ungkapkan. Sementara yang meluncur untuk dikatakan adalah sebagian berikutnya.

Ini menyulitkan lawan bicaraku, karena mereka tidak mengerti konteks pembicaraan yang aku maksud. Sementara aku mengira mereka mengetahuinya, karena aku pikir aku telah mengatakan bagian pertamanya.

Sekarang aku baru menyadari, ternyata untuk sebuah komunikasi saja ada banyak hal yang belum aku tahu. Dan hal yang tidak aku ketahui itu, hal yang sangat penting.

I must learn many things and many more in the whole of my life...

Yogyakarta, 290706

Tentang Pilihan…

Sebuah pertanyaan sekaligus pernyataan dilemparkan padaku, “Asal tahu saja, aku tak pernah minta untuk dilahirkan!!!” Pernyataan ini membuatku terusik untuk merenungkannya.

Memang benar kita tidak pernah merasa minta untuk dilahirkan. Di saat-saat sulit, tidak munafik aku kadang berpikiran serupa. Lebih jauh lagi, kita juga tidak dapat memilih dari keluarga seperti apa dilahirkan. Dan kita juga tak diberikan pilihan akan seperti apa kita dilahirkan. Apakah tinggi, pendek, berkulit putih atau hitam. Datang dari ras Cina, Jawa, Eropa atau apapun itu...

Tapi masa iya, hidup hanya untuk mempertanyakan hal semacam itu. Bukankah banyak pertanyaan lain yang bisa dijawab??? Bukankah kita bisa memilih ingin hidup seperti apa, dan kehidupan yang bagaimana???

Sebenarnya kita diberikan pilihan menikmati apa yang kita punya, atau mengirikan apa yang tidak kita punya. Banyak orang mungkin mengirikan yang dimiliki orang lain. Hingga hidupnya banyak dikejar perasaan ketidakpuasan, dan kesedihan.

Namun di sisi lain tentu ada orang yang masih mampu menghargai kehidupannya. Bukankah itu yang didambakan??? Lalu mengapa tak semua orang bisa melakukannya???

Di sinilah pertanyaan ini menjadi menarik??? Apakah beberapa orang ditakdirkan untuk bisa menikmati hidup, dan yang lainnya tidak??? Aku pikir gak gitu deh.. Ini hanyalah proses dalam kehidupan. Proses untuk mau terus belajar, dan belajar mengenali diri dan lingkungannnya.

Sebuah proses memang tak pernah mudah. Tapi yang tidak mudah itu justru akan membawa banyak pembelajaran yang berharga. Kalo begitu mengapa kita terus mengeluhkan banyak hal??? Kalo masih banyak hal yang bisa dinikmati, dan disyukuri???

Kembali lagi, hidup ini adalah pilihan, apakah akan dilewati dengan senyuman atau kemurungan…


Yogyakarta, 280706

Monday, July 24, 2006

Lompatan Jauh Ke Depan (The Great Leap)…

Pertama-tama mohon maaf untuk Om Deng Xiaoping yang konsepnya aku pinjem. Karena setahuku sewaktu dulu belajar HI di UNPAD, konsep inilah yang didengungkan oleh Deng Xiaoping untuk membawa Cina keluar dari keterbelakangan dan kemiskinan sehingga menjadi Cina seperti yang kita lihat.

Tapi aku gak pengin ngebahas Cina. Aku hanya ingin berbagi personal development-ku... (hehehe narsis mode). Ceritanya begini, hari ini aku melakukan banyak sekali hal, dan perasaan semuanya gak bener ajah…

Ditambah lagi, aku sempat kena marah ketua panitia sebuah acara karena aku dianggap menambah beban atau apapun. Di sisi lain, sebagai koordinator EO, ini bukan keputusan yang aku ambil sendiri, tapi melibatkan otoritas yang lebih tinggi.

Dia sempat memuncak dan memberikan ancaman. Dalam hati sih so what??? Aku juga jengkel, tapi sekuat tenaga mengendalikan diri. Ibaratnya aku tergencet di tengah-tengah konflik kepentingan.

Padahal dari kepanitiaan ini nyaris aku gak dapet banyak keuntungan material. Bila melakukan flash back, aku gak berminat jadi panitia. Dan ketuanya secara langsung meminta aku jadi panitia. Ditambah lagi, aku merasa kecewa karena ada kebijakan yang berubah, sehingga aku merasa tertipu, dan kesal karena hal itu.

Namun anehnya, aku kok masih bisa mengendalikan diri. Ini sebabnya aku merasa ini adalah sebuah lompatan jauh ke depan bagi pengembangan diriku sendiri. Karena aku teringat tiga tahun yang lalu, saat kegiatan Unilever Bussiness Week (UBW) 2003. Aku berkonflik dengan beberapa temen sekelompok, dan tentunya keadaannya tidak seburuk sekarang. Dan apa yang aku lakukan adalah pergi, dan meninggalkan semuanya...

Aku merasa ini suatu kemajuan yang sangat berarti bagiku. Aku telah mampu mengendalikan diri, dengan jauh lebih baik. Aku memang telah mencanangkan, untuk melakukan perubahan drastis dalam mengelola emosiku, terutama ketika bekerjasama dengan orang lain. Dan kegiatan ini, dengan berbagai kekecewaan, kejengkelan, dan banyak hal lainnya, memberikan banyak pelajaran berharga tentang bagaimana mengelola emosiku.

Aku benar-benar ditantang untuk tetap sabar menghadapi berbagai masalah. Aku ditantang menggapai apa yang aku targetkan saat kuliah S2, memperbaiki sisi soft skill. Aku ingin lompatan jauh ke depan. Sehingga suatu saat nanti aku akan melesat dengan cepat seperti Cina, dari negeri miskin, terbelakang, dan penuh masalah, menjadi negeri dengan pertumbuhan paling mencengangkan di dunia. Negeri yang makmur sentosa, dan membuat dunia berdecak kagum.

Yogyakarta, 200706

Thursday, July 20, 2006

Hanya Memuji…

Kalimat ini, pastinya mengingatkan kita pada judul lagu yang pernah dinyanyikan Shanty bareng Marcel. Tapi benarkah memuji adalah perkara gampang, yang bisa dikatakan ”hanya”? Kok kayaknya enggak ya…

Entah mengapa kita begitu pelit untuk memuji kelebihan orang lain. Kita lebih banyak melihat kelemahan orang lain, dan mencari titik lemah itu untuk menyerangnya. Bila ada orang yang lebih unggul, kita bahkan tak pernah mau mengakuinya. Justru yang muncul kecurigaan-kecurigaan, denga pembelaan ”Wajarlah dia bisa, soalnya....”. Atau dengan kalimat ini ”Dia kan berhasil karena curang”, atau kalimat bernada apriori lainnya.

Sepertinya ada beberapa hal yang melatarbelakangi mengapa kita begitu mahal berbagi pujian. Pertama, pada dasarnya setiap manusia ingin merasa dirinya penting. Ia ingin dihargai, diterima, dan dipuji. Dan menganggap dengan memuji orang lain hanya akan menjatuhkan dirinya.

Padahal dengan memuji orang lain, akan membawa dampak yang lebih baik bagi diri sendiri. Orang lain akan menghargai kita, karena kita mampu menghargai mereka. Toh pada dasarnya, manusia pasti punya kelebihan dan kekurangan. Apa salahnya mengakui kalo orang lain lebih hebat dibanding kita pada satu hal. Tapi kan pasti ada hal lain dimana kita lebih baik melakukannya dibanding dia.

Penyebab kedua, kengganan kita untuk memulai sesuatu, dan cenderung menunggu. Kita ingin dipuji, tapi mengharap orang lain yang melakukannya terlebih dulu. Sementara orang lain juga berpikir hal yang serupa. Yahhhh jadinya gak pernah ketemu. Yang ada hanya saling menyerang kekurangan masing-masing, yang justru berdampak buruk bagi pembentukan konsep diri semua pihak.

Entahlah aku sendiri tak berani mengklaim aku orang yang baik, dan mampu menghargai orang lain. Aku hanya berusaha mengapresiasi orang lain, dengan kelebihannya, dan belajar dari mereka. Namun aku juga tak ingin terjerumus pada pujian yang berlebihan,yang mengarah pada menjilat.

Aku hanya ingin memuji secara proporsional, di mana ia memang pantas mendapat pujian. Aku pikir itu bukan hanya membantu orang lain memupuk harga dirinya, dan merasa dirinya juga memiliki kelebihan. Namun itu juga membantu diriku sendiri merasa lebih baik (the existence of another ego hehehe), karena aku hanya ingin memberikan sesuatu walau itu sedikit pada orang lain.

Mimpiku hanyalah sederhana dalam perjalanan hidupku di dunia yang tak seberapa lama, aku ingin meninggalkan banyak kesan indah di benak banyak orang... Aku merasa senang bila setitik ketulusan ini meninggalkan secercah inspirasi bagi orang lain...


Yogyakarta, 200706

Banyak Hal Terlupakan…

Kegiatan kemarin adalah sebuah pengalaman baru menjadi ketua sebuah kegiatan bakti sosial di daerah Bantul membantu korban Gempa, dengan sedikit berbagi pengetahuan dan membangkitkan semangat mereka. Ehmmm setelah aku pikir-pikir ulang, ternyata aku punya banyak kekurangan dalam diri sendiri. Terutama untuk hal-hal remeh-temeh yang gak kepikiran sebelumnya.

Hmmm ternyata banyak ajah gituhhh yang aku gak tahu dan perlu pelajari. Mau tahu contohnya??? Harus memberikan sambutan, dan berada dalam suatu lingkup acara yang lebih formal. Icebreaking dengan orang-orang baru, di lingkungan yang baru. Mengendalikan tim, di saat mereka mulai bete, dan kesal dengan beberapa hal. Melihat kebijakan dari atas yang dengan mudahnya berubah. Harus bersikap fleksibel dan kompromi di lapangan atas apa yang telah direncanakan. Padahal seringnya aku itu perfeksionis, semua harus berjalan sesuai dengan yang ada dibenakku. But it is reality…, many things uncontrollable…

Ternyata memang susah menjadi seorang pemimpin, apalagi bila berhubungan dengan kalangan yang berbeda. Selama ini aku biasa berhubungan dengan orang yang sepemikiran, semuanya telah dibentuk dalam sistem yang rapi.

Dan kemarin aku harus bekerjasama dengan orang-orang yang gaya manajemennya berbeda. Hmmm ternyata memang tidak mudah beradaptasi dengan hal yang berbeda dari yang pernah kita tahu. Shocking dan kadang mo ikutan bete juga. Tapi itu kan gak menyelesaikan masalah.

Saatnya aku untuk belajar realita lebih dalam. Saatnya aku keluar dari lingkungan akademis, yang telah mapan secara sistem. Turun dan lihatlah hal lain di luar sana. Banyak hal yang sangat jauh dari ideal. Banyak hal kecil yang kurang aku pikirkan. Karena aku terlalu banyak berpikir tentang hal-hal yang besar...

God... How stupid I am, even I cannot do a very small thing....


Yogyakarta, 170706

Monochronic VS Polychronic Time

Pelajaran tini aku dapatkan saat mempelajari Global Marketing. Intinya adalah karakteristik kebudayaan tertentu di mana orang-orangnya tepat waktu, dan menganggap waktu adalah uang (Monochronic), sementara Polychronic mengacu pada kebudayaan masyarakat yang menganggap waktu itu harus dinikmati, tidak perlu terburu-buru. Ya sederhananya jam karetlahhhh. Dan itu ternyata berlaku bukan hanya bagi orang Indonesia, beberapa kebudayaan lain juga sama kayak Indonesia, misalnya Arab, orang-orang Latin.

Mengapa tiba-tiba pengin nulis ini karena baru aja aku menjadi ketua panitia kegiatan. Dan ternyata polychronic itu emang bener bangetttt. Ya gak kaget kalo kita suka telat. Tapi aku kayak merasa gak nyaman aja dengan sistem ini (That’s why some of my friends say that my thinking is so Western).

Beberapa rapat yang dilakukan molorya minimal sejam, makin lama aku jadi ikutan juga molor. Walaupun sebenernya aku molor karena berbagai hal yang sangat mendesak, dan tidak bisa ditinggalkan, dan bukan karena disengaja.

Lalu setelah rapat selesai temen-temen yang lain tampaknya masih bisa santai ajah untuk menikmati ngobrol-ngobrol. Aku sering kali yang pertama meninggalkan tempat, karena aku mikir masih banyak hal lain yang harus dilakukan...

Tadi pagi saat kegiatan dilaksanakan, kami juga sempat molor beberapa saat. Aku udah cukup panik takutnya pesertanya udah pada nunggu. Ternyata eh ternyata mereka juga belum pada datang. Jadi emang telah terjadi terlambat berjamaah, ya akhirnya cukup lega juga sih ternyata gak telat-telat amat datang ke sananya. Tapi kan sayang beberapa jam waktu yang telah terbuang???

Jadi kepikiran apakah aku sudah begitu asingnyakah, dengan gaya keindonesiaan??? Pada beberapa bagian emang iya. Terutama untuk beberapa kebiasaan yang menurut aku emang gak bagus, dan harus ditinggalkan.

Tapi satu hal yang aku pelajari, aku gak bisa memaksakan kehendakku untuk memulai segalanya tepat waktu, dan sesuai jadwal. Ada kebiasaan dan kultur yang terlalu mendarah daging. Ini menjadi pelajaran penting ketika aku terjun dalam berbisnis, bahwa ada berbagai tipikal orang yang harus aku hadapi, dan aku harus belajar beradaptasi dengan mereka bila ingin sukses.

Hal ini pastinya sangat penting, hingga buku teks sekolah bisnis pun merasa perlu untuk memasukkan pengetahuan tentang hal ini. Akhir kata, belajar untuk mengerti dan memahami keadaan adalah hal terpenting untuk membuat kita menjadi lebih bijak memandang sesuatu.

Yogyakarta, 160706

Wednesday, July 12, 2006

How Perfect Are You???

Hidup ini terkadang memang aneh, orang yang menurut kita sempurna pun, ternyata mengeluh bahwa hidupnya SALAH. Walaupun aku gak ngerti bener apa yang dianggapnya salah, apakah keadaan, dirinya atau yang lain???

Padahal kalo menurut aku dia itu sangat sempurna. Dulu bahkan aku sempat berpikir seandainya saja aku mempunyai alur kehidupan seperti dirinya... Tapi kayaknya sekarang enggak lagi deh. Karena betapa sempurnanya dia dihadapan orang lain, tapi dia tidak nyaman dengan diri sendiri. Lalu buat apa???

Mungkin pada penasaran seberapa sempurna dia??? Gimana gak sempurna kalo kamu dilahirkan dari keluarga kaya dan terpandang, semua serba nyaman. Dianugrahi otak yang cerdas, prestasi yang berkilau sepanjang masa, sikap yang rendah hati dan banyak dikagumi orang lain. Apa lagi sih yang kurang dalam kacamata kita sebagai penonton??? Lalu mengapa dia masih merasa begitu sedihnya dengan kehidupan pribadinya???

Dan aku semakin yakin, kebahagiaan itu ada dalam diri kita. Jauhhhhh menukik pada kata hati yang paling jujur. Aneh ya memang kehidupan ini... Kalo mau membandingkan kehidupan aku, dengan orang yang aku ceritakan nasibnya jauhhhh banget, bak bumi dan langit.

Tapi mengapa ya kok aku mikir, aku lebih menikmati hidup dibanding dia??? (ini memang sangat subyektif). Tapi entahlah, kesusahan justru membuatku belajar menghargai kenikmatan.

Contohnya beberapa hari yang lalu, saat aku bercerita pada beberapa teman harus berlarian dari kampus FE dan MM UGM, dua kali dalam sehari di tengah siang bolong, gak ada orang yang percaya. Tapi aku kok seneng-seneng aja ya, dan aku justru bukan melihat kelelahan dan teriknya mentari. Aku justru melihat dari sudut betapa baiknya dosenku, masih mau meluangkan waktu untuk bimbingan tesis. Sehingga aku bisa segera lulus.

Kata temen-temenku, kalo udah begitu mah udah males bimbingan. Padahal mereka tinggal duduk nyaman di atas sepeda motor atau mobil untuk sampe ke tempat tujuan. Apa yang bisa dipelajari adalah standar itu ditentukan oleh apa yang pernah kita alami sebelumnya. Da kedua, standar kesempurnaan di mata orang lain, tidak pernah menjamin kebahagiaan. Lalu bila disuruh memilih, lebih baik menjadi orang yang sempurna atau bahagia???

Aku berharap aku tetap menjadi orang yang mau belajar bersyukur, karena bagaimanapun manusia mudah lengah, manusia mudah lupa. Manusia cenderung mengasihani diri sendiri, dan menganggap dirinya paling malang sedunia. Semoga aku tak pernah terjebak dalam posisi itu apa pun yang terjadi...


Yogyakarta, 120706

Thursday, July 06, 2006

When You Help Somebody, You Will Get Even More

Aku ingat sekali kata-kata itulah yang dikatakan seseorang padaku, beberapa tahun lalu. Dia bilang ada banyak hal yang bisa aku lakukan untuk membantu orang lain. Katanya, Tuhan telah memberiku banyak hal, maka seharusnyalah aku membantu orang lain, maka aku akan belajar lebih banyak hal lagi darinya.

Dan ternyata perkataan itu benar banget. Dalam sehari ini saja, setidaknya ada empat orang dengan sangat tulus menawarkan uluran tangannya buatku. Beberapa hari yang lalu, tepat sehari setelah bertemu dosen pembimbing yang mensyaratkan aku mencari data jumlah travel agents di Yogyakarta, seorang teman tanpa sengaja menawarkan data persis seperti yang aku butuhkan.

What amazing life??? Ya aku memang berusaha membantu banyak orang sebisaku, namun aku tak mengharapkan apapun. Ketika aku membantu, dan melihat mereka tersenyum itu sudah memberikan kebahagiaan tersendiri buatku. I just help everybody, to help myself.

Dan ternyata semuanya tak hanya berhenti di sana banyak tangan-tangan lain yang dengan senang hati membantuku di saat yang tepat, tanpa perlu diminta. Mungkin mereka merasa aku telah banyak membantu di masa lalu, tapi aku berpendapat, bukankah itu yang seharusnya aku lakukan???

Dan sangat aneh karena sebelumnya aku menulis tentang seseorang yang mengesalkan, namun aku tetap memaafkannya. Karena aku yakin pasti ada sebab mengapa dia melakukan itu??? Dan aku semakin yakin, aku terlalu berlebihan berprasangka pada orang lain. Aku begitu sadisnya menuduh orang yang melukai perasaanku disengaja atau tidak, adalah orang yang memusuhiku. Orang yang tidak senang dengan keberadaanku. Tampaknya aku harus mulai berani mengekang kebiasaanku berprasangka.

Aku hanya ingin berpikir positif, karena aku tak ingin menggerogoti energi positif dalam diriku. Aku hanyalah makhluk yang kerdil, bila aku tak punya energi positif. Aku hanya ingin memanfaatkannya untuk merayakan setiap kemenangan diriku memerangi prasangka buruk....


Yogyakarta, 040706

Saat Dirimu Dilecehkan…

Pernahkah suatu saat mengalami perasaan dirimu terlecehkan??? Memang perasaan itu sangat menyakitkan. Apalagi ketika aku tak tahu mengapa ia melakukan itu. Siapakah orangnya, gak perlu disebutkan. Sangat tidak etis menjelekkan teman di forum terbuka seperti ini. Namun setiap hal pasti ada proses pembelajaran dibaliknya. Oleh karena itu aku lebih tertarik melihat apa sih yang bisa aku refleksikan darinya???

Pertama, mungkin aku terlalu sensitif memandang suatu hal. Ya ini adalah bakat terpendam, kemampuan untuk mendratamatisir keadaan. So Tuhu bangettt geto lohhh. Mungkin saja dia tak bermaksud sama sekali melecehkan aku, cuman karena aku yang dalam keadaan yang tidak stabil secara emosional, makanya semuanya berasa salah...

Kedua, mungkin saja saat itu dia sedang kesal dengan sesuatu yang lain. Namun dia melampiaskannya pada aku yang tak mengerti apa-apa. Walaupun aku tidak mengatakan itu baik, tapi aku hanya berusaha mengerti keadaan orang lain. Karena itu membuat aku menjadi lebih nyaman, pada diriku sendiri.

Ketiga, mungkin saja dia pernah merasa terlecehkan olehku yang tidak aku sadari. Dan ini adalah saatnya untuk membayar akan kesalahan yang telah aku lakukan di masa lalu.

Keempat, harus jujur kuakui bahwa apa yang dikatakannya ada benarnya juga. Aku masih terlalu ”lugu”. Toh dia punya lebih banyak pengalaman di bidang itu, dibandingkan aku yang hanya mengenalnya di bangku kuliah. Dia kan sudah lama bekerja dibidang itu, bahkan semenjak dibangku kuliah. Jadi wajar dong apa yang dia bilang. Lalu apa hakku merasa marah???

Pelajaran kelima, bila aku tahu dilecehkan itu menyakitkan hendaknya aku belajar untuk tidak meremehkan orang lain. Aku harus memulai segalanya dari diriku sendiri. Aku tak bisa menuntut orang lain, sebelum berhasil mendidik diri sendiri.

Pelajaran berikutnya, ini adalah saat-saat dimana diriku ditantang bukan hanya sekedar bisa berteori untuk memutus lingkaran setan. Aku dihadapkan pada pilihan untuk membalas perbuatannya, atau justru harus lebih berempati padanya. Dan aku harus konsisten dengan pendirianku untuk menjadi pemutus segala lingkaran setan kesalahn. Kesalahan tak harus dibalas dengan hal serupa. Karena itu tak akan menyelesaikan masalah, namun justru melestarikannya.

Pelajaran ketujuh, ini akan semakin menguatkan niatku untuk membuktikan aku bukan orang sembarangan. Aku tidak akan berteriak minta diakui. Namun aku akan bekerja keras membuktikan aku tak selugu yang dibayangkan. Aku hanya ingin membuktikannya dengan kerja nyata.

Bukankah banyak transformasi dalam diriku berawal dari cemoohan orang-orang sekitar. I’m sorry everybody, bila Anda membenciku dan berusaha menghancurkan aku dengan menghina, maka Anda jelas salah alamat. Karena hinaan hanya akan membuat tekadku meningkat 2000% hehehe

Upsss tapi aku tak bilang temanku sejahat itu lhooo, itu kan pikiran tentang hal terburuk. Aku pikir gak adalah orang yang sempat ngiri ama aku. Apa sih yang mau diirikan dari aku???
Aku ini kan hanya seorang biasa-biasa ajah, yang penuh mimpi, dan pencari sensasi yang haus akan eksistensi, kikikikik. Satu hal yang pasti, I just enjoying my life.......


Yogyakarta, 030706

Monday, July 03, 2006

Ketika Saatnya Berkompromi…

Yayaya, terkadang kita tidak bisa merangkul banyak hal sekaligus. Hidup itu harus memilih. Dan akhirnya aku memilih untuk sedikit mengorbankan idealisme dan obsesiku akan kesempurnaan, untuk sesuatu yang lebih berharga.

Ceritanya, beberapa bulan yang lalu, saat aku menginjakkan kaki ke MM UGM aku bermimpi membuat thesis tentang City Branding Yogyakarta. Seiring waktu berjalan dan tiba saatnya mengerjakan thesis. Aku dihadapkan pada kenyataan bahwa tema itu masih sangat jarang diteliti. Konsekuensinya waktu penelitian akan panjang, dan biaya yang dikeluarkan sangat mahal.

Di awal, aku berusaha meyakinkan dosenku, bahwa aku bisa dan mampu. Saat itu aku begitu yakin. Karena ada obsesi dalam diriku untuk membuat sesuatu yang tidak biasa-biasa saja.

Lalu perjalanan waktu, membawaku pada sebuah frustasi. Aku bimbingan ke dosen mungkin lima kali lebih sering dibanding yang lain, namun semuanya tetap mentah. Tak ada kemajuan sedikitpun. Ternyata menemukan landasan teori yang tepat bukanlah perkara yang mudah.

Di lain sisi, aku dihantui target kelulusan sebelum bulan November 2006, maklumlah aku ini bersekolah dengan beasiswa. Di tempat lain, Bapakku telah menantiku dengan penuh harapan untuk segera lulus. Aku sangat mengerti apa yang beliau rasakan, seorang diri membiayai dua orang anak yang kuliah, dengan gaji pegawai negeri rendahan bukanlah perkara mudah.

Aku pun ingin diwisuda di bulan Oktober tahun ini juga. Karena bulan itu adalah bulan spesial, bulan itulah ibuku dilahirkan. Walau beliau sekarang tak ada lagi. Walau beliau tak akan bisa mendampingiku saat wisuda, aku harap ini menjadi kado terindah buatnya. Aku memang belum pernah memberikan sesuatu padanya. Dan inilah saatnya, walau ia tak ada, tapi aku yakin ia selalu hadir di antara kami.

Dengan pemikiran itu akhirnya aku memutuskan, good bye thesis sempurna. Selamat tinggal idealisme, untuk sesaat. Aku memilih tema yang lebih mudah, agar aku bisa segera lulus.

Toh aku akan segera memasuki dunia industri. Dunia yang berparadigma jauh dari idealisme. Dalam industri, sesuatu yang terbaik itu sesuatu yang diputuskan dengan cepat, bukan yang paling sempurna. Karena menunggu sempurna, lalu terlambat, hanya akan dilibas oleh pesaing.

Dan aku yakin ini adalah yang terbaik untukku. Ada saatnya untuk berkompromi, ada saatnya kita harus meredam ego...


Yogyakarta, 290606