Saturday, September 30, 2006

Mendadak Blog…

Lucu juga membaca blog seorang teman yang akhirnya terseret “arus” untuk ikut bikin blog. Di tulisan pembuka blognya, ia menulis soal mengapa akhirnya ia menulis blog. Pada awalnya dia memandang sebelah mata soal “perblogan” ini karena dianggap hanya penyaluran dari orang-orang yang ingin di dengar (pernyataan ini memang tidak salah).

Lalu di akhir, dia memberikan pembelaan mengapa akhirnya ikut bikin blog juga. Katanya dia mulai menyadari membuat blog, bisa jadi bagian dari “menjual diri”, agar orang lain tahu bagaimana kualitas diri kita.

Baru tahu dia, batinku dalam hati, kikikik. Karena sejak aku masuk MM UGM, mulai berpikir bahwa blog bisa menjadi bagian dari proses untuk mempromosikan diri sendiri (walaupun aku telah menulis blog sebelum masuk di MM). Dari blog ini, aku belajar bagaimana menjual blog ini, agar orang mau membacanya. Lalu lebih lanjut lagi, gimana caranya agar orang mau kembali, lagi, dan lagi. Bukankah itu inti dari pemasaran yang aku pelajari di kampus???

Blog ini juga mengajarkan aku untuk tetap konsisten meng-update, karena aku akan mengecewakan orang-orang yang menjadi pelanggan tetap pembaca blog ini, bila jarang di up date. Di sini aku belajar untuk menjadi customer oriented.

Di samping itu blog mengajarkanku untuk bisa mengeluarkan pendapat, tanpa menyinggung perasaan orang lain. Di blog kita bebas untuk mengemukakan pendapat, tapi kan bisa diedit lagi, lagi dan lagi. Jadi kita bisa menetapkan standar kepantasan menurut ukuran kita tentunya. Karena kepantasan itu kan sangat normatif.

Blog juga mengajarkan aku untuk lebih rajin mengarsipkan berbagai peristiwa, walaupun itu terbatas pada pengalaman pribadi. Tapi paling tidak ini akan aku bawa ke banyak hal lainnya. Katanya orang Indonesia itu kan paling lemah soal pengarsipan. Kenapa tidak aku memulai dari diri sendiri???

Ya akhir kata, aku akan sangat mendukung teman-teman yang mau meluangkan waktunya untuk membuat blog, dan menulis. Karena itu bukanlah hal mudah bagi bangsa kita yang terbiasa dengan budaya lisan.

Semoga akan semakin banyak manusia Indonesia, yang mendokumentasikan pengalaman dan pemikirannya dalam blog...


Yogyakarta, 290906

Still A Long Journey To Be A Leader

Yayaya hari ini, akhirnya tugasku sebagai ketua Smart Corner Club MM UGM berakhir. Ini perlu dicatat, karena ini adalah pertama kalinya aku diberi kepercayaan memimpin sebuah organisasi. Dan ternyata aku merasa banyak hal yang kurang memuaskan, dari cara aku memimpin.

Aku baru menyadari, ternyata, aku memang hanya pintar dalam konseptual. Ketika ini menginjak pada apa yang disebut tindakan nyata. Aku ternyata begitu gagap dan canggung. Ini menjadi catatan paling penting dari pengalamanku sebagai ketua. Dan ini menjadi prioritas utama untuk aku benahi.

Entahlah, selama kepemimpinan aku yang delapan bulan ini. Aku merasa banyak kekurangan kecil disana-sini hehehe. Aku merasa sebagai seorang pemimpin aku masih lemah dalam hal koordinasi. Maklumlah aku kan Si Mr. Perfeksionis

Aku juga tampaknya tidak terlalu pandai menangani diri, dan menanggulangi keadaan di saat-saat krisis dan penting. Entahlah apa yang dipersepsikan orang lain soal kepemimpinan aku. Jangan-jangan lebih parah lagi hihihi.

Tapi aku merasa ini adalah bagian dari proses yang sangat berharga. Aku belajar langsung di lapangan gimana sih mengendalikan orang. Yang ternyata emang hmmm sulit minta ampun.

Dan semoga aku belajar banyak dari kesalahan ini. Semoga yang pertama ini, bisa menjadi modal bagi diriku untuk menjadi pemimpin yang lebih baik di masa mendatang. Karena ke depan tanggung jawab yang mungkin akan aku emban lebih besar lagi...

Untuk teman-teman yang telah bekerjasama dengan aku selama ini. Aku mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Aku yakin tak akan bisa berbuat apapun tanpa kalian semua...

Yogyakarta, 290906

Friday, September 29, 2006

Masih Ada Kereta Yang Lewat…

Hari ini merupakan hari yang lumayan shocking, karena ternyata teman-teman yang barengan bimbingan tesis pada dosen yang sama, besok sudah ujian??? Padahal kita baru aja bimbingan bareng hari jumat, seminggu lalu, hmmm hanya gara-gara malas bimbingan senin kemarin beginilah jadinya hiks hiks.

Sempat merasa bete, dan mikir coba aku gak males mengerjakan analisis data??? Dan ikut bimbingan Senin kemarin??? Pastinya Jumat besok, aku sudah resmi MM. Dan November bisa wisuda. Apa mo dikata, sidang setelah tanggal itu berarti aku hanya bisa berharap wisuda Januari.

Yang agak sedikit menghibur, mereka yang ujian besok itu semuanya senior dua angkatan di atasku. Tapi itu bukan pembelaan yang tak beralasan, alasan sebenarnya aku mulai jenuh, dan kehilangan momentum untuk mengerjakan tesis.

Untung saja, berita itu seperti menjadi pemicu baru agar semangatku kembali bergelora, akibat kejenuhan-kejenuhan ini. Di samping itu ada hikmah lain dari kejadian ini.

Aku masih bisa ikutan lomba karya tulis ilmiah mahasiswa MM se-Indonesia. Di mana salah satu syaratnya belum diwisuda pada saat lomba di pertengahan November mendatang….

Lalu di malam hari dapet lagi info, kalo Lomba Trust By Danone tahun 2007 segera akan dimulai. What Amazing…, aku merasa udah kehilangan kesempatan yang tak mungkin datang kembali, setelah kegagalan yang menyakitkan awal tahun ini, dengan kompetisi yang sama.

Kali ini aku akan mempersiapkan tim yang lebih baik. Aku harap paling tidak timku bisa ikut bermain ke Jakarta. Aku sangat belajar dari kesalahan yang lalu. Hmmm ternyata Tuhan masih memberikan kesempatan kedua, di saat-saat terakhir masa studiku di MM. I hope both competitions will be a sweet memory of farewell competition when I am in MM UGM.

Tahun ini adalah tahun yang paling paceklik dalam karir aku beberapa tahun belakangan ini… belum ada satu pun prestasi yang aku torehkan. Padahal tahun bentar lagi berganti. Tak ada yang memaksakku sihhhh, tapi kadang aku memang sangat masokis pada diriu sendiri hehehe.

Semoga, di saat-saat terakhir aku masih bisa berbuat sesuatu. I hope much…




Yogyakarta, 280906

Wednesday, September 20, 2006

Evolusi Dalam Tiga Fase…

Tak terasa setahun sudah ibuku meninggal, ditandai 14 September kemarin diadakan selamatan satu tahun meninggalnya beliau. Satu tahun sepertinya menjadi perjalanan waktu yang teramat singkat. Karena aku tak pernah merasa ibuku telah tiada, aku merasa beliau selalu ada di sampingku.

Saat ini aku telah memasuki fase ketiga, dari evolusi penerimaanku atas meninggalnya beliau. Fase pertama, di mingu-minggu awal setelah beliau meninggal. Aku tak merasa dia telah tiada. Aku hanya berpikir, ia sedang keluar kota, dan akan segera kembali. Di fase ini, aku belum terlalu merasa ada sesuatu yang hilang dari kehidupan kami.

Lalu fase kedua, dalam bulan pertama hingga bulan keempat, dimana aku seperti baru siuman dari ketidaksadaran bahwa ibuku ternyata emang sudah gak ada untuk selama-lamanya Masa yang sangat sulit, karena aku sering dikejar berbagai mimpi buruk.

Masa dimana aku sering menerawang jauh, apa gunanya kehidupanku tanpa Ibu. Masa dimana aroma sentimental begitu menggebu-gebu menggerayangi pemikiranku. Aku seperti kehilangan orientasi, masihkah sesuatu yang kulakukan akan berguna??? Karena semua yang aku lakukan, hanya ingin kupersembahkan untuk Ayah dan Ibu, yang selama ini telah mendidik dan membesarkanku. Ketika salah satunya hilang, apakah itu masih berguna???

Aku bersyukur masa sulit itu akhirnya bisa kulalui setelah aku bertemu dengan seseorang. Dia mengatakan bahwa aku masih bisa melakukan sesuatu untuk ibu, dengan memenuhi harapan-harapannya, dan pesan-pesannya selama ia masih hidup.

Inilah fase baru dalam kehidupanku menghadapi realita. Aku bangkit menjadi diriku yang berbeda lagi. Aku merasa ibuku selalu mendampingiku di manapun aku berada. Dia memang tak bisa lagi kulihat dan kusentuh. Tapi kehadirannya selalu kurasakan dalam jiwaku. Dia selalu menemaniku kemana pun aku pergi.

So aku tak pernah merasa ibuku telah tiada, aku hanya merasa jasadnya saja yang telah tiada. Aku sering kali masih bertemu dengannya dalam mimpi. Mimpi yang justru kunanti, bukan lagi mimpi buruk yang membuatku tergagap saat bangun seperti dulu.

Saat ini aku merasa tak pernah kehilangan ibuku. Ia akan selalu ada saat aku merasa sedih. Dan ia selalu disampingku saat-saat aku merayakan sebuah kemenangan. Sungguh sayang memang ia tak bisa menikmati secara langsung makna kesuksesan yang aku capai. Tapi aku yakin, dia akan tetap tersenyum di sampingku. Pada setiap momen-momen penting itu.

Mom, ur soul will never die in my heart….


Yogyakarta, 200906

Tuesday, September 19, 2006

Mendadak Dangdut, Mendadak Indonesia

Belakangan ini lagu dangdut “Jablai” dan “SMS” lagi naik daun bangettt. Bayangkan saja, aku makan di warung, rumah depannya nyetel lagu sms keras banget ampe se-RT kedengeran. Temen-temenku di MM UGM sedang heboh bertukar MP3 Jablai dan SMS. Saat menulis ini pun, aku menggunakan musik latar SMS dan Jablai hehehe, biar lebih menghayati.

Aku pikir ini fenomena yang menarik. Bayangkan saja, lagu dangdut yang dulu dianggap lagu kelas pinggiran, sekarang telah menjadi bagian dari kehidupan semua masyarakat. Mulai dari kalangan bawah hingga kelas atas. Semua orang ”mendadak mendangdut ria”. Walaupun beberapa orang masih agak malu-malu, tapi banyak yang berpikir gak ada yang salah dengan ini semua.

Aku sendiri dari dulu tidak mengharamkan lagu dangdut, walaupun tidak semua lagu dangdut aku suka. Hanya beberapa lagu yang unik aja yang aku suka. Namun perkembangan belakangan ini semakin menggembirakan. Karena masyarakat kita telah bisa menerima dangdut sebagai bagian dirinya. Ini aku interpretasikan sebagai penerimaan identitas dan kebanggaan diri sebagai orang Indonesia.

Karena terkadang aku merasa prihatin dengan perkembangan masyarakat Indonesia yang semakin ke sini semakin kebarat-baratan. Dan merasa gak keren kalo mempelajari budaya sendiri. Aku berharap melalui dangdut ini, kita lebih menyadari lagi identitas kita sebagai sebuah bangsa. Walaupun perjalanan ini masih sangat panjang.

Tapi dengan Dangdut kita telah membuat awal yang tepat.....


Yogyakarta, 160906

Brand Missionary

Aku tidak tahu apakah fenomena yang aku deskripsikan bener atau tidak dengan konsep brand missionary. Secara teori brand missionary didefinisikan sebagai konsumen yang secara sukarela menjadi penyebar dan pembela merek tertentu.

Ceritanya beberapa hari yang lalu aku mengantar adikku wisuda di UNS Solo. Dan saat membeli sesuatu di Kopma UNS, aku mengamati antrian di depanku yang ternyata sedang membeli stiker bertuliskan “Hugo’s CafĂ©”.

Hmmm bayangkan seseorang rela membeli sebuah stiker seharga seribu rupiah untuk sebuah merek. Dan stiker itu dibeli di suatu tempat yang tak ada hubungannya dengan Hugo’s. Dan setahu aku, Hugo’s itu tidak ada di Solo, adanya di Yogya.

Jadi membayangkan alangkah enaknya bila mempunyai suatu merek yang sangat dikenal dan dicintai seperti ini. Karena aku juga sering mengamati, banyak sekali mobil-mobil yang berseliweran di Solo dan Yogya memasang stiker ini. Pemilik Hugo’s tampaknya tak perlu bersusah payah untuk mempromosikan produknya, karena para pecinta Hugo’s telah mempromosikannya secara sukarela, dan yang terpenting gratissss.

Pertanyaan berikutnya, kok bisa??? Menurut aku sih alasan paling kuat adalah Hugo’s mampu menghubungkan citranya dengan predikat sebagai anak gaul. Mereka-mereka yang pernah ke Hugo’s layak menyandang predikat gaul.

Sehingga orang-orang berlomba memasang stiker Hugo’s di mobil dan di manapun untuk menunjukkan pada teman-teman dan orang-orang, kalo mereka termasuk anak gaul.

Bahkan mungkin beberapa orang belum pernah ke sana, misalnya yang membeli stiker tadi (ini hanya asumsi). Tapi dia juga ingin diakui sebagai komunitas gaul. Maka dia rela membeli stiker seharga seribu itu untuk memperoleh pengakuan.

Dunia pemasaran sebenarnya bermain-main dengan persepsi dan pencitraan. Pinter-pinternya kita aja menghubungkan merek, dengan hal tertentu yang mampu mengaduk-ngaduk emosi konsumen. Maka konsumen akan menjadi pembela utama merek kita pada orang lain.


Yogyakarta, 160906

Thursday, September 07, 2006

“Mereka Tidak Sebaik yang Mereka Kira, Tapi Punya Keyakinan untuk Mengejar Hal-Hal Besar”

Pendapat Goldsmith ini dimuat di majalah Business Week edisi terbaru, yang membahas tentang karakter para pemenang. Mengapa aku merasa perlu menulisnya, karena aku sangat terpukau dengan pendapat. You know why??? Karena itu gw banget gitu lohhhhh hehehehe. Makanya aku merasa memerlukan untuk menyimpannya dalam HP, dan berjanji akan menulis soal ini.

Intinya, aku sebenarnya tak sehebat yang aku bayangkan jelas bangettt, everybody know it, hihihi. Tapi aku terlalu sombong untuk mengakui aku hanya biasa-biasa saja, ya jadinya aku terus saja mencoba dan mencoba lagi sampe berhasil.

Aku hanya percaya, apabila kita terus mencoba, maka Tuhan pun akan luluh hatinya untuk meluluskan permintaan kita. Dan ternyata dalam laporan BusinessWeek memberitakan hal serupa. Orang-orang yang paling sukses bukanlah orang yang paling pintar dan jenius.

Mereka hanyalah seperti yang dikatakan di atas “Mereka Tidak Sebaik yang Mereka Kira, Tapi Punya Keyakinan untuk Mengejar Hal-Hal Besar”. Mereka orang-orang yang tidak mengenal kata lelah, dan jera, dalam berbagai kegagalan yang menguras energi. Mereka adalah yang tahan banting menghadapi berbagai permasalahan.

Aku merasa mendapatkan pencerahan dan energi baru, ya seperti aku pernah bilang. Ini adalah era terberat dalam hidupku. Tapi aku selalu berjanji pada diri sendiri untuk bertahan, dan selalu bertahan.

Dan semoga suatu saat nanti, aku akan menjadi bagian dari orang-orang yang sukses seperti yang ditulis BusinessWeek. Kalo mereka bisa, kenapa aku tidak??? Mereka manusia, aku juga manusia, pasti semua bisa kalo kita yakin, dan mau berusaha.

Aku harus memenangkan kompetisi ini. Harus, harus, dan harus. Aku yakin semua orang dilahirkan untuk menjadi pemenang di bidangnya masing-masing, tinggal dia mau menggalinya atau tidak. Ini hanya masalah pilihan.

Aku sadar tidak dilahirkan menjadi si jenius yang luar biasa dan dikagumi banyak orang. Tapi aku ingin merangkak sebagai orang biasa yang tahan banting, hingga suatu saat akan keluar sebagai pemenang berbagai kompetisi.

Dan satu hal yang selalu aku ingatkan pada diri sendiri. Seandainya aku sukses nanti. Saat banyak orang mengagumi, mungkinkah aku akan tetap rendah hati??? Apakah hatiku tak akan terbutakan??? Akankah aku berubah menjadi rakus??? Mampukah aku menahan diri???

Aku tahu bagaimana rasanya terlecehkan dan perasaan disakiti lainnya. Apakah aku akan mengulang kesalahan yang sama saat nantinya aku berada di atas??? Semoga akan banyak orang yang mengingatkanku, bila tiba saatnya nanti.

Yogyakarta, 070906

Monday, September 04, 2006

I Just Survive…

Yayaya di tulisan sebelumnya aku menulis, saat ini aku hanya berusaha untuk bertahan. Kata-kata itu memang paling tepat menggambarkan keadaan saat ini.

Karena aku tidak bisa mengharapkan apapun, selain mempertahankan semangat, harapan, impian yang aku miliki. Selain itu, semuanya harus turun standar. Bila kehidupan ibarat sebuah putaran roda, maka aku sedang berada pada titik terbawah.

Aku menurunkan semua standarku tentang apapun. Aku harus rela dengan banyak hal yang mungkin dulu tak akan mau aku gunakan atau lakukan. Padahal aku orang yang sangat perfeksionis, aku hanya mau yang terbaik. Tapi dalam keadaan sekarang ini, aku tak punya banyak pilihan.

Lupakan saja semua kesempurnaan itu. Aku hanya fokus gimana bisa tetap bertahan menghadapi keadaan yang serba sulit saat ini. Di sisi lain aku juga berpikir, kalau aku hanya mempunyai naluri bertahan tanpa melakukan pengembangan, bagaimana aku bisa keluar dari putaran ini???

Karena aku juga tidak mau akan berada dalam lingkaran ini terus-menerus, aku juga tetap harus berjuang untuk keadaan yang lebih baik. Ahhhh ternyata susah juga ya hehehe. Aku harus bertahan pada keadaan yang sulit, di saat yang sama harus tetap melakukan perbaikan seadanya demi memperbaiki keadaan.

So, ini saatnya untuk benar-benar menentukan prioritas. Bagian mana yang perlu dilakukan investasi baik waktu, tenaga, atau uang untuk memutar kembali roda ini agar bergerak lebih cepat. Dan bagian mana yang standarnya harus diturunkan, agar tercipta keseimbangan, mengingat sumber daya yang dimiliki sangat terbatas.

Inilah saatnya aku ditantang menjadi lebih dewasa dan bijak dalam bertindak. Inilah saatnya aku diuji ketahanan dan kesabaranku menghadapi keadaan yang sangat tak bersahabat dan penuh tekanan. Semoga masa-masa ini dapat kulalui dengan gemilang. Hingga suatu saat ketika aku telah melaluinya, aku boleh merasa bangga karena aku mampu melewatinya dengan baik.

Ini bukan semacam prestasi untuk dipamerkan pada orang lain. Namun lebih pada pembelajaran bagi diri sendiri. Sebuah pertarungan untuk menaklukkan diri sendiri. Bukankah kata orang bijak, lebih sulit menaklukkan ego sendiri???


Yogyakarta, 040906

Ketakutan???

Setiap manusia pasti punya masalahnya masing-masing. Walaupun apa yang dianggap besar atau kecil bagi masing-masing orang itu berbeda, tergantung pada persepsi tentang apa yang dianggap penting dan tidak penting.

Namun bagaimana bila kita terjebak dalam suatu masalah dimana seakan-akan pilihan yang bisa diambil sangat terbatas??? Risikonya begitu besar, sementara keadaan sedang sangat tidak bersahabat.

Dan kita tetap harus mengambil keputusan untuk hal ini. Kadang aku berusaha melihatnya sebagai sebuah tantangan. Tapi pada satu titik, terkadang daya tahanku jebol juga untuk menghadapi suatu permasalahan.

Apalagi bila ini menyangkut banyak orang. Menyangkut harapan dan ekspektasi orang lain pada diriku. Aku tak akan pernah tega melihat wajah-wajah kecewa orang-orang yang ada di sekelilingku.

Sementara keadaan hanya memberikan ruang gerak yang sangat sempit. Rasanya ingin marah, dan teriak sejadi-jadinya. Tapi apakah itu akan menyelesaikan masalah??? Apakah ini akan membawaku pada titik terang??? Aku yakin tidak.

Namun aku juga takut dan bingung untuk menghadapi hari esok, bila ternyata sesuram yang diperkirakan. Yang bisa kulakukan hanyalah melakukan berbagai antisipasi, dengan segala daya upaya dan kemampuan yang aku miliki, walaupun itu sangat terbatas.

Aku berusaha keras mengurai benang kusut ini satu per satu dengan penuh kesabaran. Selangkah demi selangkah, aku berusaha menapakinya, tentunya dengan penuh perhitungan. Semoga saja akan ada banyak keajaiban di depan seperti yang lalu.

Karena hanya itulah harapan terakhir yang bisa aku lakukan di tengah pilihan-pilihan sulit, dan terbatas yang aku miliki. Semoga aku mampu bertahan di tengah pusaran kegalauan ini.


Yogyakarta, 040906

Sunday, September 03, 2006

Delegasi Yang Bukan Perkara Mudah

Dulu aku seringkali membaca literatur tentang pentingnya pendelegasian tugas dan wewenang. Aku pun diajarkan tentang betapa susahnya mendelegasikan wewenang, serta mempercayai orang lain, bahwa mereka bisa melakukannya dengan baik.

Dan belakangan ini aku baru menyadarinya (kamana wae atuh??? Udah basi kali ya). Bahwa pendelegasian wewenang bagi seorang pemimpin sangatlah penting. Apalagi mendelegasikan sesuatu yang aku anggap aku bisa melakukannya dengan sangat baik.

Beberapa kali aku mendelegasikan tugas pada orang lain. Dan beberapa kali itu pula, di tengah-tengah kegiatan, seperti ada dorongan dalam diriku untuk mengambil alih tugas itu untuk aku lakukan sendiri.

Namun tentu saja itu hanya dorongan dalam diri. Aku berusaha keras untuk mengontrol diri sendiri, untuk lebih mempercayai orang lain. Tahukah apa yang kupikir pada di saat seperti itu???

Yang terngiang di otakku adalah, ”kamu harusnya melakukan ini dan itu, kamu harusnya mengatakan ini dan itu”. Di saat itu, aku merasa diriku lebih hebat dari yang lain. Aku merasa hasil kerjaku pasti lebih baik dari yang bisa mereka lakukan.

Hmmm bisa dibayangkan kan betapa egoisnya aku sebagai manusia??? Jadi tak salah kalo beberapa orang mengatakan aku mengidap penyakit narsisme akut hehehe. Dan aku merasa kemenangan terbesarku adalah ketika aku bisa menenangkan diri sendiri, dan membiarkan orang lain menyelesaikan tugas dengan baik.

Kini aku baru menyadari, mengapa pendelegasian tugas selalu mendapatkan penekanan dalam berbagai literatur manajemen. Karena memang melakukan sesuatu itu, tak semudah yang dikatakan. Apalagi ini menyangkut ego dan kebanggaan kita sebagai individu.

Individu yang merasa dirinya mampu melakukan dengan baik. Individu yang mendapatkan pujian dari berbagai pihak karena mampu melakukannya dengan sempurna. Sehingga, akan semudah itukah kita merelakan eksistensi dan pujian itu beralih pada orang lain???

Hal ini selalu saja sulit, tapi harus dilakukan. Tanpa menyiapkan regenerasi yang baik, maka kita tidak bisa dianggap berhasil menjadi seorang pemimpin...

Yogyakarta, 280806

Ke Jakarta, Aku Kan Kembali…

Sudah lumayan lama, blog ini tidak di up date. Aku takut semakin lama gak ada posting baru, aku jadi makin malas menulis. Dan itu tentunya akan mengecewakan orang-orang yang setia mengunjungi blog ini.

Jadi, kali ini aku mau cerita soal jalan-jalan ke Jakarta seminggu yang lalu. Jalan-jalan hal yang paling aku suka. Karena aku bisa keluar sejenak dari rutinitas kuliah dan tesis yang kadang bikin jenuh.

Satu hal yang menarik lainnya ketika aku di Jakarta. Aku merasa kembali menjadi diriku yang sebenarnya??? Maksudnya??? Aku merasa menjadi manusia yang bebas. Aku bisa merasakan dinamika dan semangat kompetisi yang menyengat.

Jujur saja, Yogya memang sangat nyaman dan dirindukan banyak orang. Tapi aku merasa Yogya bukan habitat yang tepat buat aku. Bagiku Yogya menawarkan kenyamanan yang justru akan membuat aku tersesat.

Sementara aku tak pernah ingin merasa nyaman dengan sesuatu apapun. Kenyamanan akan membuat aku enggan berubah, kenyamanan membuatku sulit meninggalkan sesuatu. Padahal apa sih yang kekal di dunia??? Bila sesuatu terlalu nyaman, di saat aku harus meninggalkannya, maka akan muncul kesedihan yang mendalam.

Alasan lainnya, Jakarta adalah tempat berkumpul orang-orang terbaik dari seluruh penjuru negeri. Bila aku bisa menaklukkannya, maka aku akan menjadi jajaran manusia terbaik negeri ini.

Dan di Jakarta pula, teman-teman terdekatku telah menunggu. Mereka berharap aku segera berjuang bersama mereka untuk menaklukkan Jakarta, dan melakukan berbagai aktivitas yang norak-norak bergembira bersama hehehe.

Yayaya, aku harap tak akan lama lagi aku akan menghirup udara Jakarta. Aku ingin menjadi bagian dari masyarakat metropolitan dengan segala suka-dukanya. Karena aku menyukai tantangan dan kompetisi. Hidup tanpa kompetisi hanyalah kehambaran. Kecemasan dan ketidakpastian membuat adrenalinku menggelegak, yang akhirnya akan memicuku untuk berbuat lebih banyak lagi, dan lebih baik lagi.


Yogyakarta, 280806