Monday, October 20, 2008

Termehek-mehek Mendengar Realitas..

Akhir pekan ini aku banyak bertemu dengan teman-teman, beberapa yang lain curhat via sms. Hmmm ternyata banyak cerita tentang realitas kehidupan yang membuat termehek-mehek. Kadang berasa sedikit gak percaya kok kayak sinetron banget sih?

Ternyata setiap orang itu, memang menghadapi masalahnya masing-masing. Dan cerita-cerita ini datang di saat yang tepat. Minggu lalu aku merasa kosong, hampa, sepertinya tidak ada lagi yang ingin aku kejat.... Karena ngerasa kok stagnan ya, kok kayaknya orang lain terlihat lebih baik dan sempurna ya?

Mendengar dan hanya mendengar cerita-cerita itu sepertinya sebuah teguran dari Tuhan... "Hey no body perfect", semua orang harus menghadapi tantangannya masing-masing.

Ini yang kemudian membuat aku kembali semangatttt. Yayaya, hadapi sajah, toh semua tak sesempurna yang dilihat. Masalah itu membuat kita menjadi lebih dewasa, dan mendengar cerita tentang orang lain juga membuatku jadi belajar banyak. Sekaligus merefleksikan pada diri sendiri.

Mari melihat masa depan dengan senyuman yang cerah...


Jakarta, 201008
Hot Day Come Again..

Friday, October 17, 2008

Merenungi Tentang Kepemimpinan?

Banyak buku yang telah aku baca dan pendapat orang mengenai kepemimpinan dan pemimpin. Dari begitu banyak teori, dan interaksi dalam dunia nyata. Akhirnya aku mengerti betapa kepemimpinan itu punya pengaruh yang besar.

Hadirnya satu orang ternyata bisa membawa banyak perbedaan. Namun seseorang itu bukanlah harus seseorang yang mempunyai jabatan formal atau titel tertentu. Orang itu mungkin saja hanya seorang bawahan, atau seorang biasa saja. Namun diam-diam dia punya pengaruh yang sangat besar di lingkungannya, di komunitasnya.

Apa yang dikatakannya selalu dipercaya oleh orang-orang sekitar. Sikapnya selalu menginspirasi karena dia bukan hanya bisa dihormati, namun sangat bisa menghargai dan mendengarkan orang lain.

Yayaya, aku melihat begitu banyak orang memegang jabatan, namun apa gunanya kalo dia tidak mendapatkan penghargaan dan pengakuan dari anak buahnya. Memang tak mudah menjadi seorang pemimpin. Mereka harus punya kepekaan, kebijaksanaan, kemampuan berkomunikasi yang baik dan lainnya agar orang akhirnya mengakui bahwa Ia memang layak dianggap sebagai seorang pemimpin sejati...


Jakarta, 171008
My Reflection Time...

Tuesday, October 14, 2008

Laskar Pelangi: Sebuah Semangat Tentang Keindonesiaan...

Tepat pas malam takbiran Lebaran kemarin. Aku bersama para sepupu beramai-ramai nonton film Laskar Pelangi di Solo. Setelah dengan penuh perjuangan mengantri karena penonton yang membludak akhirnya dapet juga tiketnya.

Laskar Pelangi sangat menggegerkan, karena diangkat dari buku dengan judul yang sama karya Andrea Hirata yang juga sangat fenomenal, tercatat sebagai buku sastra terlaris di Indonesia, paling tidak begitu klaim dari pihak penerbit.

Filmnya sendiri memang agak sedikit melenceng dari cerita yang ada dalam bukunya. Beberapa orang mengatakan film ini lebih bagus dari bukunya. Bagi aku itu berlebihan karena bagaimanapun bukunya lebih ok dibandingkan filmnya. Namun dibandingkan dengan beberapa film lainnya yang juga diangkat dari cerita novel, film ini layak diacungi jempol.

Bagian awal dari film ini juga terlalu panjang dan bertele-tele, sehingga aku sempat ngantuk dibuatnya. Terlalu banyak nasihat sepertinya yang ingin dijejalkan. Dan terlalu banyak tokoh yang ingin diungkap.

Namun di sisi lain, film ini mampu menampilkan sosok-sosok yang bermain sangat natural. Aku sangat kagum dengan para pemain cilik dari Belitung. Mereka sepatutnya mendapatkan penghargaan karena akting mereka yang sangat cantik dan alamiah. Cut Mini yang berperan sebagai Ibu Guru juga sangat bagus. Terutama dengan dialek Belitong-nya.

Dari segi gambar juga sangat mengagumkan. Riri Riza sangat pas membawa kita pada penggambaran Belitong di pertengahan 70-an. Detil-detilnya begitu pas, aku seperti kembali ke masa lalu, melihat minyak rambut berwarna hijau. Lalu kapur tulis, dan juga yang membuat seisi bioskop histeris adalah poster Rhoma Irama saat muda yang digunakan untuk menambal dinding rumah lengkap dengan lagu-lagu Bang Rhoma yang sangat 70-an.

Beberapa momen membuat aku ingin menangis termehek-mehek, terutama saat Lintang mengirim surat kalau tidak bisa melanjutkan sekolah, karena harus menggantikan peran ayahnya yang hilang di laut, sebagai tulang punggung keluarga.

Padahal Lintang-lah yang paling bersemangat untuk bersekolah dan mengejar cita-cita. Hmmm rasanya ingin marah saat itu, mengapa dunia begitu tak adil? Ada begitu banyak orang yang mempunyai kesempatan yang luas tapi menyia-nyiakan. Tapi di sisi lain, ada orang-orang yang berjuang sekuat tenaga, tapi tak berdaya akibat keadaan.

Jakarta, 141008
Akhirnya Menulis Juga...