Monday, December 22, 2008

Half of A Yellow Sun: Sebuah Epik dalam Peperangan

Sebuah novel yang membuat aku sangat terpukau. Sang penulis Chimamanda Ngozi Adichie, mampu membawa pembacanya memahami kepedihan sebuah negeri yang jauh. Yayaya Nigeria, sebuha negeri yang sebelumnya hanya samar-samar kumengerti dengan berbagai macam kudeta militer.

Novel ini memberikan sebuah pencerahan tentang Nigeria, mengambil latar belakang Nigeria pada 1960-an. Saat pecah perang saudara, yang menyebabkan Nigeria terpecah menjadi dua Nigeria dan Biafra.

Ada empat tokoh utama yang sangat menonjol dalam novel ini. Pertama, Olannna, seorang anak konglomerat kaya di Nigeria, cantik, lemah lembut, dan patuh pada orang tua. Namun kekayaan orangtuanya tidak membuatnya tertarik. Karena dia lebih terkesima dengan ideologi sosialisme.

Kedua, tokoh Kainene. Saudara kembar dari Olanna, yang wajahnya sangat berbeda dengan Olanna, tidak cantik, berbadan tinggi dan ramping. Ia adalah seorang pengusaha wanita yang tangguh, dan pemberani.

Berikutnya adalah Odegnibo, seorang dosen di universitas Nsukka. Peraih gelar Doktor, seorang aktivis sosialisme di Nigeria. Simbolisasi dari mobilitas kelas masyarakat Nigeria. Berasal dari sebuah kampung miskin di Nigeria, menjadi kelas atas inteletual Nigeria. Cara berpikirnya yangs sedikit radikal, membuat Olanna langsung jatuh hati saat pandangan pertama.

Dan terakhir, Richard, seorang Inggris, yang datang ke Nigeria. Dan mendadak menemukan dirinya mencintai Biafra, dibandingkan negerinya. Ia digambarkan sebagai pria pendiam, yang lemah.

Keempat tokoh utama ini menjalin sebuah cerita tentang cinta yang tulus, perselingkuhan, dan juga kesetiaan pada negara di saat-saat peperangan. Mereka tetap setia pada Biafra, walaupun keadaan sangat sulit. Dan mereka seharunya bisa melarikan ke luar negeri.

Olanna yang lemah lembut berjuang untuk Biafra dengan menjadi guru bagi anak-anak korban perang. Odegnibo, tetap setia menjadi pejabat pemerintahan, dan menyiapkan bunker bila terjadi penyerangan.

Richard berkontribusi bagi Biafra dengan menuliskan apa yang dilihatnya, menampilkan sebuah fakta yang selama ini tertutup. Karena Nigeria mampu melakukan propaganda dengan lebih lihai. Dan jurnalis kulit putih hanya perduli pada jumlah korban kulit putih, sementara korban-korban penduduk lokal tak pernah masuk dalam hitungan.

Dan Kainene yang kapitalis, mampu membuktikan bahwa ia bukan hanya rakus dengan uang. Ia tetap setia membela Biafra dengan menjadi koordinator kamp pengungsian. Dia menggunakan hubungan dengan orang-orang penting yang dimilikinya, untuk mendapatkan makanan bagi para pengungsi korban perang.

Novel yang sangat pas untuk kajian studi pos kolonial. Tentang pembentukan negara paska penjajahan, yang meninggalkan banyak bom waktu perang saudara. Dan manusia-manusia yang gamang dengan identitasnya. Tokoh Harrison misalnya, pembantu dari Richard. Ia merasa bangga dengan kemampuannya memasak makanan Eropa, dan menganggap remeh makanan-makanan khas Nigeria seperti Nasi Jollof.

Sebuah novel yang sangat kaya, dengan kebijaksanaan. Menggambarkan manusia seutuhnya dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing, berjuang menghadapi kenyataan. Dan mereka tetap optimis, bahwa Matahari akan terbit esok hari...

No comments: