Monday, October 30, 2006

Prasangka…

Masih satu rangkaian dengan tulisan sebelumnya. Tulisan ini juga terinspirasi oleh film yaitu ”X-Men”, yang episode pertama pula hehehe. Basi banget gak sih??? Aku memang jarang nonton film, karena nonton itu kalo bener-bener punya waktu luang. Biasanya aku lebih suka baca dari pada nonton. Jadi kalo sekali nonton kadang bisa borong beberapa film sekaligus.

Anyway, yang paling menarik dari film X-Men apalagi kalo bukan soal prasangka. Prasangka itu memang jahat luarrr biasa. Karena prasangka seringkali memicu terjadinya perang. Karena prasangka sering kali konflik berawal.

Pertanyaannya kemudian, mengapa muncul prasangka??? Dan kedua, apakah prasangka bisa dimusnahkan dari muka bumi??? Gak nyangka, akhirnya aku mengerucut membahas ini. Karena sebelumnya ada begitu banyak ide yang berseliweran, akan dibawa kemana arah tulisan ini.

Pertama, mengapa prasangka muncul. Aku pikir karena kita tanpa sadar dididik untuk selalu curiga. Kita selalu curiga dengan sesuatu yang baru, curiga dengan orang baru, curiga dengan orang yang mempunyai kemampuan lebih, curiga dengan sesuatu yang berbeda dari yang kita yakini. Semuanya dibungkus dengan dalih kewaspadaan.

Hingga titik tertentu aku setuju bahwa kita memang perlu waspada. Tapi apa iya kemudian kewaspadaan itu harus berlebihan, sehingga memunculkan reaksi yang kadang tak terkendali???

Lalu bagaimana memusnahkannya dari muka bumi. Ya seperti yang aku bilang. Mulailah dari diri kita sendiri. Belajarlah dari hal kecil, misalnya menghargai orang lain yang mempunyai keyakinan atau pandangan yang berbeda. Cobalah untuk memahami, bukan langsung memberikan penilaian.

Atau beranilah mengambil risiko mencoba sesuatu yang baru. Karena dengan berani mencoba, kita akan menjadi lebih terbuka pemikirannya. Dan kedua menurunkan intensitas kecurigaan pada sesuatu. Sungguh sayang kan, bila konflik terjadi hanya karena prasangka, bukan karena keadaan sebenarnya.

Kadang banyak hal kecil yang membuat kita terjebak dalam prasangka. Aku sendiri mengakui tidak imun akan hal itu. Tapi aku berusaha menyadari, dan memperbaiki diri as best I can. Dengan begitu paling tidak aku menyumbangkan sesuatu bagi dunia yang lebih damai.


Yogyakarta, 191006

Kamu Ini Kiri atau Kanan???

Judul ini terinspirasi oleh film ”Gie”, yang baru aja aku tonton. Ini merupakan salah satu dialog, dimana Gie ditanya oleh seorang temannya. Dan kemudian aku membayangkan, seandainya aku ditanyakan pertanyaan serupa. Mungkin aku juga bingung akan memberikan jawaban apa.

Karena bagi aku kiri atau kana sih oke aja. Tapi bentar dulu makna kanan sendiri, punya dua makna yang berbeda. Kanan bisa berarti penganut sistem kapitalisme dan liberalisme, atau dapat diartikan sebagai penganut pemahaman politik berdasarkan agama. Dan tampaknya dalam konteks film itu adalah yang kedua. Sementara kiri jelas, ini mengacu pada mereka yang menganut paham sosialisme dan komunisme.

Kalo aku sendiri jelas, tidak pernah simpati dengan orang-orang yang mengatasnamakan agama untuk tujuan politik. Karena aku selalu percaya Tuhan itu milik semua orang, bukan milik agama tertentu.

Berarti tinggal masalah apakah kapitalis atau sosialis??? Ini jelas sangat membingungkan untuk menjawabnya. Karena ketika kuliah di HI UNPAD, aku sangat katam dengan berbagai buku Sosialis, mulai dari karya Karl Marx dan Engel ”Das Kapital”, dan berbagai pemikiran turunannya seperti Gramsci, dan lebih jauh lagi Postmodernisme.

Di sisi lain, aku juga belajar tentang sistem kapitalisme. Di MM UGM tiap hari yang dicekoki adalah soal modal, dan bagaimana mengembangkannya. Profit, dan bagaimana meraup sebanyak-banyaknya...

Hmm mungkin aku lebih tepat mengatakan bahwa aku berada di tengah-tengah kedua pemikiran itu, dengan tanpa meninggalkan berbagai kearifan lokal ketimuran, dan kejawen tempat dari mana aku berasal.

Karena sejak dulu aku memang tidak suka dengan pandangan ekstrim. Aku pernah bergaul dengan mereka-mereka yang penganut aliran kiri garis keras. Mereka ingin membangun masyarakat sosialis tanpa kelas, yang bagi aku itu utopis. Aku sempat berdebat panjang lebar dengan mereka. Dan akhirnya mereka pun tak mampu meyakinkan aku, bahwa apa yang mereka katakan itu benar. Yah sudah kita jalan dengan pandangan masing-masing.

Finally, I hope you get the point. Pokokna saya mah nyang sedang-sedang sajah…


Yogyakarta, 191006

Wednesday, October 18, 2006

Prestasi….

Sudah cukup lama blog ini tidak di up date, semoga orang-orang yang rutin berkunjung tidak terlalu kecewa. Karena beberapa hari belakangan ini, hmmm jadwalku berasa sangat padat.

Dan beberapa hari ini juga, aku merasa sangat bangga karena berita bagus datang secara beruntun dari teman-temanku. Mereka semua membukukan prestasi-prestasi yang gemilang. Ada yang dapat beasiswa ke Australia, ada yang memenangkan kompetisi tingkat nasional, ada juga yang mendapat pekerjaan baru yang lebih baik.

Entah mengapa, setiap kali mendengar prestasi teman-temanku, aku merasa terharu. Sepertinya yang berprestasi itu aku sendiri hehehe. Padahal as you know belakangan ini tampaknya aku lagi paceklik prestasi.

Yang jelas prestasi teman-temanku itu menjadi pemacu semangat baru buat aku, agar lebih banyak berbuat. Kemenangan mereka membuat aku yakin, bahwa semua bisa dicapai asal kita mau berusaha.

Rentetan prestasi itu seakan mengubur kebosananku dengan urusan tesis yang mengapa hingga kini, belum juga di acc, dan masih saja revisi. Yahhh, tapi ini adalah saatnya untuk menguji kesabaran. Di tengah badan yang lemas karena puasa, dan aku harus bolak-balik kampus FE dan MM, tapi tetap harus semangat... Karena semuanya tak akan selesai hanya dengan mengeluh, bukankah begitu???

Makasih buat semua teman-temanku karena, tanpa kalian aku hanyalah manusia tanpa semangat. Dengan apa yang kalian lakukan, tanpa disadari telah memberikan inspirasi bagiku untuk lebih bersemangat...

Terima kasih Tuhan, coz You give me a lot of great friends, so I can benchmark what I have done with what they have done. I know there are many things that I missing, but I will try hard to fulfil all of that. Hopefully I can.

Yogyakarta, 171006

Saturday, October 07, 2006

Masa Transisi…

Aku membayangkan kehidupan ini seperti menaiki sebuah sampan. Aku melayari lautan dengan sebuah sampan yang dalam jangka tertentu kenyamanan itu terusik karena harus berganti sampan. Sampan yang digunakan tentu saja suatu saat akan aus, lalu ada tiga pilihan. Apakah akan tetap pada sampan itu??? Berpindah pada sampan lain, yang sama besarnya??? Atau berpindah pada sampan yang lebih besar???

Jelas ini bukan perkara mudah. Bila kita memilih tetap di sampan yang membuat kita merasa nyaman, ini namanya hanya kenikmatan sementara. Karena suatu saat pasti sampan itu tenggelam juga. Suatu saat nanti pasti kita akan dipaksa untuk berpindah, atau akan tenggelam bersamanya bila tetap nekat bertahan.

Atau memilih yang kedua, berpindah ke sampan yang sejenis . Ya ini mungkin pilihan yang juga aman. Tapi buat aku, masak iya dalam hidup kita akan stagnan pada hal-hal yang sama???

Kalo aku akan memilih pilihan ketiga, ancang-ancang pindah ke sampan yang lebih besar. Walaupun tentunya ini bukan perkara mudah. Hanya ada terlalu sedikit sampan, untuk begitu banyak peminat.

Mau tidak mau aku harus bersaing, tanpa kepastian. Ibarat aku harus melompat dari sampanku yang nyaman, berenang-renang mencari sampan yang baru. Memang peralihan itu jarang mulus-mulus aja, bak dongeng.

Kadang aku harus berenang-renang kesana kemari tanpa kejelasan. Kadang aku lelah, dan ingin kembali ke sampanku sebelumnya, yang lebih nyaman. Dalam keadaan seperti ini, mungkin aku linglung, lelah, sedih, seakan tanpa harapan. Tapi aku selalu disiplin pada diri sendiri untuk ”never look back”.

Segala kemenangan, prestasi di masa lalu, itu tak ada artinya. Karena aku hidup untuk hari esok. Untuk ini aku banyak belajar dari filosofi Sampoerna, mereka menyimpan semua penghargaan yang diperoleh di sebuah museum. Karena tidak ingin mabuk oleh prestasi masa lalu, yang ”hanyalah” sejarah, bukan masa depan.

Dan tahukah, kalo saat ini aku sedang menghadapi masa transisi itu. Sebuah masa tanpa kejelasan. Di mana mau tak mau harus terjun ke lautan bebas. Dan berenang menuju sampan yang lebih besar, yang akan membawaku berlayar menuju apa yang aku impikan.

Aku harus berenang-renang lagi, fokus pada sampan mana yang aku tuju. Ini menjadi lebih sulit dikarenakan sumber daya yang aku miliki sangat terbatas. Tak ada ruang untu banyak coba-coba sana-sini, kalo tidak aku akan kehabisan amunisi sebelum sampai pada sampan yang dituju, Maka tak ada pilihan lain, aku harus lebih kreatif dan jeli menggunakan kesempatan dan keadaan agar aku bisa segera menemukan sampanku yang baru.

There always a hope, for the one who can proof that he/she deserve for it…


Yogyakarta, 071006

Friday, October 06, 2006

Sejarah Dan Kekuasaan

Seorang teman di milis HI UNPAD 99, mengingatkan bawa hari ini adalah 30 September??? Tiga puluh September saat ini sepertinya tanpa makna, tapi coba bayangkan tanggal ini di era sebelum tahun 1998. Maka semua orang akan diingatkan dengan hari sacral tentang pengkhianatan PKI, dan film yang wajib ditonton adalalah “Pengkhianatan G30S/PKI. Film wajib tahunan yang berdarah-darah, dan menunjukkan betapa kejamnya PKI.

Aku masih mengingatnya saat pertama kali menonton fil itu, saat itu aku masih sangat kecil. Film itu sungguh memberi efek menakutkan. Aku sampe gak bisa tidur semalaman. Dan aku masih saja merasa perlu menontonnya beberapa tahun berikutnya. Untuk sekedar ikut mengutuk PKI, yang tampaknya sangat kejam (maklumlah saat itu aku masih begitu hijaunya).

Lalu kemana gema semua itu??? Tampaknya seperti lenyap ditelan bumi. Dan nampaknya sejarah bangsa ini sedang direvisi. Kok bisa??? Jelas bisa, karena telah terjadi pergantian penguasa, sehingga sejarah pun bisa diubah.

Masih ingat juga kan kontroversi buku pelajaran sejarah Jepang, yang diprotes oleh Korea Selatan dan China karena buku sejarah itu dianggap tidak obyektif dalam melihat sejarah agresi Jepang ke negara-negara Asia pada Perang Dunia II, yang menimbulkan luka yang sangat mendalam bagi kedua negara tersebut.

Pertanyaannya kemudian benarkah sejarah itu tunggal??? Benarkah sejarah itu obyektif??? Yaaa jelas gitu lohhh, sejarah itu sangat subyektif. Seperti judul tulisan ini, sejarah itu ditentukan oleh siapa yang berkuasa, dan yang menang.

Memang benar, sejarah itu untaian peristiwa. Tapi peristiwa itu kan harus diinterpretasi, untuk menentukan siapa yang dianggap pahlawan dan pecundang, dan ini sangat ditentukan oleh siapa pemenang dan penguasa saat itu.

Jadi aku hingga kini, masih berpegang pada pemikiran postmodernisme. Bahwa sejarah itu milik penguasa. Mereka yang menentukan jalannya sejarah. Bila penguasa berganti, sangat mungkin alur sejarah berganti. Lihat saja kasus 30 September...

Lalu gimana dengan pemikiran positivisme yang melihat sejarah itu linier dan obyektif, karena hanyalah rangkaian peristiwa bisu??? Nanya ke aku??? Hanya satu komentar ”ke laut aja” kikikik


Yogyakarta, 300906

Brondongisme…

Para brondong tampaknya sekarang banyak diincar, secara semakin banyak entah para lelaki atau perempuan yang doyan dengan brondong. Lihat saja fenomena belakangan ini, Rency Milano (seorang bintang sinetron yang haying eksis dengan bikin sensasi. Dia adalah kaka kandung dari Elma Theana) yang menikah dengan seorang pria yang jauh lebih muda. Yang lebih baru adalah kisah Yusril Ihza Mahendra (yang mentri itu lhooo) yang menikah dengan wanita berusia 22 tahun, yang lebih pantas jadi anaknya.

Sebenarnya kalo seorang pria menikah dengan wanita yang jauh lebih muda itu hal biasa. Namun yang menjadi tak biasa para wanita pun memuja pria-pria alias para brondong. Sekarang tidak aneh lagi, bila banyak para wanita yang menikah dengan pria lebih muda. Padahal beberapa tahun yang lalu, ini tampaknya sesuatu yang tabu.

Para wanita setengah baya saat ini juga tidak malu-malu lagi untuk mengungkapkan ketertarikannya pada para brondong. Dimana-mana memang yang masih muda emang lebih enak hehehe.

Tapi di sini aku tak ingin melihat dari sudut emansipasi wanita, atau wanita yang semakin mempunyai power karena semakin banyaknya wanita yang bekerja dan mempunyai penghasilan bahkan lebih tinggi dari pria, sehingga mereka boleh juga dong ikut menikmati brondong kikikik.

Aku justru ingin melihatnya dari sisi pemasaran, secara aku akan terjun ke dunia ini. Dari sisi ini aku melihat adanya pemujaan yang makin terang-terangan akan kemudaan, dan sesuatu yang membuat seseorang tampak lebih muda.

Menurut aku generasi terdahulu, tidak terlalu memuja kemudaan, karena semakin berumur dan tua maka derajat dan kekuasaannya semakin besar. Karena budaya Timur yang selalu menganggap orang tua harus dihormati. Namun seiring perkembangan zaman, dan interaksi global tampaknya pandangan ini mulai bergeser.

Fenomena perubahan sosial akan pemujaan kemudaan mungkin belum banyak tercium, karena tentunya konsumen ini gak akan ngaku. Walaupun ini tak sepenuhnya fenomena baru. Di AS, generasi Baby Boomers yang menua, juga berusaha terlihat lebih muda dengan berbagai kosmetik dan mungkin bedah plastik untuk membuat mereka tampak lebih muda.

Aku pikir ini saatnya bagi pemasar untuk mendekati emosional konsumen dari sisi ini. Dan produk yang bisa ditawarkan tidak harus berupa kosmetik. Pokoknya produk-produk yang mengacu paada segmen paruh baya, tampaknya bisa menggunakan pendekatan ini. Walaupun tentunya dengan tidak secara sadis mengatakan bahwa ini untuk membuat mereka terlihat lebih muda. Mana ada sih yang mau dianggap tua??? Mana ada yang ingin diingatkan dengan umurnya???

Tapi sebagai pemasar tentunya lebih cerdik untuk bisa mengkomunikasikan secara implisit tapi teteup ”nendang”...

Yogyakarta, 30 September 2006