Thursday, April 13, 2006

Can Minority Speak???

“Aku adalah binatang jalang, Dari kumpulannya terbuang”, kayaknya seperti itulah cuplikan puisi dari Chairil Anwar. Maaf saja kalo tidak terlalu tepat kata per kata. Karena aku memang selalu lemah untuk menghapal detil.

Bait itu kembali mengusik, dan menjadi bermakna setelah sekian lama aku membacanya tanpa mengerti maknanya, saat seorang teman menulis dalam sepucuk kertas di tengah kuliah. Kadang dia merasa takut karena apa yang dipikirkannya berbeda dengan orang lain pada umumnya.

Lalu aku tiba-tiba teringat dengan puisi Chairil Anwar . Dan menemukan kira-kira apa makna tersembunyi dari puisi itu. Maklumlah saat ini aku sedang getol dengan psikologi.

Lalu apa makna puisi itu??? Menurut interpretasiku, ya persis seperti apa yang dikatakan temenku dalam sepucuk kertas itu. Puisi ini adalah sebuah pemberontakan dirinya, yang merasa cara berpikirnya berbeda dari the rest of the world. Rasa frustasi itu kemudian digambarkannya menjadi seekor binatang jalang, di mana cara berpikirnya yang eksentrik membuatnya merasa terkucil dari sekelilingnya. Binatang yang dianggap tidak berguna, linglung tanpa arah.

Persoalan kemudian menjadi lebih kompleks bila kita menghubungkannya dengan konsep minoritas. Gayatri Chakravorty Spivak menjadi sangat dikenal karena artikelnya yang mengangkat soal ini.

Menurut dia, kaum minoritas tidak mempunyai tempat untuk menyuarakan pendapatnya. Kaum minoritas akan selalu terbungkam, dan mengikuti suara mayoritas. Minoritas harus menerima nasib membisu, meski bisa berbicara. Gayatri mengaku terinspirasi oleh kematian bibinya yang bunuh diri, dan tetap menyimpan rahasianya hingga akhir hayat.

Pertanyaan lanjutan, mengapa seseorang menjadi minoritas??? Apakah dia memilih menjadi minoritas??? Misalnya saja dia memang secara sadar ingin menjadi berbeda, agar dirinya dikenali di tengah kerumunan. Karena bila biasa-biasa saja maka tak akan ada yang memperhatikan eksistensinya.

Ataukah memang beberapa orang terlahir menjadi kaum minoritas??? Dalam artian beberapa orang memang terlahir dengan cara pandang yang berbeda, untuk selalu mempertanyakan kemapanan, dan memberikan penyadaran baru bagi masyarakat. Mereka memang terlahir sebagai agen pembaharuan.

Sehingga beberapa orang harus dihukum mati di masanya karena dianggap melanggar kepercayaan yang ada, namun dipuja-puja pada era berikutnya. Karena ternyata apa yang dikatakan benar adanya.

Lalu aku jadi teringat dengan “Joker” dalam novel “Misteri Soliter”, yang ditulis oleh Jostein Gaarder. Joker digambarkan sebagai sosok yang selalu mempertanyakan keadaan, dia berbeda dari yang lain. Beberapa bahkan menganggapnya gila.

Lalu apa yang bisa aku simpulkan dari kesemuanya adalah. Menjadi kaum minoritas itu melelahkan, apa pun itu bentuknya. Pertarungan antara menerima kebenaran individu, atau kebenaran menurut masyarakat.

Pertarungan untuk menerima keadaan sebagai yang berbeda, atau melakukan penyangkalan untuk seragam dengan yang lain. Semuanya melalui proses yang panjang, dan sangat meyakinkan.

Beberapa orang kemudian menerima dan nyaman dengan perbedaan itu. Sebagian lagi memilih untuk menjadi seragam walau hatinya terus berkecamuk... Sebagian lainnya yang berada di persimpangan, memasuki fase kegilaan sebenarnya ( kandidat pasien RSJ red.), atau memilih bunuh diri. Ironis memang, dan membuatku harus menarik napas panjang.

Can we speak???


Yogyakarta, 1300406

No comments: