Wednesday, January 18, 2006

Badut-Badut Parlemen Asia

Pernahkah Anda menonton film laga??? Lalu apa yang dirasakan, tentunya tidak takut tapi justru menghibur bukan??? Jadi tak ada bedanya dengan menonton badut yang juga menyuguhkan hiburan.

Kalo begitu tidak salah kalo menyebut parlemen kita bukan sebagai wakil suara rakyat tapi tak lebih pertunjukan para badut yang saling berkelahi dan saling tinju dihadapan ribuan corong kamera yang mengawal. Lho mereka kan bermaksud baik memberi sedikit hiburan di tengah kehidupan negeri ini yang kacau balau. Sayangnya hiburan ini enggak lucu sama sekali, justru bikin miris.

Lalu bila mau mencermati lebih jauh, fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Parlemen Korea, Taiwan, bahkan Jepang sekalipun sering adu jotos tanpa tedeng aling-aling.

Kok jadi kepikiran, apa iya, bangsa Asia ini bisa berdemokrasi??? Tampaknya kita memang tidak siap untuk itu. Orang Asia terbiasa dengan kata kepatuhan, bukan perbedaan pendapat.

Orang Asia terbiasa dengan “penghormatan”, bukan “penghargaan”. Yang dimaksud kita terbiasa menghormatis sesuatu berdasarkan senioritas, bukan seseorang sebagai individu dan hak pribadinya. Coba renungkan apakah dalam budaya Asia kita mengenal privasi???

Satu lagi, kita tidak punya sejarah panjang untuk belajar tentang demokrasi. Bangsa Barat melalui banyak mimpi buruk tentang feodalisme dan otoritarianisme sebelum akhirnya mereka sampai pada ide tentang demokrasi. Kita ibarat diperkosa untuk menerapkannya di tengah masyarakat yang feodal, dan paternalistik.

Ya jadinya gak karuan seperti sekarang. Ingin nampak modern justru jadi ajang pertunjukan badut-badutan. Lalu apa yang dibutuhkan kita??? Asia masih butuh sosok yang kuat sebagai panutan. Sistem feodal walau terkesan kuno masih dibutuhkan, atau sistem sentralisti semacam Singapura.

Kembali berbicara tentang negeri ini. Pada akhirnya sekali lagi, tak semuanya sesuai untuk dicangkokkan begitu saja. Ada interaksi berbagai macam hal yang mempengaruhi sebuah proses. Oleh karena itu marilah berpikir untuk menjadi diri sendiri, membangun sistem sendiri. Jangan asal contek kanan kiri yang belum tentu cocok.

Jangan-jangan kita memang gamang untuk membangun sesuatu milik sendiri. Bukankah dari kecil kita lebih banyak belajar untuk mencontek di sekolah demi mencapai nilai yang bagus??? Bukankah tabiat kita mencari jalan singkat???

Yogyakarta, 160105

No comments: