Monday, January 30, 2006

Di Cut Memeykan Saja...

Berita tentang perselingkuhan Cut Memey dengan seorang pria beristri makin heboh aja di infotainment. Cut Memey yang katanya menikah siri dengan seorang pria beristri menjadi sensasi dimana-mana. Bayangkan saja, seorang teman tidak datang sesuai janji, katanya karena terbetot soal pemberitaan tentang Cut Memey. Di kosan, Ibu Kos juga beberapa hari yang lalu asyik ngegosss dengan pembantunya soal Cut Memey. Gak kalah heboh di milis alumni SMU-ku, Cut Memey menjadi penting untuk dibahas.

Dan yang lebih sensasional. Seorang teman lain, mengganti kata guna-guna dengan dicut memeykan ha... ha... Karena isu yang beredar Cut Memey menggunakan klenik untuk memikat pria tersebut, demi morotin hartanya. Tapi entah juga berita itu benar atau salah, yang jelas aku hanyalah penikmat perseteruan yang makin heboh aja dan melibatkan banyak pihak.

Yang lebih menarik untuk dibahas sebenarnya bukan soal Cut Memey. Karena artis mah memang selalu bikin kehebohan. Tapi soal klenik, dan guna-guna. Kayaknya ini adalah bagian dari bangsa ini, yang malu-malu tapi mau keberadaannya berusaha disembuyikan dan jangan samapai ketahuan karena ibarat aib.

Alasannya sih macem-macem mulai dari kita kan bangsa beragama, terus kita harus rasional dong sebagai bangsa yang maju... Apa iya bangsa yang maju itu gak percaya klenik, hal-hal supranatural??? Coba tanyakan pada orang Jepang, kurang majukah mereka??? Tapi apakah mereka tak berklenik ria lagi. Kok kayaknya enggak, mereka juga masih hidup dikelilingi berbagai mitos.

Lha sementara kita, ngakunya ndak percaya yang kayak gituan, tapi kok ya banyak isu yang berkembang tentang klenik dan guna-guna. Kok ya banyak iklan tentang perdukunan di beberapa tabloid dan majalah. Apa iya ada penawaran kalo gak ada permintaan???

Lha terus pertanyaannya kenapa harus malu dengan klenik dan sebagainya??? Lha wong itu jelas-jelas hidup di tengah masyarakat kita. Mengapa tak mengakuinya saja, itu kan juga bagian dari diri kita. Toh lambang kemajuan suatu bangsa tidak terukur dari ada tidaknya klenik.

Justru yang mengkhawatirkan bila kita membangun diri jauh dari basis diri sendiri, akan membuat kita gamang. Tidak tentu arahnya, mudah terombang-ambing, dan akhirnya jalan di tempat. Satu pelajaran utama sebagai sebuah bangsa, kita perlu belajar menerima, dan menjadi diri sendiri. Ini yang namanya proses pendewasaan. Bila kita tidak mampu menerima diri sendiri, berarti kita masih kanak-kanak.


Yogyakarta, 300106

No comments: