Friday, January 06, 2006

Musikalitas Perubahan Sosial

Judul yang memusingkan??? Jangan-jangan aku mulai terjangkit penyakit para intelektual yang sering menggunakan bahas berbelit, biar keliatan keren??? Ah gak juga, biar judulnya keliatan menarik aja, dan orang penasaran ingin baca. Ini kan masalah pemasaran, gimana caranya menarik konsumen....

Sebenarnya inti dari judul di atas cukup sederhana. Dari jenis musik, Anda akan melihat gimana sih struktur dan kondisi sosial masyarakat Indonesia. Masak seh??? Iya sehhh, sorry tiba-tiba kumat penyakit kecentilan.

Dulu aku pernah menulis tetang Rap yang penuh hujat kaum hitam AS terhadap ketidakadilan, dan diskriminasi yang mereka rasakan (yang penasaran bisa cari di arsip berjudul “Rapper Dongeng, Kepedihan, dan Kehampaan”). Nah gak perlu jauh-jauh, musik kita juga mencerminkan perubahan masyarakat kita.

Mari kita diskusikan, pernahkah Anda memperhatikan lirik musik Dangdut, terutama jika penyanyinya wanita??? Coba resapi, hampir semua tema lagunya sendu, dan benang merahnya adalah ketidakberdayaan wanita yang ditinggal kekasihnya. Meratap, menangis, seolah dunia mau runtuh tanpa daya.

Coba sekarang ganti imaji Anda dengan musik Pop terkini, kayaknya jarang ya lagu kayak gituan. Yang populer lagu-lagu dengan beat lumayan menghentak dengan tema serupa dengan lagu grup Ratu, mulai dari Teman Tapi Mesra (TTM), Jangan Bilang Siapa-Siapa, dan sebagainya. Intinya wanita yang kuat, tegar, dan punya posisi tawar yang kuat, bahkan beberapa cenderung berbalik ingin mempermainkan lelaki.

Lalu apa fenomenanya??? Lagu Dangdut yang notabene untuk kalangan menengah bawah, memang mengangkat permasalahan wanita kelas bawah. Yang tidak berdaya menghadapi laki-laki, putus asa, dan merana. Karena mereka tak punya posisi tawar yang kuat. Wanita kelas bawah biasanya tidak terpelajar, dan bergantung pada suami masalah penghasilan.

Berbeda dengan musik Pop yang kebanyakan segmennya adalah menengah atas. Wanita kelas ini lebih mandiri, mereka kini bekerja, dan independen dalam hal penghasilan. Jadi temanya pun sangat berani, tidak akan ada ceritanya lirik tentang wanita yang putus dari pria, lalu patah hati mendalam. Mereka lebih berani menampilkan sosok wanita yang perkasa, dan pada titik yang lebih ekstrim bisa diamati di lagu-lagu Ratu.

Di sinilah menariknya mengamati perubahan sosial masyarakat kita. Bila Anda masih teringat lagu-lagu Pop era 80-an semasa Nia Daniati, dan Betharia Sonata. Maka Anda akan teringat lirik lagu Dangdut kekinian. “Pulangkan saja aku pada Ayahku atau Ibuku...”, ingatkah lirik salah satu lagu Btharia ini???

Kayaknya tak akan ada lagi para penulis lagu wanita, khususnya lagu Pop yang menulis lirik semerana itu. Karena wanita kini merasa mempunyai penghasilan sendiri, tidak lagi perlu bergantung pada pria. Hanya pada golongan kelas bawah fenomena ini masih terjadi.

Pemikiran ini bukan memojokkan musik Dangdut sebagai musik murahan, dan hanya dinikmati kalangan rendahan. Aku pun suka dengan beberapa lagu Dangdut. Tapi tak dapat dipungkiri, Dangdut hidup dan besar di tengah masyarakat menengah bawah perkotaan dan di desa. Maka tema yang diangkat pun yang dekat dengan kehidupan mereka. Ingatlah seni tak berdiriu sendiri. Ia adalah percampuran yang unik dari sistem nilai, interaksi sosial, kebudayaan. Dan penulis lagu juga manusia, yang tidak tiba-tiba mendapat ilham tanpa jelas asal-usulnya.


Yogyakarta, 050106

No comments: