Monday, January 30, 2006

Di Cut Memeykan Saja...

Berita tentang perselingkuhan Cut Memey dengan seorang pria beristri makin heboh aja di infotainment. Cut Memey yang katanya menikah siri dengan seorang pria beristri menjadi sensasi dimana-mana. Bayangkan saja, seorang teman tidak datang sesuai janji, katanya karena terbetot soal pemberitaan tentang Cut Memey. Di kosan, Ibu Kos juga beberapa hari yang lalu asyik ngegosss dengan pembantunya soal Cut Memey. Gak kalah heboh di milis alumni SMU-ku, Cut Memey menjadi penting untuk dibahas.

Dan yang lebih sensasional. Seorang teman lain, mengganti kata guna-guna dengan dicut memeykan ha... ha... Karena isu yang beredar Cut Memey menggunakan klenik untuk memikat pria tersebut, demi morotin hartanya. Tapi entah juga berita itu benar atau salah, yang jelas aku hanyalah penikmat perseteruan yang makin heboh aja dan melibatkan banyak pihak.

Yang lebih menarik untuk dibahas sebenarnya bukan soal Cut Memey. Karena artis mah memang selalu bikin kehebohan. Tapi soal klenik, dan guna-guna. Kayaknya ini adalah bagian dari bangsa ini, yang malu-malu tapi mau keberadaannya berusaha disembuyikan dan jangan samapai ketahuan karena ibarat aib.

Alasannya sih macem-macem mulai dari kita kan bangsa beragama, terus kita harus rasional dong sebagai bangsa yang maju... Apa iya bangsa yang maju itu gak percaya klenik, hal-hal supranatural??? Coba tanyakan pada orang Jepang, kurang majukah mereka??? Tapi apakah mereka tak berklenik ria lagi. Kok kayaknya enggak, mereka juga masih hidup dikelilingi berbagai mitos.

Lha sementara kita, ngakunya ndak percaya yang kayak gituan, tapi kok ya banyak isu yang berkembang tentang klenik dan guna-guna. Kok ya banyak iklan tentang perdukunan di beberapa tabloid dan majalah. Apa iya ada penawaran kalo gak ada permintaan???

Lha terus pertanyaannya kenapa harus malu dengan klenik dan sebagainya??? Lha wong itu jelas-jelas hidup di tengah masyarakat kita. Mengapa tak mengakuinya saja, itu kan juga bagian dari diri kita. Toh lambang kemajuan suatu bangsa tidak terukur dari ada tidaknya klenik.

Justru yang mengkhawatirkan bila kita membangun diri jauh dari basis diri sendiri, akan membuat kita gamang. Tidak tentu arahnya, mudah terombang-ambing, dan akhirnya jalan di tempat. Satu pelajaran utama sebagai sebuah bangsa, kita perlu belajar menerima, dan menjadi diri sendiri. Ini yang namanya proses pendewasaan. Bila kita tidak mampu menerima diri sendiri, berarti kita masih kanak-kanak.


Yogyakarta, 300106

Belajar Dari OutBond

Outbond adalah suatu kegiatan yang sejak lama aku ingin coba. Just exicited untuk mencoba hal-hal yang baru. Dan ternyata memang memberikan pengalaman luar biasa. Pelajaran-pelajaran baru yang gak aku tahu sebelumnya.

Satu yang paling menakjubkan, aku mampu untuk berdiri dia atas sebatang bambu berketinggian sekitar 10 meter, dengan pucuk yang hanya pas dengan kedua telapak kaki, dan harus pula memukul bola. Lalu apa yang istimewa???

Ini menjadi penting karena aku tak mebayangkan sebelumnya aku akan melakukan ini. Aku sangat takut dengan ketinggian, tapi aku nekat untuk melakukannya karena aku ada dalam sebuah tim. Dan aku ingin berhasil demi tim yang kubela. Hmmm jadi teringat novel “Norwegian Wood”. Novel ini pada intinya juga bercerita bagaimana seseorang mau, dan berani keluar atas traumanya karena keinginan untuk membantu orang lain.

Pelajaran berikutnya, aku belajar untuk keluar dari zona kenyamanan. Memilih kelompok sengaja dengan orang-orang yang dalam tidak kukenal dekat. Karena dengan itu aku akan belajar lebih banyak lagi. Dalam dunia nyata aku tak kan bisa memilih harus bekerja bersama siapa. Aku tak bisa request sumber daya seperti apa untuk dimiliki agar bisa sukses. Semuanya telah tersedia dalam satu paket dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dan aku belajar memanfaatkan keseluruhan paket itu sebagai suatu kesatuan tanpa perlu mengeluh, untuk mencapai tujuan yang aku harapkan.

Pelajaran lain yang aku dapat adalah, belajar mengenal karakter orang lain. Dalam permainan semua nampak sifat aslinya, berkumpul dengan banyak orang baru, menganalisa dan beradaptasi. Aku melihat karakter Si Penghindar masalah, orang yang merasa jagoan meski bukan dia yang berkontribusi, orang yang berusaha sekuat tenaga mencoba, walau akhirnya ia harus menyerah. Tapi aku sangat menghargai, karena paling tidak ia berani mencobanya. Ada pula yang phobia tapi belajar mengalahkan ketakutan itu, dan akhirnya berhasil.

Dan saat itu aku juga belajar bahwa kesempatan tidak akan datang kedua kalinya. Aku berusaha sekuat tenaga menggunakan semua kesempatan yang ada untuk dicoba. Semua katanya serba pilihan, apakah akan mengambil peluang, atau dilepaskan begitu saja. Tapi aku kok memilih mengambil kesempatan, walau tak tahu hasil akhirnya. Dalam kegagalan pun aku akan belajar. Dan menjadikan pelajaran itu sebagai referensi dimasa depan.


Yogyakarta, 300106

Thursday, January 26, 2006

Proses Kreatif Pemberontakan

Kenapa judulnya begitu??? Ya karena memang begitulah adanya. Kadang aneh memang, saat-saat kritis dan membosankan justru menghasilkan karya yang nyeleneh dan lebih segar. Mengapa pemberontakan??? Karena tiba-tiba saja dapet wangsit bikin prosa liris, sesuatu yang jelas keluar dari kebiasaan. Yang lebih asikkk lagi, gaya bahasa Tuhu yang mendayu-dayu gak akan ditemukan. Karena sudah cukup lama aku resah, kok gaya nulisku gini-gini aja, gak ada perkembangan.

Rasanya kok berdosa gitu lho..., kalo gak ada sesuatu yang baru. Nah akhirnya munculnya prosa liris wanna be ini, di tengah kepusingan ujian mid semester, dan peran sebagai ketua Club saat terjadi masalah.

Dalam prosa liris ini, aku memberontak untuk tidak memilih kata-kata “indah”. Tapi lebih milih bahasa sederhana bersahaja, campur aduk multilingual berbagai bahasa. Yang menunjukkan interaksi dan proses sosial yang pernah aku alami. Aku hanya ingin menyampaikan makna dengan bahasa biasa aja, kan aku ini penginnnn bebas, pengin keluar dari aturannnn. Dimana lagi sih aku bisa memberontak selain lewat tulisan????

Penasaran simak saja nyang berikut ini. Silahkan berkomentar sesuka hati. Toh ini forum bebas, gak bakal dipenjara kok hehehe


Awalnya Berbicara Pintu





Kugedor sebuah pintu
Hello... any body there...
Ehmmm kenapa juga tak ada respon???
Naha atuh ini teh???
Jangan-jangan ini rumah hantu
Padahal aku kan cuma butuh tempat berteduh
Sementara di luar hujan terlalu sadis
Badanku kuyup tenan
Ditambah sedikit menggigil gitu loh...

Helloo... sekali lagi kuketuk pintu itu
Kok tetap aja gak ada bebunyian
Ah kemana lagi aku harus melangkah???
Ini kan tengah malam
Ini kan middle of no where
Piye iki nasibku???
Masak aku mesti pasrah begitu saja
Ya ndak isa kayak gitu...
Ndak isa... Ndak isa....

Ya terpaksanya aku hanya ngeyup di emperan
Dengan agak menggigil
Tergigit angin malam yang sengit
Oh Gusti mimpi apa aku semalam
Hingga aku jadi kayak gini
Jangan-jangan ini balasan karma

Lalu aku teringat tentang masa lalu
Menelusuri riwayat-riwayatku
Jangan-jangan aku punya banyak salah
Bener teuk nyak???
Salah ka saha dan iraha nyak???
Beuhhhh teing ah jadi posssing aku malahan

Jangan-jangan ini pembalasanku
Karena udah nertatawakan si anu
Atau karma karena aku tak hendak menolong si itu
Atau aku kualat sama nyang ono...
Wah pokoknya lengkap ajah gituh semua salah,
Aku bongkar kutelanjangi habis-habisan

Ibarat rumah yang penuh perabot
Kukeluarkan semua perabot busuknya
Yang penting dibersihkan diri ini dulu
Ndak usahlah mbesengut nyalahin orang
Tanggung jawab itu ya diri sendiri
Bukan gitu akang, teteh, kangmas, mbakyu???

Kulihat langit kok ya hujannya betah aja lho...
Masih rintik-rintik lumayanlah gak sederas tadi
Tapi menggigilnya makin gan nahannn....
Karena udah capek ndodok ya terpaksa tiduran
Meski di lantai plesteran telanjang abu-abu, tanpa alas
Meski dinginnya makin aduhai aja
Lah wong gak ada pilihan je...
He eh... adem tenan... gak usah ngece....
Kalo keadaannya normal jelas ditari ndak mau
Tapi ini bukan soal pilihan
Ini soal kenyataan
Mau gak mau ya terpaksa mau

Lah daripada bengong gak jelas
Ya akhirnya aku berlanjut mencari karma
Dari pada menikmati badan yang menggigil
Paling tidak sedikit tercipta kehangatan
Karena pikiran tak alihkan

Lalu aku jadi ingat banyak hal
Tentang dosa, kesalahan
Tentang banyak kekecewaan,
Yang pernah aku perbuat
Pada orang tua, teman, sodara, orang yang dkenal,
Orang yang gak dikenal

Jadi ngerasa semu hangat kalo ingat
Kok bisa ya aku sekejam itu...
Kok ya sebodoh itu
Dimana perasaanku kala itu???

Semakin lama semakin panjang ceritanya
Merembet ke semua arah
Pokokna semua kesalahan sendiri,
Tak odel-odel
Semuanya tak terkecuali
Dimulai dari...
Semenjak aku bisa mengingat
Dan sadar atas apa yang kulakukan
Maka aku pun menelusuri dengan teliti
Salah apa yang telah kubuat
Yah pikir sendiri umur berapa kira-kira,
Manusia mulai menyadari tindakannya
Ah embuhhhh masa aku harus minta bantuan,
Jung, Freud ato ahli psikologi sih???
Gak usah dipikir mumet perkiraan aja...

Lama-lama kok ya capek juga ya...
Kelamaan kok ya jadi kerasa ngantuk
Dan anehnya jadi rasa hangat
Padahal jangan tanya dingine kayak apa
Mungkin ini yang disebut kemampuan manusia,
Beradaptasi pada lingkungan

Aku jadi terkekeh, ampe terbatuk malah
Jadi teringat pelajaran sekolah dulu
Hmmmm ternyata ndak sia-sia
Aku ini disekolahin ya, hehehe

Bapak Ibu matur sembah nuwun
Telah bersusah payah menyekolahkan
Paling gak tahu beda manusia dengan hewan
Tapi kok ya kebangeten kalo dipikir
Di sekolahin belasan tahun yang nyentel cuman itu
Lha pelajaran yang lain dikamanakeun atuh jang???
wah lupita tuh....
Akika kan agak malaysia bow urusan ginian...
Habis dulu kalo belajar sistem wayangan alias SKS
Kalo gak ya nyontek
Kalo ndak ya bayar aja yang gampang

Hohoho lho kok makin merembet
Ternyata makin dipikir makin panjang,
Daftar dosa yang aku punya
Jangan-jangan aku memang ditakdirkan,
Lahir untuk melakukan dosa
Ibarat pewayangan aku tuh jadi Bala Kurawa
Katanya kalo gak ada yang jelek,
Yang baik gak ada artinya???
Hidup itu harus ada penyeimbang

Husssshhhh jangan sok keminter kowe
Kalo memang banyak dosa ya sudah ambil tanggungjawab
Jangan lempar-lemparan ini bukan main bola voli lho???
Wong menurut ajaran agama manusia itu lahir suci
Tergantung kamu mau jadi baik atau buruk
Itu serba pilihan man....

Lama kelamaan kok ya jadi ketiduran
Nah dalam mimpi kok ya aku masih saja,
Mengaku dosa, mengorek lagi dan lagi...
Waduh jangan-jangan ini memang sudah,
Tertulis hari ini, jam ini, detik ini,
Aku harus merenungi diri sendiri
Ya mungkin saja...
Wong banyak hal yang kadang tak terkira
Misterius dan di luar jangkauan otak

Dan tiba-tiba di pagi buta
Aku terbangun oleh kehebohan
Disiram air karena telat bangun
Bentar lagi kan masuk kuliah
Ternyata yang nyiram bunda tersayang

Nah lho... yang tidur di emperan teh saha???
Yang berada di tengah hujan menggigil tuh sapa???
Bajuku sekarang memang basah
Tapi basah karena disiram
Makin bingung aja aku

Mana ada sih mimpi sedang bermimpi
Aneh kali aku ini....
Wah sebodo’ amat ah
Teingg teu ngerti abdi mah...
Ini mah namanya mimpi kuadrat
Emang bilangan aja yang bisa dikuadratkan???

Ehmm yang mikir cerita ini absurd ya monggo
Emang ini kan fiksi belaka
Ya terserah tha mo diapain
Kan aku penulisnya ye...
Kalo ndak puas ya nulis sendiri
Jadi endingnya bisa direka sendiri

Toh jadi penulis itu kan bukan pesenan
Emang loe kata ini butik...
Bisa pesen baju apapun sesuai selera
Asal kuat bayarnya nyang mahal boneng itu...
Ini dunia kreatif bung... tak terbayar dengan angka

Jadi kepikiran sesuatu deh
Jangan... jangan... jangan... jangan...
Apa maksudnya coba???
Enggak cuma terpikir
Banyak penulis memulai menulis
Karena mereka tak puas dengan apa yang dibaca
Mungkin gak ya???

Ah udahan deh
Ngomongin gedor pintu
Kok ngelantur kemana-mana aje
Karena dibuka dengan pintu
Maka diakhiri dengan menutup pintu
Klik... pintu ini dinyatakan ditutup
Dan kemungkinan untuk dibuka lagi
Pada episode berikutnya


Yogyakarta, 240106

Wednesday, January 18, 2006

Badut-Badut Parlemen Asia

Pernahkah Anda menonton film laga??? Lalu apa yang dirasakan, tentunya tidak takut tapi justru menghibur bukan??? Jadi tak ada bedanya dengan menonton badut yang juga menyuguhkan hiburan.

Kalo begitu tidak salah kalo menyebut parlemen kita bukan sebagai wakil suara rakyat tapi tak lebih pertunjukan para badut yang saling berkelahi dan saling tinju dihadapan ribuan corong kamera yang mengawal. Lho mereka kan bermaksud baik memberi sedikit hiburan di tengah kehidupan negeri ini yang kacau balau. Sayangnya hiburan ini enggak lucu sama sekali, justru bikin miris.

Lalu bila mau mencermati lebih jauh, fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Parlemen Korea, Taiwan, bahkan Jepang sekalipun sering adu jotos tanpa tedeng aling-aling.

Kok jadi kepikiran, apa iya, bangsa Asia ini bisa berdemokrasi??? Tampaknya kita memang tidak siap untuk itu. Orang Asia terbiasa dengan kata kepatuhan, bukan perbedaan pendapat.

Orang Asia terbiasa dengan “penghormatan”, bukan “penghargaan”. Yang dimaksud kita terbiasa menghormatis sesuatu berdasarkan senioritas, bukan seseorang sebagai individu dan hak pribadinya. Coba renungkan apakah dalam budaya Asia kita mengenal privasi???

Satu lagi, kita tidak punya sejarah panjang untuk belajar tentang demokrasi. Bangsa Barat melalui banyak mimpi buruk tentang feodalisme dan otoritarianisme sebelum akhirnya mereka sampai pada ide tentang demokrasi. Kita ibarat diperkosa untuk menerapkannya di tengah masyarakat yang feodal, dan paternalistik.

Ya jadinya gak karuan seperti sekarang. Ingin nampak modern justru jadi ajang pertunjukan badut-badutan. Lalu apa yang dibutuhkan kita??? Asia masih butuh sosok yang kuat sebagai panutan. Sistem feodal walau terkesan kuno masih dibutuhkan, atau sistem sentralisti semacam Singapura.

Kembali berbicara tentang negeri ini. Pada akhirnya sekali lagi, tak semuanya sesuai untuk dicangkokkan begitu saja. Ada interaksi berbagai macam hal yang mempengaruhi sebuah proses. Oleh karena itu marilah berpikir untuk menjadi diri sendiri, membangun sistem sendiri. Jangan asal contek kanan kiri yang belum tentu cocok.

Jangan-jangan kita memang gamang untuk membangun sesuatu milik sendiri. Bukankah dari kecil kita lebih banyak belajar untuk mencontek di sekolah demi mencapai nilai yang bagus??? Bukankah tabiat kita mencari jalan singkat???

Yogyakarta, 160105

Friday, January 13, 2006

Eminem, How Are You Today???

Kayaknya Eminem tak akan menjawab seperti lagu Ratu, “Aku baik-baik saja...”. Emang kenapa dengan Eminem??? Liburan Idul Adha beberapa hari membuatku terdampar hanya berkegiatan mantengin tivi seharian. Dan lagu Eminem terbaru When I’m Gone lagi sering-seringnya diputar di MTV.

Walau dengan bahasa Inggris yang terbatas, dan daya tangkap yang setengah-setengah atas lirik rapnya. Ada sesuatu yang menarik untuk ditulis. Lalu aku pun iseng merangkai dengan secarik memori tentang kehidupan Eminem, dan beberapa lagu sebelumnya.

Kok jadi kepikiran tentang kehidupan Eminem yang ternyata tak seindah yang dibayangkan orang. Terkenal, dipuja, banyak uang, tapiu tetap tidak bahagia. Coba sedikit hayati lirik-lirik lagunya....

Lalu aku pun membayangkan kembali sosok lagu Eminem terdahulu, sepertinya lagu ini menjadi sekuel sekaligus jawaban atas lagunya, Mocking Bird. Mocking Bird adalah lagu permintaan maaf pada anaknya, atas perceraian yang menghancurkan kehidupan anaknya. Saat itu ia beralasan ia hanya ingin mencari kehidupan yang lebih baik. Ia ingin membawa keluarganya mempunyai sesuatu yang tak pernah bisa miliki selama ini.

Salah satubait dalam Mocking Bird, “Everything gonna be alright”. Benarkah alright??? Ternyata lagu terbarunya menyatakan sebaliknya. Ketenaran, dan harta yang melimpah tidak membuatnya bahagia. Lagunya When I’m Gone menceritakan jerit hatinya, rasa bersalah pada Sang Anak yang terus menghantui. Rasa kehampaan di tengah kelimpahan, dan perasaan kesepian merindukan kehangatan keluarga.

Kehidupan Eminem, memang menyedihkan. Menurutku apa yang dicari oleh Eminem hanyalah pengakuan, dan perasaan diterima oleh keluarga dan orang-orang terdekat.

Ia praktis tak pernah merasakan kehangatan keluarga. Lahir dari orang tua yang bercerai, dan Ibu yang pemabuk (ingat kembali lagu Cleaning My Closet). Ia pun gagal membangun rumah tangga, dan mebawa bayang-bayang perasaan bersalah pada anak perempuannya.

Mungkin dalam hati kecilnya, ia berjanji untuk tak mengulang perlakuan orang tuanya yang telah membuat hidupnya berantakan dengan perceraian. Ternyata ia memutar kembali kesalahan yang sama, bercerai dan menghancurkan perasaan putri semata wayangnya.

So what you gonna choose Em??? Sungguh ironis, dengan semua kesuksesan, pujian, harta dan segalanya, hidup seseorang masih bisa tetap tak bahagia. Lalu apa arti kebahagiaan sebenarnya. Aku semakin yakin, kebahagiaan ada di hati, dari setiap pemikiran positif memaknai apapun itu.....


Yogyakarta, 100106

Friday, January 06, 2006

Glocalissimo

Kata-kata yang tiba-tiba saja muncul dalam kepala, untuk menjelaskan fenomena saat ini dimana persentuhan antara budaya global dan lokal sudah sangat mengurat nadi, dan begitu dekat dengan kehidupan kita, namun kadang tidak disadari.

Kata ini sebenarnya berawal dari glocalism yaitu globalism dan localism. Namun aku lebih suka menyebutnya glocalissimo, karena biar ada sedikit campuran latin. Kayaknya lebih seru aja, walau gak tahu juga apakah ada kata itu dalam kamus suatu bahasa tertentu he... he...

Mengapa menjadi begitu menarik??? Pertama, seorang teman yang baru menjadi seorang ayah, bercerita tentang nama anaknya yang sangat unik. Aku lupa nama lengkapnya. Namun yang pasti dari tiga kata nama tersebut, digunakanlah tiga bahasa, nama depan bahasa Inggris, sincerely. Nama tengah bahasa Arab, yang aku lupa. Dan nama belakang kalo gak salah prameswari, yang jelas-jelas bahasa Jawa.

Kedua, beberapa hari lalu saat mengantar seorang teman berjalan-jalan ke Malioboro, dan barulah menyadari. Ternyata Popeyes (salah satu restoran fast food) mempuyai desain interior yang unik dibanding restoran fast food pada umumnya, dan juga beda sekali dengan Popeyes yang pernah aku liat di Bandung. Desain interiornya terasa lebih berat, karena ada unsur ukir kayu pada tiang penyangga. Di mana sangat tidak lazim, karena biasanya desainnya sangat sederhana dan bersih. Walau corak warna nya sangat Popeyes.

Masih tentang restoran Fast Food, Mac Donald. Sapa yang gak kenal ini??? Ternyata berdasarkan cerita seorang teman, cabangnya yang di Malioboro Mall menyediakan tempat lesehan. Percayakah Anda??? Kayaknya ini hanya akan ditemukan di Yogya.

Yang terakhir tanpa disadari selama ini, aku sering menulis yang mencampurkan bahasa Indonesia, dan penutupnya berbahasa Inggris. Padahal aku inginnya sih teteup menjadi orang Indonesia sejati yang orisinil. Dan kadang suka males ngeliat orang Indonesia, yang sok keinggris-inggrisan. Tapi... ternyata aku harus menelan ludah sendiri. Alam bawah sadar membawaku untuk menuliskan sesuatu yang becampur aduk. Kdang ingin kucaci maki diri sendiri he... he...

Dan akhirnya aku berpikir ini memang sudah zamannya. Konsekuensi dari dunia yang “menyempit”. Tidak ada lagi yang orisinil, dalam artian budaya yang tidak tersentuh budaya lain. Namun gimana caranya, citarasa lokal tetap harus dijaga.

Dan era ini adalah era yang sangat kritis di mana setiap orang sedang mencari-cari siapa dirinya??? Aku menyebutnya masyarakat yang gelisah, mencari keseimbangan baru di era yang juga baru.


Yogyakarta, 051206

Musikalitas Perubahan Sosial

Judul yang memusingkan??? Jangan-jangan aku mulai terjangkit penyakit para intelektual yang sering menggunakan bahas berbelit, biar keliatan keren??? Ah gak juga, biar judulnya keliatan menarik aja, dan orang penasaran ingin baca. Ini kan masalah pemasaran, gimana caranya menarik konsumen....

Sebenarnya inti dari judul di atas cukup sederhana. Dari jenis musik, Anda akan melihat gimana sih struktur dan kondisi sosial masyarakat Indonesia. Masak seh??? Iya sehhh, sorry tiba-tiba kumat penyakit kecentilan.

Dulu aku pernah menulis tetang Rap yang penuh hujat kaum hitam AS terhadap ketidakadilan, dan diskriminasi yang mereka rasakan (yang penasaran bisa cari di arsip berjudul “Rapper Dongeng, Kepedihan, dan Kehampaan”). Nah gak perlu jauh-jauh, musik kita juga mencerminkan perubahan masyarakat kita.

Mari kita diskusikan, pernahkah Anda memperhatikan lirik musik Dangdut, terutama jika penyanyinya wanita??? Coba resapi, hampir semua tema lagunya sendu, dan benang merahnya adalah ketidakberdayaan wanita yang ditinggal kekasihnya. Meratap, menangis, seolah dunia mau runtuh tanpa daya.

Coba sekarang ganti imaji Anda dengan musik Pop terkini, kayaknya jarang ya lagu kayak gituan. Yang populer lagu-lagu dengan beat lumayan menghentak dengan tema serupa dengan lagu grup Ratu, mulai dari Teman Tapi Mesra (TTM), Jangan Bilang Siapa-Siapa, dan sebagainya. Intinya wanita yang kuat, tegar, dan punya posisi tawar yang kuat, bahkan beberapa cenderung berbalik ingin mempermainkan lelaki.

Lalu apa fenomenanya??? Lagu Dangdut yang notabene untuk kalangan menengah bawah, memang mengangkat permasalahan wanita kelas bawah. Yang tidak berdaya menghadapi laki-laki, putus asa, dan merana. Karena mereka tak punya posisi tawar yang kuat. Wanita kelas bawah biasanya tidak terpelajar, dan bergantung pada suami masalah penghasilan.

Berbeda dengan musik Pop yang kebanyakan segmennya adalah menengah atas. Wanita kelas ini lebih mandiri, mereka kini bekerja, dan independen dalam hal penghasilan. Jadi temanya pun sangat berani, tidak akan ada ceritanya lirik tentang wanita yang putus dari pria, lalu patah hati mendalam. Mereka lebih berani menampilkan sosok wanita yang perkasa, dan pada titik yang lebih ekstrim bisa diamati di lagu-lagu Ratu.

Di sinilah menariknya mengamati perubahan sosial masyarakat kita. Bila Anda masih teringat lagu-lagu Pop era 80-an semasa Nia Daniati, dan Betharia Sonata. Maka Anda akan teringat lirik lagu Dangdut kekinian. “Pulangkan saja aku pada Ayahku atau Ibuku...”, ingatkah lirik salah satu lagu Btharia ini???

Kayaknya tak akan ada lagi para penulis lagu wanita, khususnya lagu Pop yang menulis lirik semerana itu. Karena wanita kini merasa mempunyai penghasilan sendiri, tidak lagi perlu bergantung pada pria. Hanya pada golongan kelas bawah fenomena ini masih terjadi.

Pemikiran ini bukan memojokkan musik Dangdut sebagai musik murahan, dan hanya dinikmati kalangan rendahan. Aku pun suka dengan beberapa lagu Dangdut. Tapi tak dapat dipungkiri, Dangdut hidup dan besar di tengah masyarakat menengah bawah perkotaan dan di desa. Maka tema yang diangkat pun yang dekat dengan kehidupan mereka. Ingatlah seni tak berdiriu sendiri. Ia adalah percampuran yang unik dari sistem nilai, interaksi sosial, kebudayaan. Dan penulis lagu juga manusia, yang tidak tiba-tiba mendapat ilham tanpa jelas asal-usulnya.


Yogyakarta, 050106

Musikalitas Perubahan Sosial

Judul yang memusingkan??? Jangan-jangan aku mulai terjangkit penyakit para intelektual yang sering menggunakan bahas berbelit, biar keliatan keren??? Ah gak juga, biar judulnya keliatan menarik aja, dan orang penasaran ingin baca. Ini kan masalah pemasaran, gimana caranya menarik konsumen....

Sebenarnya inti dari judul di atas cukup sederhana. Dari jenis musik, Anda akan melihat gimana sih struktur dan kondisi sosial masyarakat Indonesia. Masak seh??? Iya sehhh, sorry tiba-tiba kumat penyakit kecentilan.

Dulu aku pernah menulis tetang Rap yang penuh hujat kaum hitam AS terhadap ketidakadilan, dan diskriminasi yang mereka rasakan (yang penasaran bisa cari di arsip berjudul “Rapper Dongeng, Kepedihan, dan Kehampaan”). Nah gak perlu jauh-jauh, musik kita juga mencerminkan perubahan masyarakat kita.

Mari kita diskusikan, pernahkah Anda memperhatikan lirik musik Dangdut, terutama jika penyanyinya wanita??? Coba resapi, hampir semua tema lagunya sendu, dan benang merahnya adalah ketidakberdayaan wanita yang ditinggal kekasihnya. Meratap, menangis, seolah dunia mau runtuh tanpa daya.

Coba sekarang ganti imaji Anda dengan musik Pop terkini, kayaknya jarang ya lagu kayak gituan. Yang populer lagu-lagu dengan beat lumayan menghentak dengan tema serupa dengan lagu grup Ratu, mulai dari Teman Tapi Mesra (TTM), Jangan Bilang Siapa-Siapa, dan sebagainya. Intinya wanita yang kuat, tegar, dan punya posisi tawar yang kuat, bahkan beberapa cenderung berbalik ingin mempermainkan lelaki.

Lalu apa fenomenanya??? Lagu Dangdut yang notabene untuk kalangan menengah bawah, memang mengangkat permasalahan wanita kelas bawah. Yang tidak berdaya menghadapi laki-laki, putus asa, dan merana. Karena mereka tak punya posisi tawar yang kuat. Wanita kelas bawah biasanya tidak terpelajar, dan bergantung pada suami masalah penghasilan.

Berbeda dengan musik Pop yang kebanyakan segmennya adalah menengah atas. Wanita kelas ini lebih mandiri, mereka kini bekerja, dan independen dalam hal penghasilan. Jadi temanya pun sangat berani, tidak akan ada ceritanya lirik tentang wanita yang putus dari pria, lalu patah hati mendalam. Mereka lebih berani menampilkan sosok wanita yang perkasa, dan pada titik yang lebih ekstrim bisa diamati di lagu-lagu Ratu.

Di sinilah menariknya mengamati perubahan sosial masyarakat kita. Bila Anda masih teringat lagu-lagu Pop era 80-an semasa Nia Daniati, dan Betharia Sonata. Maka Anda akan teringat lirik lagu Dangdut kekinian. “Pulangkan saja aku pada Ayahku atau Ibuku...”, ingatkah lirik salah satu lagu Btharia ini???

Kayaknya tak akan ada lagi para penulis lagu wanita, khususnya lagu Pop yang menulis lirik semerana itu. Karena wanita kini merasa mempunyai penghasilan sendiri, tidak lagi perlu bergantung pada pria. Hanya pada golongan kelas bawah fenomena ini masih terjadi.

Pemikiran ini bukan memojokkan musik Dangdut sebagai musik murahan, dan hanya dinikmati kalangan rendahan. Aku pun suka dengan beberapa lagu Dangdut. Tapi tak dapat dipungkiri, Dangdut hidup dan besar di tengah masyarakat menengah bawah perkotaan dan di desa. Maka tema yang diangkat pun yang dekat dengan kehidupan mereka. Ingatlah seni tak berdiriu sendiri. Ia adalah percampuran yang unik dari sistem nilai, interaksi sosial, kebudayaan. Dan penulis lagu juga manusia, yang tidak tiba-tiba mendapat ilham tanpa jelas asal-usulnya.


Yogyakarta, 050106

Tuesday, January 03, 2006

Mengisi Lembaran 2006

Hari-hari di tahun 2006 telah berjingkat, dan sudah saatnya mengukir imaji apa yang harus diukan tahun ini??? Pertama, yang jelas-jelas menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan di 2005 adalah menjadi sosok pemimpin yang baik. Aku ingin belajar menjadi pendengar yang baik, dan komunikator yang baik.

Sekian lama aku telah berjuang dan berusaha, ternyata usaha yang kulakukan belumlah memberikan banyak perubahan. Banyak orang yang kutanya tetap saja, mengeluhkan banyak hal tentang aku. Ehmmm kadang pusing juga, dan stres sendiri. Aku telah berusaha keras, mengapa aku tak kunjung berubah???

Hal kedua yang harus kulakukan di 2006, adalah lulus. Secepatnya, seandainya bulan Agustus bisa, mengapa tidak??? Di alam kubur pun Ibu begitu berharap akan kelulusanku. Aku sangat yakin akan hal itu.

Setelah lulus, aku tentunya berharap mendapatkan pekerjaan yang bagus, di tempat di mana aku bisa mengembangkan segala ide dan kreativitasku. Tempat di mana aku bisa menimba banyak ilmu, dan memberikan banyak kontribusi bagi perusahaan. Semoga mimpi buruk 2004 tak akan terulang lagi.

Hal lainnya, adalah aku ingin mengukir banyak prestasi lainnya. Sehingga mampu mengharumkan nama UGM, dan semua orang sekitarku. Impianku hanya sederhana memberikan sesuatu bagi banyak orang yang telah membawaku pada posisi yang kumiliki saat ini.

Aku juga mempunytai keinginan lama yang masih saja terpendam dari tahun ke tahun, yaitu menerbitkan karyaku dalam bentuk buku, atau diterbitkan di media cetak. Berapa kali aku mencoba untuk menawarkannya tetap saja nihil. Semoga saja 2006 adalah awal yang baik untuk mimpi lama itu.

Ya... begitu banyak pekerjaan rumah yang harus kulakukan. Artinya aku tak bisa termangu begitu saja. Aku harus bergerak cepat, kalo tak ingin semuanya hanyalah angan tanpa kabar. Dan kalo tak ingin orang lain mencibirku lagi...., dengan mimpiku yang katanya terlalu membumbung tinggi.

Selamat datang 2006, aku menyambutmu dengan sangat antusias, dengan semangat baru, dan harapan baru. Untuk kehidupan yang lebih baik, untuk keluargaku yang sangat mengharapkanku, dan tentunya untuk Ibu yang ada di suatu tempat yang entah di mana......


Yogyakarta, 030106

Mengenang 2005

Ya... ya... ini tahun baru, terlambat memang untuk menuliskan sebuah refleksi, tapi tak apalah daripada tidak sama sekali. Ehmmm mengenang 2005, rasanya semua berlalu begitu cepat, dan begitu banyak hal penting terjadi. Dibanding 2004 yang benar-benar gelap, 2005 sangat lebih baik. Terutama dalam hal mengendalikan diri.

2005 diawali dengan indahnya mimpi yang akhirnya ada di genggaman. Beasiswa MM UGM, membalikkan banyak hal, dan mimpi buruk 2004. Harapan tentang 25 tahun yang bergelar master, dan diperoleh dari beasiswa, tinggal selangkah di depan mata.

2005 juga menjadi awal dari banyak petualang baru, yang membuat adrenalinku terus bekerja. Pada tahun inilah impianku untuk bisa siaran di radio tercapai, tahun ini pula aku berhasil mendapatkan banyak hal yang dulu pernah aku impikan. Betapa pengasihnya Tuhan pada diriku.

2005 juga menjadi tonggak baru dalam diriku untuk menyadari. Bahwa aku tak bisa lagi menghindari takdir sebagai seorang pemimpin. Dulu aku lebih banyak menghindar, karena aku termangsa oleh egoisme diri sendiri. Namun di tahun ini ada udara segar yang membawaku pada seseorang yang patut menjadi role model dari kepemimpinan yang elegan.

Maka 2005, kujadikan tonggak awal untuk membangun diriku menjadi pemimpin sejati. Pemimpin yang tetaplah seorang Tuhu. Aku ingin menjadi pemimpin yang bukan harus di depan, gila nampil dan pujian. Aku tetaplah seseorang yang berada di antara orang lain, namun kepergiankulah yang kemudian akan membuat orang lain sadar bahwa keberadaanku ternyata mempunyai arti.

Menurutku itulah definisi seorang pemimpin. Aku tak ingin harus menonjol setiap saat. Aku hanya ingin berada di antara semua orang saat mereka membutuhkan. Aku ingin membantu seorang demi seorang, secara pribadi.

2005 juga menjadi saksi bagaimana aku berusaha mentransformasi mimpi dan ideku menjadi sesuatu yang lebih nyata bagi orang lain. Selama ini aku asyik dengan mimpiku sendiri, tanpa perduli orang mengerti atau tidak. Namun kini, ini sebuah tantangan agar orang lain pun yakin kalo aku bukan hanya sekedar pemimpi. Ternyata tugas meyakinkan adalah tugas yang teramat panjang, dan melelahkan. Namun aku tak menyerah untuk berusaha belajar lebih baik.

2005 juga tak luput dari lumuran air mata kesedihan. Masuknya Ibu ke rumah sakit berulang kali, menguras begitu banyak kesedihan, dan mengganggu konsentrasiku. Hingga akhirnya beliau harus berhenti berjuang, dan menghembuskan napasnya yang terakhir.

Sungguh menyayat hati, seorang Ibu yang sangat kubanggakan. Sosok Ibu yang menjadi inspirasi, hingga aku rela bekerja lebih keras... Sosok Ibu yang selalu memberi semangat baru saat kulelah. Sosok Ibu yang selalu setia menantiku di teras saat aku pulang, kini telah tiada. Senyumnya, kasih sayangnya, semua tentangnya kini tak akan pernah terulang.
Lebih dramatis lagi, saat terakhirnya pun ia rela menungguku. Dengan napas yang tersengal, dan tubuh yang tanpa daya ia masih menyapaku di saat terakhir. Ia masih saja setia menantiku pulang dari Yogya, sebelum berpamitan untuk terakhir kalinya. Ia hanya ingin kudampingi saat menghembuskan napas terakhir, dan hanya aku seoranglah yang diijinkannya.

Oh Ibu...., maafkan aku belum bisa memberikan sesuatu untukmu hingga kau pergi... aku merasa sangat bersalah padamu untuk semua ini. Aku menyesali mengapa ini begitu cepat??? Aku merasa sedih mengingat kau masih ingin mendampingiku saat wisuda S2-ku, yang hanyalah tinggal angan.

Tapi demimu Ibu, aku berjanji tak akan menyia-nyiakan waktu. Aku tak akan terlarut dalam kesedihan. Karena pesan terakhir yang kutangkap darimu, aku harus merelakan kepergianmu. Engkau tak ingin jalanmu menjadi berat, karena belum merelakan kepergianmu.

Aku akan memenuhi janjiku, untuk menjadi orang sukses, seorang anak yang dapat kau banggakan. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum di alam sana. Ibu tetaplah mengingatku, dimana pun kau berada.

Meskipun kepergian Ibu sangat teramat berat, dan pukulan terbesar dalam hidupku. aku bersyukur pada Tuhan, karena aku diberi kekuatan menerima keadaan. Keadaan emosiku lebih baik dibanding saat 2004, yang membawaku pada titik terendah dalam memandang kehidupan.

Selamat tinggal 2005, dengan segala kenangan dan pembelajaran. Kini aku akan membuka lembaran baru 2006. Semoga segalanya lebih baik....


Yogyakarta, 030106