Tuesday, December 27, 2005

Belajar Berbeda

Komentar pertama teman-teman sebelum presentasi dan diskusi kelas adalah, “nanti jangan nanya ya”. Lama-kelamaan jadi males juga dengernya. Mengapa tak boleh bertanya? Bukankah presentasi adalah forum untuk berbagi informasi???

Justru kalo aku yang maju presentasi, aku merasa gagal bila tidak ada yang tanya. Berarti aku gagal menghadirkan presentasi yang baik. Mengapa yang lain justru sebaliknya???

Padahal bertanya, bukan untuk menjatuhkan. Bertanya dan memberi komentar, ya demi kemanjuan bersama. Tapi beberapa orang mungkin berpikir, memalukan kalo sampe gak bisa menjawab pertanyaan.Takut nilainya jadi jelek. Takut dianggap kurang persiapan.

Walau mungkin faktor itu ada. Tapi yang paling penting bukan itu. Justru dengan adanya cara pandang yang berbeda, kita kan akan lebih kaya. Toh semua orang juga tak akan mampu mengetahui segalanya. Ada saatnya, orang lain lebih mengerti daripada penyaji di depan. Terus kenapa???

Namun yang terjadi justru, banyak yang reaktif dan defensif. Dengan pembelaan yang terkadang gak lucu sama sekali, dan terkesan dipaksakan.

Atau tipikal kedua, yang selalu merasa paling benar, dan tidak bisa menerima orang lain dengan sudut pandang yang berbeda.

Tipikal ini melihat kebenaran itu tunggal. Kalo mereka merasa apa yang mereka pikir itu benar, maka pandangan lainnya itu salah. Padahal kan oke-oke saja, perbedaan justru membuat kita banyak belajar tentang toleransi dan menghargai.

Aku teringat dengan sebuah presentasi kelompokku. Aku merasa sangat bosan dan bete, hanya karena beberapa orang mempertanyakan hal yang sama. Mereka tak mau menerima sudut pandang kami, meski kami telah memberikan alasan yang kuat.

Kami telah mengatakan, ya... kami menerima sudut pandang Anda. Tapi kelompok kami punya sudut pandang yang lain. Namun tetap saja mereka ngotot, penginnya kami mengubah pendirian kami.

Saat itu, kami tetap kukuh karena memang ada alasan kuat. Dan tidak terebersit dalam benak kalo opini yang lain salah. Tapi beberapa orang tidak siap dengan perbedaan. Lalu bila berpikir lebih jauh lagi, jangan-jangan itu juga penyebab demokrasi di Indonesia hingga saat ini justru membawa petaka???

Atau jangan-jangan aku punya andil menciptakan situasi yang tidak enak dalam kelas. Sesuatu yang mungkin tidak aku sadari. Sesuatu yang tidak pernah terpikirkan. Aku harus adil dalam menilai, bukan hanya menilai orang lain, tapi juga diri sendiri, bukankah begitu???


Yogyakarta, 271205

Wednesday, December 21, 2005

Feminisme Manja, dan Gerakan Emansipasi Pria!!!

Sebenarnya pemikiran ini sudah lama menganggu, tapi mernjadi begitu bersemangat untuk menuliskannya karena beberapa kali melihat iklan Garda Oto. Dan aha.... inilah feminisme sejati, yang tidak cengeng dan mau enaknya sendiri.

Mungkin ada yang belum tahu iklan Garda Oto. Ceritanya, sepasang kekasih mobilnya mogok, lalu Sang Lelaki menelpon Garda Oto yang segera mengirimkan orangnya untuk mengganti ban yang gembosss. Tapi Si Pria berpura-pura dihadapan pacarnya kalo dia yang memperbaiki.

Tapi mungkin jarang yang memperhatikan, kalo diakhir iklan terlihat yang sedang menyetir itu wanitanya. Masak sih??? Iya saja..., soalnya yang laki duduk di bangku sebelah kiri. Kalo gak percaya coba perhatikan lebih detil.

Kalo melihat iklan itu, perubahan sosial masyarakat Indonesia menuju lebih fair. Karena menunjukkan, tak jadi masalah ceweknya yang nyetir, so what gitu loh???

Soalnya selama ini kan wanita menuntut persamaan. Katanya wanita dan pria itu punya hak yang sama. Mereka gak mau kalo dianggap kelas dua. Tapi kalo urusan yang enak-enak, mereka ngakunya “gue kan cewek...”

Misal saja urusan setir-menyetir katanya harus pria yang nyetir, “Aku kan wanita nanti gampang capek”, kemana-mana harus dianterin, katanya “Aku kan wanita takut kalo jalan sendiri”, apa-apa pun merasa harus ldidahulukan hanya karena wanita.

Kalo memang ngaku feminis, ya ndak perlu lagi kayak beginian. Bukannya ini justru menunjukkan wanita itu memang lemah, jadi selalu butuh bantuan lelaki. Bukankah itu justru menodai konsep feminisme yang sedang diperjuangkan???

Atau jangan-jangan masyarakat kita memang ingin mencari jalan tengah seperti biasa, ya feminis ya enggak. Jadi diambil enaknya aja dari keduanya. Makanya aku jadi kepikiran menamakannya feminisme manja ala Indonesia.

Pemikiran ini mulai menganggu, sejak kuliah S1, saat itu aku punya seorang teman yang ngakunya feminis sejati. Ampe skripsinya pun dengan penuh semangat mengangkat tema feminisme. Harus diakui dia memang pintar dan hebat, lawan debat yang tangguh deh.

Tapi yaitu tadi..., ngaku feminis tapi ke kamar mandi pun mesti diantar, takut katanya. My God... what kind of feminism is it??? Dan kalo dikejar soal itu, dia lalu berlindung pada kalimat sakti “Aku kan cewek,” lho kok????

Sekali lagi, kehadiran Garda Oto kayaknya memberikan angin segar dan pemikiran baru, atau memang cerminan masyarakat yang telah berubah??? Bahwa feminisme mengandung banyak konsekuensi, yang terkadang harus melepaskan beberapa hal yang mungkin trerlanjur nyaman bagi para wanita.

Yogyakarta, 211205

Tuesday, December 20, 2005

Mempertanyakan Eksistensi???

Siapa yang tak ingin diakui eksistensinya??? Siapakah yang tak ingin diakui, dan menonjol??? Pertanyaan ini kembali berkecamuk dalam benak. Belakangan ini aku mulai menyadari, ternyata keinginan untuk eksis dan diakui oleh orang lain itu memang melekat pada semua orang.

Ya... ya... aku melihat dari gerak-gerik orang-orang sekitar, dan tersenyum sendiri mengamati tingkah polah masing-masing yang tak pernah mau kalah menunjukkan eksistensinya. Mulai dari yang malu-malu, ampe yang terang-terangan bergaya demi suatu eksistensi. Dan hampir semua dari mereka, tanpa malu berkata, mereka ingin menarik perhatian orang lain, agar kehadirannya diakui.

Lalu aku berpikir ternyata itu lumrah??? Emangnya kenapa??? Soalnya selama ini aku berusaha untuk mengerem sikap diri yang terlalu bernafsu untuk over exposure... aku menekan banyak hasrat diri tentang hal itu. Dalam tataran idealku, biarlah orang akan menilai eksistensi kita tanpa kita memaksakannya.

Aku pengin eksistensi dan keberadaanku dihargai dalam proses yang alamiah, tanpa aku memaksa orang mengakuinya. Lalu dimana salahnya??? Bukankah itu juga ide yang cukup bagus???

Yah mungkin sounds so good, but sometimes aku bisa sangat gelisah, dan hampir-hampir tak memaafkan diri sendiri, bila sedikit saja aku pikir aku terlalu maksa agar eksis. Bukankah menjadi eksis adalah hal lumrah??? Kadang juga berpikir begitu.

Tapi sisi lain, keinginan menjadi manusia yang sempurna. Sungguh sangat melelahkan diri sendiri. Kadang aku heran juga, terjerembab pada stres hanya karena hal-hal yang sangat sepele (kayaknya tak perlu diceritakan dalam forum ini, karena itu sangat memalukan).

Lalu apa yang seharusnya aku lakukan as human??? Tetap menjadi manusia pada umumnya yang bertingkah polah untuk mencari eksitensi, atau seharusnya aku hijrah menuju kepribadian ideal yang aku bayangkan???

Honestly aku masih berpikir, dan berdebat dengan diri sendiri. Gitu aja kok repot ya??? Yah itu juga merupakan bagian tak terpisahkan dariku, memikirkan hal-hal reme-temeh gak penting.


Yogyakarta, 191205

Wanita Oh Wanita

Masih seputar blog dari Jane Shalimar dan Sarah Azhari, cukup lucu sihhhhh membaca celaan-celaan mereka berdua yang tanpa ampun pada para seleb Indonesia. Bikin aku terhibur dan sedikit terkekeh-kekeh baca komentar mereka.

Hampir semua artis kondang kena deh celaan mereka berdua.Lalu aku jadi berpikir, kayaknya selama ini kalo orang mengatakan wanita membenci pria, atau bersaing dengan pria. Justru persaingan antarmereka lebih seru dan begitu sadisnya...

Tentu sering dong denger cewek-cewek SMU ngerjain adik kelasnya, atau mahasiswa deh ngerjain mahasiswa baru. Mereka benci banget tuh ama yang namanya anak-anak baru. Kira-kira kenapa??? Benarkah anak baru kecentilan??? Kayaknya kok enggak masuk akal ya.

Dugaan kuat justru karena para senior itu merasa gerah karena ada pesaing baru memperebutkan perhatian cowok. Jadi tahu alasan mengapa para junior dianiaya??? Karena mereka cantik titik!!!!!

Kadang lucu campur kasihan ngembayangi dunia para cewek-cewek ini. Orang pasti berpikir mereka sangat setiakawan dengan sesamanya. Tapi justru ngeliat cowok lebih solider, dan tidak terlalu tercium aroma persaingan.

Ehmmm tak terbayangkan menjadi para wanita. Kayaknya hidup selalu penuh dengan ketakutan, takut terlihat gendutlah, takut gak cantiklah, takut gak lakulah macem-macem dehhhh. Walhasil ujung-ujungnya saling mencela satu sama lain. Apalagi kalo orang lain lebih moncer pasti dicari aja kekurangannya buat dicela. Yang sebenarnya deep inside their heart, mereka hanya merasa iri...

Kalo aku melihat seseorang yang pintar mencela, semakin telanjanglah dihadapanku kalo mereka adalah orang yang gak pedean... apakah para wanita itu pernah terbersit pemikiran seperti ini???

Yang merasa dirinya wanita give comment please????


Yogyakarta, 191205

Agnes Memang Luarrr Biasaaaa

Mengapa aku bernafsu menulis tentang Agnes Monica??? Karena dalam sehari ini aku dicekoki dengan tiga liputan tentang Agnes. Pertama, profil Agnes di harian Kompas, kedua Agnes ternyata tengah diperbicangkan pula di milis marketing. Dan terakhir aku membuka blog dari Sarah Azhari dan Jane Shalimar yang mencelagaya dandan para artis, di sana pun Agnes kayaknya paling banyak dicela.

Ehmmm Agnes memang bikin heboh, dan sangat fenomenal. Banyak yang memuji, namun banyak juga yang mencela. Yah itu hal yang alamiah di dunia. Tapi terus terang aku sangat kagum dengan sosoknya.

Pertama karena dalam usia yang sangat muda dia mempunyai prestasi luar biasa. Dan prestasi itu dibangunnya dengan kerja keras, dan persiapan matang untuk setiap langkahnya.

Kedua umurnya mungkin terbilang masih sangat belia. Tapi cara berpikirnya sangat dewasa. Dia berpandangan jauh ke depan. Tentang gimana memanage diri dan karirnya. Di saat teman-teman sebayanya hanya mampu berpikir soal belanja ke mall, dan ngecengin cowok keren. Dia sibuk memutar otak, gimana caranya bisa go internasional.

Ketiga dia adalah salah satu dari sangat sedikit artis di Indonesia yang punya otak. Dia memberikan nuansa baru tentang dunia keartisan, menjadi artis bukan hanya mengandalkan tampang oke... Tapi harus didukung dengan otak yang encer agar bisa tetap bertahan di dunia selebritis yang sangat kejam. Karena bisa saja hari ini dielu-elukan, esok tinggal sejarah.

Keempat mendengar Agnes diwawancarai, atau membaca liputan wawancaranya, aku dibuat mendidih. Dia punya semangat yang gak pernah luntur. Dia sangat optimistik dan penuh gairah. What a wonderful person, isn’t she??? Aku jadi terpecut untuk bekerja lebih keras, agar mencapai lebih banyak hal.

Kelima wataknya yang keras, dan percaya diri sangat mirip dengan aku. Dia ingin selalu membuktikan pada orang-orang yang selama ini mengejek dan meremehkannya. Ia ingin bilang “Aku benar-benar bisa, karena aku akan berusaha keras, aku bukanlah pemimpi!!!!”

Aku sangat yakin targetnya menjadi penyanyi tingakt internasional tak akan lama lagi terwujud. Dengan semua talenta dan kerja keras yang dimiliki, apa sih yang tidak mungkin??? Hanya orang-orang yang syirik yang mencemooh harapannya. Bangsa ini membutuhkan orang-orang seperti ini, bukan hanya orang yang pandai mencemooh dan berkomentar.

Yogyakarta, 191205

Thursday, December 15, 2005

Bergulat Dengan Ketakutan

Pernahkah merasa ketakutan? Bagaimana seandainya itu benar-benar terjadi??? Sebuah mimpi buruk yang menyedihkan. Itulah pertanyaan yang menghantui belakangan ini. Yang membuatnya menjadi berat dan menakutkan, karena ini melibatkan banyak orang. Bila kegagalan hanya melibatkan diri sendiri aku tak pernah perduli, toh kegagalan adalah sahabat sejatiku. Dan aku tak pernah takut akan itu.

Namun bisakah membayangkan, bila kegagalan itu akan mengecewakan orang lain, terutama orang tua??? Oh tidakkkk, sama sekali aku tak bisa membayangkannya. Apalagi sih yang bisa aku lakukan selain membuat mereka tak kecewa. Apalah bakti yang bisa dilakukan seorang anak, selain memenuhi harapan beliau???

Kadang mungkin aku bisa terima, tapi bagaimana dengan orang lain??? Apa kabar dengan bapak yang memberikan harapan yang begitu tinggi??? Tegakah aku menghancurkan mimpinya???

Sebenarnya bapakku pun tak menuntut banyak, tapi secara moral aku merasa mempunyai tanggung jawab besar untuk mewujudkannya. Karena hanya itulah yang bisa diwujudkan sebagai tanda baktiku.

Apalagi saat ini Ibu telah tiada, bahkan ia belum sempat menikmati apa yang ia harapkan. Seandainya saat itu pun tiba, dia tak pernah akan menikmatinya. Dan pertanyaan itu semakin mengejar-ngejar dalam diriku.

Namun masih ada waktu untuk mempersiapkan semuanya, dan aku akan berusaha mewujudkan apa yang mereka harapkan. Seharusnya rasa takut itu kuolah menjadi energi maha dahsyat mewujudkan segala impian itu.....

Ibu aku berjanji atas namamu, yang saat ini entah berada dimana. Atau kau mungkin ada disampingku??? Aku akan mewujudkan impianmu, menjadi orang sukses. Yang kumiliki sekarang hanyalah Bapak, semoga ia masih sempat menikmati apa yang kudapat nanti. Oh Tuhan... tolonglah jangan mengambilnya secepat Kau memanggil Ibu, karena Bapak dan Ibu adalah obor dalam hidupku.

Merekalah yang membuatku selalu pantang menyerah, demi merekalah semua hal yang telah kudapatkan, dan akan kuperolah nantinya kupersembahkan Berikanlah kesempatan bagi Bapak untuk menikmati apa yang bisa kuberikan. Berilah aku kesempatan untuk mempunyai arti sebagai seorang anak.

Yogya, 151205

Susahnya Tetap Konsisten...

Semester ini aku mulia mendengar keluhan beberapa teman yang mengalami demotivasi. Merasa kuliah ini mulai membosanan, padahal mereka diawal begitu menggebu-gebu, dan sangat rajin.

Lalu terpikir lagi, begitu susahkah untuk konsisten??? Karena sepanjang sejarah, beberapa kali aku melihat kejadian serupa. Beberapa teman yang dulu begitu hebatnya saat SD tiba-tiba meredup saat masuk SMP, dan masih banyak cerita lainnya.

Untungnya Tuhan mengkaruniai aku dengan konsistensi, sejak SD memang prestasiku tak terlalu gemilang. Aku tak pernah diijinkan menjadi yang terbaik alias rangking 1. Aku tahu mengapa??? Karena aku mudah besar kepala, dan lupa diri. Karena Tuhan sayang padaku, aku hanya diijinkan paling banter rangking 2. Itu pun hanya sesekali, selebihnya rangking standar, yang penting masih sepuluh besar.

Namun disisi lain, Tuhan menganugerahiku konsistensi untuk berjuang, tanpa mengenal lelah. Aku masih saja penuh energi dari awal hingga akhir, yang mungkin jarang dimiliki orang lain. Dan selama ini aku tak terlalu menyadarinya.

Lalu mengapa aku terus bertahan, dan tetap bersemangat??? Jawabannya sangat sederhana, aku punya mimpi. Mimpi yang mengejar untuk dipenuhi. Kedua, aku bermental tahan banting, yang tak malu menyebut aku sering gagal. Buat apa merasa malu akan gagal, bila aku mengingkarinya berarti aku pengecut.

Dan ketiga, aku dikelilingi dengan banyak keterbatasan. Namun aku tak pernah malu dengan keterbatasan itu. Justru aku mencambuk diri sendiri untuk menjadi energi potensial agar terus berjuang adan berusaha. Walau terkadang ini pun membuatku bersedih, dan ingin melolong.

Tapi itu tak pernah lama, aku tak pernah akan mau mengasihani diri sendiri, karena aku bukan pengemis!!!!! Akhir kata, aku berkesimpulan. Tuhan tak menganugerahi aku apapun, selain satu “semangat”.

Hanya dengan itu pun, dunia akan berada dalam genggamanku.........


Yogya, 151205

Thursday, December 08, 2005

Asia Memang Tak Lepas dari Putaran Nasib

Masih berkaitan dengan cerita selama liburan, serial Korea yang aku tonton salah satunya adalah “Jewel in the Palace”, diangkat dari kisah nyata tentang perjuangan seorang dokter wanita pertama di Korea.

Tapi aku lebih tertarik untuk bercerita soal nasib. Ya... tentang perputaran nasib. Dalam serial ini diceritakan Jang Geum sebagai tokoh utama, telah diramalkan oleh seseorang yang pernah ditemui ayahnya akan menjadi orang yang akan berjasa menyelamatkan orang banyak.

Saat menonton adegan ini, aku teringat dengan novel “Samurai: Kastil Burung Gereja”, yang ditulis oleh novelis keturunan Jepang. Dengan benang merah cerita hampir sama, yaitu garis kehidupan pada dasarnya telah ditentukan. Lord Genji sebagai tokoh utama, berusaha menghindari nasib buruk yang dapat diliatnya di depan. Namun tetap saja tak bisa, karena itu telah digariskan.

Bagaimana dengan di Indonesia sendiri, jangan ditanya. Bukankah kita juga sangat percaya, semua ditentukan oleh perputaran nasib??? Sehingga apapun yang terjadi baik gagal atau sukses semua digantungkan pada kata “nasib”???

Asia memang unik, meski telah semodern Jepang pun mereka tetap percaya tentang alur nasib. Kesimpulannya modernisme tak ada hubungannya dengan persepsi tentang nasib. Ini lebih menyangkut pada budaya. Lalu mengapa Indonesia tak sehebat Korea dan Jepang???

Dari novel dan serial yang aku baca pun tampak. Orang Jepang dan Korea memang percaya nasib, tapi sebisa mungkin mereka berjuang mengubah segalanya menjadi lebih baik. Walau pada akhirnya selalu diakhiri dengan kemenangan suratan yang digariskan, namun paling tidak mereka telah mencoba sekuat tenaga.

Lalu apa kabar Indonesia??? Jangankan berjuang untuk berubah, yang ada hanyalah meratap dan menangisi, mengapa nasibnya begitu malang??? Dengan begitu, akan lebih mudah untuk mencari dalih atas semua ketertinggalan....

Bukankah begitu??? Coba tanyakan pada hati nurani kita masing-masing???


Yogyakarta, 051205

Asia Yang Simbolis

Seminggu yang lalu adalah liburan kuliah, yang menyenangkan sekaligus memusingkan, karena tak tahu apa yang harus dilakukan. Dan saat itulah aku punya kesempatan buat nonton tv.

Dan apa yang aku tonton kebanyakan adalah serial drama Korea. Lalu teringatlah sesuatu yang dari dulu ingin kutulis. Karya-karya film atau serial televisi Asia kalo dicermati dengan detil maka akan ditemukan kesamaan, yang membedakannya dengan karya Hollywood.

Dimananya??? Coba perhatikan karya besutan orang Asia baik itu Jepang, India atau Kore maka gaya pengambilan gambarnya banyak yang lamban, close up ke wajah para pemerannya, dan banyak adegan yang sangat khas Asia. Citarasanya sangat berbeda dengan gaya Hollywood.

Pesan yang disampaikan pun lebih simbolis. Biasanya melalui suatu benda tertentu, pesan itu disampaikan. Sementara Hollywood biasanya lebih lugas, dan tak bertele-tele.

Inilah yang membuat aku lebih menyukai serial drama Asia, bukan karena karya Hollywood tidak bagus. Bukan juga menyangkut sentimen anti Amerika. Ini masalah kedekatan budaya. Kesamaan cara berpikir, dan melihat sesuatu.

Karena tak bisa dipungkiri film ataupun drama memotret kondisi sosial masyarakat di sekitarnya. Tempat dimana karya itu dibangun, dan diwujudkan. Simbolisme yang implisit, kesan sendu, dan nuansa kebersamaan seakan merupakan bagian dari kehidupan yang sangat dekat.

Dengan menonton serial drama itu, aku seperti sedang mendalami diriku sendiri. Bukan sedang berimajinasi tentang sesuatu yang asing, sebuah pola pikir dan konflik yang tak bisa kubayangkan. Apakah Anda berpikiran sama???


Yogyakarta, 051205

Monday, December 05, 2005

Memoar Tentang Ibu

Ibu aku melihat bayangmu di balik semburat kaca
Kala itu hujan rintik kaca berembun
Napasmu membentuk embun
Hanyalah lembaran tangan saling berpatri
Ibu... aku ingin menembus waktu memelukmu
Mengatakan sesuatu yang belum terucap
Aku berteriak memohon...
Kudobrak sekuat tenaga
Namun tak mungkin kita terhubungkan
Kau hanya menatap dalam sendu
Rautmu kosong hanya menggeleng
Kau pun berlalu gontai menembus kelabu
Kecipak air menghantarmu
Tak perdulikah kau akan jeritku???
Dan lemas persendian lututku???
Ibu banyak budi yang belum terbalas
Mengapa kau tlah pergi???
Aku hanya ingin menitipkan semangkuk madu
Serta sepenggal roman
Sebagai bekal perjalanan panjangmu
Namun itu tak akan pernah mungkin lagi....
Kita tlah dipisahkan gelombang ruang dan waktu
Buraian air mata hanyalah simbolisasi
Yang tak akan pernah menggantikan
Kerinduanku akan Ibu....

Yogyakarta, 041205