Thursday, March 09, 2006

HSBC Berselera Lokal

Belakangan ini cukup menarik mengamati iklan terbaru HSBC. Mengapa menarik??? Karena iklannya sesuai dengan janjinya sebagai bank internasional berselera lokal. Iklan terbarunya menyampaikan dua hal pokok yang sangat khas Indonesia, oleh-oleh dan foto keluarga.

Iklan ini mempunyai benang merah yang sama dengan iklan sebelumnya. Keduanya mengangkat tema, betapa eratnya kekeluargaan ala Indonesia. Aku pikir iklan ini akan segera menyedot perhatian penonton Indonesia, seperti sebelumnya.

Permasalahannya, membuat iklan seperti itu, bukanlah perkara gampang. Dibutuhkan riset mendalam, untuk mengangkat sesuatu yang dekat dan mengena. Ironisnya, itu justru berhasil ditangkap dengan baik oleh orang lain, bukan kita sendiri.

Masih ingatkah Anda dengan iklan-iklan Unilever??? Mengapa iklannya sering kali menyedot perhatian kita, alasannya sama. Iklan itu sangat “kita”. Kalo Anda sedikit lebih teliti, banyak iklan Unilever mengangkat tema hubungan mertua dan menantu. Di mana di Indonesia, ini isu abadi. Ingatkah Anda dengan iklan Ponds, Royco atau Surf??? Ketiganya pernah mengangkat versi ini, dan ketiganya menjadi buah bibir di masyarakat. Bahkan iklan Surf saat itu, dibuat berseri...

Lalu apakah hanya orang “luar” yang mampu menyuguhkan yang “kita” banget??? Sebenernya nggak juga, ingatkah Anda dengan Bajaj Bajuri, Si Doel Anak Sekolahan, atau Arisan??? Semuanya mengangkat tema yang gak neko-neko. Sesuatu yang tidak kita sadari terjadi di sekitar kita. Makanya jangan heran bila ketiganya pun meledak di pasaran.

Jadi sebenarnya tidak tepat juga, bila katanya orang Indonesia suka yang kebarat-baratan.... Buktinya yang sangat lokal pun bisa menjadi hits dan sukses luar biasa. Permasalahnnya adalah bagaimana menggali selera kelokalan itu sendiri. Bagaimana mengenali diri kita sendiri???

Ini memang menjadi suatu tantangan. Karena bagaimana mungkin kita tahu ada sesuatu yang unik dari diri kita sendiri, kalo kita tak pernah lepas dari pergaulan yang itu-itu saja??? Seseorang yang berada di komunitas yang sama dari lahir ceprot ampe liang kubur, jelas tidak akan pernah bisa melihat sesuatu yang spesial. Dianggapnya di manapun keadaannya ya sama.

Makanya tak heran, bila orang luar lebih lihai mengeksploitasi keunikan-keunikan itu. Karena mereka datang dengan kaca mata yang berbeda, dengan budaya yang berbeda. Sehingga dengan mudahnya mereka menangkap adanya perbedaan serta keunikan yang bisa diangkat.

Kedua, kita tidak terbiasa untuk mengenali diri sendiri. Kita tidak terbiasa mencari tahu siapa sih aku ini??? Aku maunya apa sih??? Budaya kita memang tidak mengajarkan untuk tidak berkehendak. Semuanya diatur oleh orang tua dan keluarga. Kita hanya ngikut saja kata orang. Jadi jangan heran, bahkan seorang yang sudah dewasa sekalipun, bila ditanya apa yang dia mau, tetap saja akan kebingungan mencari jawaban.

Yogyakarta, 100306

No comments: