Thursday, March 16, 2006

Little Bandung in Yogya

Beberapa minggu belakangan ini, aku sering makan di salah satu warung bubur kacang ijo dan indomie dekat kosan. Karena ada nuansa lain disana. Sepertinya aku sedang tidak di Yogya, tapi di Bandung. Semuanya mengingatkanku akan Bandung, mulai dari menunya yang terdiri indomie rebus, bubur kacang ijo, sampe bubur ayam plus yang lebih khas lagi pisang aroma.

Nostalgia tidak hanya berhenti sampe di situ. Penjualnya pun ternyata orang Sunda, yang selalu berbahasa Sunda. Herannya lagi pengunjungnya pun kebanyakan mahasiswa dari Jawa Barat. Karena mereka pun berdialog dalam bahasa Sunda.

Lalu aku mengambil kesimpulan, seseorang di rantau akan sangat alamiah bila membangun komunitasnya di tempat baru. Komunitas untuk sekedar mengenang dan melepas kerinduan akan kampung halaman. Lihatlah bangsa-bangsa yang terkenal sebagai perantau seperti Cina dan India, pasti akan membentuk komunitasnya di manapun mereka berada. Misalnya di medan ada kampung Keling, yang merupakan komunitas orang India. Di berbagai sudut dunia, pasti terdapat China Town tempat berkumpulnya kaum China perantauan.

Berkumpul dengan sesama etnik sah-sah saja. Dengan berkumpul bersama, maka akan selalu teringat tempat asal. Mempererat rasa persaudaraan, dan menentramkan hati, karena merasa tak sendiri.

Tapi ini juga terkadang membawa dampak buruk. Komunitas yang terpusat memberikan kesan eksklusif. Mereka hanya bergaul dengan komunitas terbatas, menimbulkan kecurigaan bagi lingkungan sekitarnya. Padahal mereka adalah tamu yang seharusnya menghargai budaya lokal.

Memang tak pernah mudah, berada di lingkungan baru, di mana kita menjadi sosok asing. Selalu terjadi tarik-menarik dan konflik batin dalam diri sendiri, untuk tetap mempertahankan identitasnya sebagai etnik tertentu, atau melebur dengan masyarakat sekitar yang mungkin mempunyai sistem nilai berbeda.

Maka tak mengherankan bila banyak sekali para penulis yang merupakan para perantau di negeri asing, menulis hal ini. Persoalan kebingungan identitas, keterasingan diri, kerinduan akan tanah air. Ini adalah persoalan yang sama, yang melintasi budaya apapun.

Tapi bukankah, berpindah ke negeri lain merupakan pilihan atas kehendak pribadi apapun alasannya??? Oleh karena itu semua konsekuensi harus diterima dengan lapang.


Yogyakarta, 160306

No comments: