Friday, November 30, 2007

Pekerja Bukanlah Mesin Produksi...

Ada sebuah wacana yang menarik, benarkah pekerja hanya mesin produksi??? Hari gini masih berpandangan seperti itu??? Bersiaplah ditelan jaman. Karena saat ini pekerja lebih pintar, dan tahu akan hak-haknya. Oleh karena itu, jangan pernah menganggap pekerja hanyalah mesin tak berperasaan yang bisa diperas, dan dimaksimalisasi, lalu dibuang setelah tak dibutuhkan.

Ini adalah era dimana pekerja mempunyai kebanggaan yang tinggi, dan tahu berapa mereka pantas dihargai. Dan ingat penghargaan bukan hanya masalah uang, tapi juga penghargaan lainnya, misalnya pengakuan, apresiasi, dan perlakuan layaknya manusia yang mempunyai harkat, dan martabat.

Orang-orang yang mengalami frustasi karena diperlakukan secara tidak baik, bukan hanya akan meninggalkan perusahaan. Tapi mereka dengan kekuatannya, mampu menggoyahkan jalannya perusahaan.

Maka berhati-hatilah menjadi seorang manajer. Anda dituntut untuk menjadi seorang pemimpin yang dihormati, dan didengar. Bukan hanya seorang manajer yang ditakuti. Karena penghormatan membuat orang menjadi loyal, tapi ketakutan kadang akan menyulut dendam, dan anarkisme.

Jadi sapa bilang jadi pemimpin itu gampang???


Jakarta, 30 November 2007
Morning with Reflection

Thursday, November 29, 2007

Cewek Selera Bule dan Pemasar...

Semuanya berawal, saat aku dan seorang teman, berpapasan di eskalator sebuah mall dengan seorang bule bersama teman ceweknya. Temanku menggelengkan kepala, merasa heran dengan cewek yang dipilih Si Bule. "Tipe kayak gitu banyak Mas di kampung".

Semua orang Indonesia mungkin juga akan berpikir hal serupa. Cewek selera bule selalu diidentikkan dengan wajah kampungan yang tidak dianggap cantik untuk standar Indonesia. Lalu apa hubungannya dengan pemasar?

Menurut aku, ini adalah contoh paling ideal bagaimana seorang pemasar harus mengenali selera pelanggannya, bukan selera dia sebagai pemasar. Karena konsumen terkadang punya persepsi, dan standar yang berbeda dengan kita sebagai pemasar.

Oleh karena itu mengapa pemasar perlu melakukan riset, tentang apa sih yang sebenarnya dibutuhkan oleh konsumen potensialnya. Jangan sampe kejadian orang Bule dikasih cewek "cantik" berwajah Indo, yang menurut mereka jelas gak menarik.

Jadi aku agak kawatir bila seorang pemasar, membuat konsep atau meluncurkan produk berdasarkan mood dan seleranya, bukan fokus pada apa yang diinginkan konsumennya. Entahlah, aku sendiri masih sangat hijau di dunia pemasaran...


Jakarta, 291107
Awali Hari dengan Semangattt

Tuesday, November 27, 2007

Pahlawan Baru Bernama Andrea Hirata...

Hari Minggu (251107), aku datang di acara diskusi buku Laskar Pelangi yang ditulis Andrea Hirata di Toko Buku Gramedia Matraman. Hmmm, ternyata sambutan dan antusias penggemar buku ini luarrrr biasa, ruangan yang besar dan megah itu pun terasa sempit. Karena semua penggemar Laskar Pelangi tumpah ruah. Mungkin sekitar 300-500 orang hadir di sana.

Hal ini tentunya sangat membanggakan, dibalik keprihatinan dan kegundahan kita bahwa minat membaca Bangsa ini yang sangat rendah. Dan yang lebih menggembirakan lagi, para penggemarnya ternyata sangat beragam. Dari anak-anak SD, hingga orang tua. Dari kelas menengah bawah, hingga kelas atas.

Bisa dibilang buku ini memang sensasional. Aku membacanya jauh sebelum buku ini meledak seperti sekarang. Aku telah membaca bukunya sekitar setahun yang lalu. Saat pertama kali buku itu muncul di toko buku. Aku membaca ringkasan cerita di sampul belakang, lalu menangis terharu karena cara bertuturnya yang menyentuh. Dan aku memtusukan buku ini wajib dibeli.

Dan tak kusangka, buku ini menuai histeria yang begitu luarr biasa dari pecinta buku di Indonesia. Buku ini mungkin datang di saat yang pas. Ketika masyarakat dilanda keputusasaan menjalani kehidupan yang serba semrawut dan susah... Andrea hadir dengan memoarnya, melawan berbagai keterbatasan untuk mengejar cita-cita. Dan akhirnya ia mencapai pucak kesuksesan, dan ini membangkitkan inspirasi bagi orang-orang yang ingin sesukses Andrea.

Salut buat Andrea, dengan posisinya sekarang yang punya banyak pengagum. Dia tetaplah seorang pribadi yang rendah hati, dan menganggap dirinya hanyalah orang udik. Aku pikir ini adalah nilai jual yang sangat penting untuk personal branding.

Konsumen Indonesia selalu mengidolakan orang-orang yang rendah hati. Apalagi ia adalah seorang David yang tertindas, yang mampu mengalahkan Goliath. Sebuah epik yang bukan hanya disukai oleh pembaca, tapi juga media karena punya nilai jual yang tinggi.


Jakarta, 271107
In The Mornin Light...

Friday, November 23, 2007

Saat Harus Memilih...

Yayaya, kadang kita dihadapkan pada pilihan yang sulit. Apakah kita harus meninggalkan zona nyaman yang ada saat ini??? Saat semuanya lebih mapan, enak. Sementara ada sebuah pilihan lain, dimana akan sedikit merugikan untuk jangka pendek, tapi bila berjuang dengan keras, akan sangat menguntungkan di masa depan.

Lalu aku harus memilih yang mana? Sebagai manusia yang rasional, tentu saja akan memilih yang sekarang. Toh semua sangat nyaman dan stabil, mengapa harus mencari yang rumit?

Tapi di sisi lain, aku berpikir. Mengapa tidak mengambil tantangan ini??? Ini tentunya sangat seksi dan menggairahkan... Aku selalu ingin tantangan baru, dan tampaknya pilihan lain ini akan mendorongku untuk melesat lebih maju lagi.

Entahlah sepertinya aku seperti biasa akan mengambil tantangan ini... tapi belum tahu juga. Masih ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan, dan butuh pertimbangan yang lebih matang. Semoga aku bisa berpikir dengan lebih jernih.


Jakarta,231107
Selepas Sore Hari...

Thursday, November 22, 2007

Kompas, Koran Tempo, dan Ribu-Ribut Busway...

Beberapa hari yang lalu ribut-ribut dan polemik soal Busway begitu hangat, di tengah Jakarta yang mulai dingin karena musim hujan. Ada yang menarik disini, bahwa ternyata liputan dari kedua koran besar nasional mengenai isu ini hampir bertolak belakang.

Kompas beberapa kali mengangkat tema Busway sebagai biang kemacetan dimana-mana. Semua persoalan kemacetan ditumpahkan ke proyek ini, dan pemerintah yang tidak mendengarkan keluhan masyarakat soal makin parahnya kemacetan akibat proyek ini.

Di sisi lain, Koran Tempomengangkat isu ini, dengan pemberitaan yag lebih berimbang. Koran Tempo melihat, memang terjadi kemacetan akibat proyek ini. Tapi Busway adalah solusi terbaik saat ini, sebelum Jakarta macet total!!!

Dan yang lebih menarik lagi, Koran Tempo menurunkan berita tentang demo masyarakat yang mendukung pemerintah DKI untuk meneruskan proyek Busway. Dan tampaknya berita ini tidak muncul di Kompas.

Pertanyaan berikutnya, ada apa dengan Kompas??? Apakah Kompas memang menyuarakan hanya apa yang ingin didengarkan para pembacanya??? Karena dalam asumsi aku, pembaca Kompas adalah kelas menengah atas profesional yang mapan baik secara intelektual maupun ekonomi, yang tentunya menjadi korban kemacetan proyek Busway. Dan mereka tentunya didominasi golongan yangyukkkk menggunakan kendaraan pribadi.

Pelajaran kedua yang menarik adalah, ternyata betul sekali peran media sangat penting dalam membentuk opini publik. Dan media sekali lagi tidak pernah bebas nilai. Walaupun selama ini Kompas dianggap sebagai media nasional yang paling kredibel dan independen.

Akhir kata, aku perlu menegaskan bahwa aku adalah pembaca Kompas dan Koran Tempo. Namun lebih menyukai Koran Tempo, dengan berbagai alasan yang pernah juga aku tuliskan di blog ini. Di sisi lain, aku adalah pengguna Busway sebagai sarana transportasi favorit. Oleh karena itu sekali lagi mesti ditegaskan, jelas tulisan ini tidak bebas nilai!!!


Jakarta, 221107
Jam Makan Siang...

Thursday, November 15, 2007

Jaman Boleh Beda, Tapi Kita Tetap Doyan Rumpi...

Aku lupa dari mana sumbernya, berdasarkan sebuah hasil penelitian tentang penggunaan internet di Indonesia, situs paling populer di Indonesia adalah kaskus, diikuti oleh friendster.

Ini seperti mengingatkan kembali diskusi seru di kelas Consumer Behaviour Analysis, sewaktu kuliah di MM UGM. Waktu itu aku bilang, jaman boleh berganti, teknologi mungkin makin canggih. Tapi sifat dasar orang Indonesia yang doyan bersosialisasi tidak mengalami perubahan yang mendasar.

Perubahan hanya terjadi pada medianya. Kalo jaman dulu orang Indonesia, hobi ngumpul di beranda atau pos kampling. Di beberapa daerah lain, warung kopi adalah tempat untuk berkumpul, misalnya di Aceh.

Lalu kemudian, masyarakat perkotaan yang lebih modern mulai mengenal mall dan kafe. Maka tempat-tempat tersebut menjadi arena bersosialisasi berikutnya. Nah jaman yang semakin maju, dan orang-orang yang makin sibuk ternyata tidak mengubah perilaku secara mendasar.
Kedatangan internet menjadikannya sebagai media baru untuk sosialisasi. Warung kopi siskampling, atau kafe, berubah wujud menjadi kapling-kapling forum diskusi untuk menyalurkan hasrat rumpi.

Makanya tidak heran bila kaskus yang merupakan forum diskusi yang membahas segala hal, dan juga friendster yang merupakan ajang pamer dan sosialisasi, sangat populer di Indonesia. Ini sangat berbeda dengan konsumen Barat yang lebih individualis, mereka menggunakan internet untuk mencari informasi untuk berbagai keperluan.


Jakarta, 151107
Lagi tugas di luar kantor...

Wednesday, November 14, 2007

Toko Online di Indonesia, Efektif kah????

Pertanyaan ini tiba-tiba muncul dibenakku, saat beberapa hari yang lalu aku browsing di internet untuk cari info soal harga HP. Jadi kepikiran, alangkah malangnya mereka seandainya semua konsumen seperti aku. Cari informasi dan harga di ineternet, belinya di outlet dunia "nyata".

Dan aku pikir pasti banyak sekali konsumen Indonesia yang seperti aku. Alasannya, pertama tidak banyak orang yang punya akses ke internet. Kedua, orang Indonesia masih belum terlalu percaya dengan keamanan berbelanja di internet. Ketiga, orang Indonesia tidak terbiasa melakukan pembelian secara individual, mereka sangat butuh nasehat dan penilaian orang lain.

Keempat, tidak banyak konsumen Indonesia yang begitu sibuknya sehingga harus membeli via online. Kelima, orang Indonesia lebih ingin mempertontonkan pada orang lain saat dia menenteng produk yang dibeli. Karena itu memberikan kepuasan tersendiri.

Keenam, bagi orang Indonesia berbelanja itu merupakan bagian dari rekreasi. Untuk yang satu ini, aku ingat masa kecil di Sorong yang gak banyak hiburan, tiap hari Minggu kita sekeluarga pergi ke pasar tradisional untuk beli sayuran dan segala kebutuhan lainnya, sekaligus rekreasi.

Saat ini setelah pindah ke Solo, tentunya berbelanja tetap bagian dari ritual rekreasi tapi tempatnya berpindah ke mall. Maknya jangan heran bila di Indonesia, pengusaha berlomba-lomba membuat mall.

Jakarta, 141107
Malam yang Dingin...

Thursday, November 08, 2007

Sendokgarpu.com, dan Pentingnya Mengenal Karakter Konsumen...

Beberapa waktu yang lalu, berkat kunjungan ke blognya Pak Nukman, jadi tahu yang namanya Sendok Garpu.
Ternyata memang situs sendokgarpu sangat bagus dari sisi desain, dan juga sangat inovatif dalam menarik hati konsumen Indonesia.

Alasannya, pertama Sendok Garpu menyediakan forum bagi pengunjung untuk saling berbagi satu sama lain. Kedua, setiap pengunjung bisa memasang fotonya di sana. Konsumen Indonesia pastinya senang sekali dengan ide ini. Karena sebagai masyarakat yang gemar bersosialisasi, pamer pada orang lain adalah hal yang wajib.

Ketiga, setiap orang dimotivasi untuk memberikan komentar terbanyak, karena akan ada pemeringkatan komentator terbanyak yang akan dipajang di halaman depan situs web, dan juga dapat hadiah. Di sisi lain, di alam bawah sadar orang Indonesia, selalu ingin aktif berkomentar, karena ingin orang lain tahu, bahwa ia sudah mencoba berbagai restoran, disamping motivasi lain, untuk berbagi.

Salut deh buat mas Sastro yang udah mengembangkan situs ini. Situs yang baru akan berulang tahun pertama pada 4 Desember ini, tampaknya sudah cukup dikenal di kalangan pecinta kuliner. Ini menunjukkan usaha dan kerja keras yang dilakukan Mas Sastro sebagai orang dibalik situs ini memang tidak sia-sia.

Selamat dan sukses untuk Mas Sastro. Indonesia butuh orang-orang muda yang hebat seperti Anda. Dan ditunggu inovasi-inovasi selanjutnya, agar situsnya makin dikenal.


Jakarta, 081107
Sore yang Cerah...

Tuesday, November 06, 2007

Generasi Muda Baca Koran Tempo...

Kali ini aku tertarik menulis soal Koran Tempo. Jujur saja aku adalah pelanggan loyal Koran Tempo, dibandingkan Kompas. Pertama, aku suka dengan gaya bahasanya. Kedua, karena bentuknya yang ringkas. Ketiga, topik yang diangkat pas banget dengan seleraku. Sesuatu yang gak biasa, sesuatu yang keren ajah menurut aku. Misalnya rubrik hari minggu, mengangkat rubrik profesi-profesi yang langka, dan unik khas urban.

Namun aku sekarang tertarik untuk membahas lebih mendalam dari sisi pemasaran. Koran Tempo sangat cerdas, dan konsisten membidik kaum intelektual muda terutama mahasiswa perkotaan. Ini bisa dilihat dari rubrikasinya yang banyak memuat info seputar kegiatan mahasiswa, dan suara mahasiswa. Info kegiatan kampus juga banyak ditemukan disini.

Dari strategi distribusi, aku juga ingat. Saat aku kuliah dulu, Koran Tempo di kampus-kampus dijual dengan harga khusus Rp. 1000,00. Jauh dari harga yang tertera, yang pada saat itu Rp. 2.300,00. Sebagai mahasiswa yang duitnya terbatas, kehadiran koran dengan harga yang murah tentunya gak akan ditolak dong???

Hal lainnya, Koran Tempo selalu menjadi yang terdepan dalam hal inovasi. Misalnya, dari segi desain dan ukuran sudah beberapa kali mengalami perubahan. Hal ini kan sangat mencerminkan jiwa muda, yang selalu menginginkan perubahan, dan anti kemapanan. Dan kita tentunya menjadi saksi bagaimana koran sebesar Kompas tergopoh-gopoh untuk mengubah gaya bahasa, desain, dan ukurannya menjadi lebih kecil.

Ini berarti, Koran Tempo berhasil dipersepsikan sebagai korannya generasi muda, sehingga Kompas merasa perlu berbenah biar tidak dianggap koran yang tua dan membosankan.

Strategi menyasar mahasiswa menurut aku ide yang cerdik. Ini memang strategi jangka panjang, karena diharapkan para mahasiswa ini nantinya akan loyal dengan Koran Tempo walaupun bukan lagi berstatus mahasiswa. Alasan kedua, mahasiswalah yang mempunyai budaya membaca yang lebih dominan dibandingkan kelompok lainnya.

Hanya tinggal menunggu momentum, hingga Koran Tempo akan menjadi pesaing terkuat Kompas. Seperti halnya Yamaha, yang mampu menyalip Honda sebagai produsen motor terbesar di Indonesia.


Jakarta, 061107
Menjelang Sore...