Thursday, July 20, 2006

Monochronic VS Polychronic Time

Pelajaran tini aku dapatkan saat mempelajari Global Marketing. Intinya adalah karakteristik kebudayaan tertentu di mana orang-orangnya tepat waktu, dan menganggap waktu adalah uang (Monochronic), sementara Polychronic mengacu pada kebudayaan masyarakat yang menganggap waktu itu harus dinikmati, tidak perlu terburu-buru. Ya sederhananya jam karetlahhhh. Dan itu ternyata berlaku bukan hanya bagi orang Indonesia, beberapa kebudayaan lain juga sama kayak Indonesia, misalnya Arab, orang-orang Latin.

Mengapa tiba-tiba pengin nulis ini karena baru aja aku menjadi ketua panitia kegiatan. Dan ternyata polychronic itu emang bener bangetttt. Ya gak kaget kalo kita suka telat. Tapi aku kayak merasa gak nyaman aja dengan sistem ini (That’s why some of my friends say that my thinking is so Western).

Beberapa rapat yang dilakukan molorya minimal sejam, makin lama aku jadi ikutan juga molor. Walaupun sebenernya aku molor karena berbagai hal yang sangat mendesak, dan tidak bisa ditinggalkan, dan bukan karena disengaja.

Lalu setelah rapat selesai temen-temen yang lain tampaknya masih bisa santai ajah untuk menikmati ngobrol-ngobrol. Aku sering kali yang pertama meninggalkan tempat, karena aku mikir masih banyak hal lain yang harus dilakukan...

Tadi pagi saat kegiatan dilaksanakan, kami juga sempat molor beberapa saat. Aku udah cukup panik takutnya pesertanya udah pada nunggu. Ternyata eh ternyata mereka juga belum pada datang. Jadi emang telah terjadi terlambat berjamaah, ya akhirnya cukup lega juga sih ternyata gak telat-telat amat datang ke sananya. Tapi kan sayang beberapa jam waktu yang telah terbuang???

Jadi kepikiran apakah aku sudah begitu asingnyakah, dengan gaya keindonesiaan??? Pada beberapa bagian emang iya. Terutama untuk beberapa kebiasaan yang menurut aku emang gak bagus, dan harus ditinggalkan.

Tapi satu hal yang aku pelajari, aku gak bisa memaksakan kehendakku untuk memulai segalanya tepat waktu, dan sesuai jadwal. Ada kebiasaan dan kultur yang terlalu mendarah daging. Ini menjadi pelajaran penting ketika aku terjun dalam berbisnis, bahwa ada berbagai tipikal orang yang harus aku hadapi, dan aku harus belajar beradaptasi dengan mereka bila ingin sukses.

Hal ini pastinya sangat penting, hingga buku teks sekolah bisnis pun merasa perlu untuk memasukkan pengetahuan tentang hal ini. Akhir kata, belajar untuk mengerti dan memahami keadaan adalah hal terpenting untuk membuat kita menjadi lebih bijak memandang sesuatu.

Yogyakarta, 160706

No comments: