Tuesday, May 06, 2008

Dunia yang Damai Ketika Hidup Tanpa Prasangka...

Benarkah kedamaian dimuka bumi ini adalah sesuatu yang mustahil??? Banyak sekali wacana yang telah dimunculkan, banyak sekali usaha telah dilakukan. Kaum liberal berusaha mewujudkan obsesi tentang perdamaian dunia yang abadi melalui Liga Bangsa Bangsa (LBB), setelah meletusnya Perang Dunia I.

Ternyata para penggagasnya mungkin tertunduk dalam frustasi karena lembaga itu hanya bertahan beberapa saat, lalu runtuh akibat Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia II, kaum Liberal masih belum putus asa, maka dibangunlah Perserikatan Banga Bangsa yang masih kukuh hingga saat ini, namun apakah ini bisa meredam peperangan? Ternyata tidak!!!

Peperangan masih saja terjadi, walaupun belum memuncak pada seperti halnya dua Perang Dunia sebelumnya. Lalu pertanyaannya apa sih penyebabnya manusia berperang? Ada pendapat yang mengatakan, perang diakibatkan dunia yang terlalu maskulin. Penguasa yang didominasi pria, membuat peperangan terus terjadi. Karena pria dianggap lebih suka menyelesaikan sesuatu dengan kekerasan.

Ada juga yang berpendapat perang diakibatkan ketamakan atau sumber daya yang terbatas. Alasannya? Manusia menjadi agresif ketika dia harus berebut sebuah sumber daya yang terbatas. Penjajahan Eropa ke Asia dikarenakan terbatasnya pasokan rempah-rempah yang mereka butuhkan.

Lalu apa lagi lainnya? PRASANGKA, yayaya ini juga menjadi penyebab yang paling menyedihkan dari hancurnya peradaban. Seringkali kita terlibat dalam konflik hanya dikarenakan kita mempunyai prasangka buruk.

Perbedaan cara pandang, kebiasaan dan lainnya sering kali berujung pada permusuhan dan peperangan. Indonesia beberapa kali mengalami pertumpahan darah antaretnis karena terjadinya prasangka.

Prasangka akan membakar hati kita, lalu bertemu dengan orang yang merasa senasib. Dan muncullah sikap agresif, yang berujung pada kekerasan. Padahal prasangka itu seharusnya bisa dicegah, kalau ada suatu dialog.

Prasangka muncul karena adanya sumbatan dalam komunikasi. Dan sering kali kita sama-sama tidak tahu bagaimana memulai berdialog dengan orang lain yang berebeda. Kita terkadang merasa diri paling benar, sementara orang lain juga merasa serupa.

Inilah saatnya untuk mampu membuka telinga, belajar mendengar baru berkomentar. Saatnya berempati pada orang lain, baru menuntut untuk dimengerti. Alangkah indahnya dunia ini, apabila semua orang mempunyai sikap seperti ini. Lagi-lagi ini sebuah utopia. Tapi sebuah pergerakan dimulai dari ide, lalu menyebar dari individu ke individu, maka efek bola salju akan bergulir. Begitulah dunia berubah, melalui sebuah langkah yang sederhana...

Jakarta, 060508
I Wish I Can be A Wise Man...

2 comments:

Anonymous said...

wise man? ah, thats my real name, hihihi ...

tuhu said...

Hehehe, Ndoro bisa ajah nich...