Monday, November 20, 2006

Children Purchasing Power


Masih seputar cerita nonton bioskop kemarin Kali ini analisis dari sudut pemasaran. Honestly, kemarin aku terkaget-kaget karena banyak yang datang menonton Denias adalah anak-anak. Mungkin Anda berpikir, ahhh itu mah biasa. Ya memang biasa, tapi menjadi tidak biasa ketika mereka datang bergerombol bersama teman-temannya. Sementara mereka paling berumur sembilan hingga dua belas tahun. Ya.., ini berarti mereka masih duduk di bangku SD.

Tampang-tampang meraka masih sangat imut-imut khas anak-anak. Dan itu bukan hanya segerombol, tapi ada beberapa gerombol aku pikir ini sangat luarrr biasa. Karena ternyata generasiku dan generasi mereka yang tidak terlalu beda jauh, menunjukkan perubahan perilaku yang besar.

Zaman aku seumuran itu, kayaknya tidak ada yang berani bepergian sendiri, apalagi ini nonton bioskop. Aku hanya mengenal musim main kelereng, main kartu, main layangan.

Anak-anak sekarang tampaknya lebih independen, hal ini didorong karena orang tua mereka yang semakin sibuk sehingga semenjak kecil mereka terbiasa ditinggal sendiri.

Alasan kedua, zaman dulu mana mungkin anak seumuran itu punya uang jajan cukup banyak untuk membeli tiket bioskop. Bayangkan tiket bioskop 21 di Ambarukmo Plaza adalah Rp. 20.000,00, jadi bisa diperkirakan kira-kira berapa ribu uang jajan harian mereka.

Ini menunjukkan ternyata anak-anak saat ini memang pasar yang sangat potensial. Mereka mampu mengambil keputusan sendiri tentang apa yang akan mereka konsumsi. Mereka juga mempunyai cukup banyak uang untuk membeli produk yang mereka suka.

Anak-anak sekarang tumbuh dewasa lebih cepat dibanding generasi sebelumnya. Sehingga tidak mengherankan bila banyak sekali pemasar yang menyasar anak-anak, atau menggunakan anak-anak sebagai infulencer dalam pembelian suatu produk.

Tentu saja, ini lebih banyak terjadi pada anak-anak kelas menengah atas. Di mana orang tua mereka biasanya sibuk bekerja, sehingga uang dan materi menjadi kompensasi akan waktu yang mereka habiskan di luar rumah. Boleh dikata, apa pun mau si anak, asal mereka senang pasti akan diberikan.

Kedua, keluarga kelas menengah atas biasanya mempunyai jumlah anak yang sedikit, tidak lebih dari dua orang. Perhatian dan materi yang mereka berikan tentunya juga menjadi lebih besar porsinya bagi masing-masing anak.

Yogyakarta, 201106

No comments: