Monday, November 20, 2006

Tunggu Denias Sekolah Mama…

Ini adalah penggalan dialog film “Denias”, ketika ia menangis tersedu-sedu dihadapan mayat ibunya. Kontan saja, aku tak sanggup mencegah lelehan air mata yang berhamburan. Aku teringat kembali saat-saat terakhir aku melihat ibuku terbaring lemah menahan sakit…

Yayaya, mungkin peristiwa ini telah berulangkali kutulis di blog ini. Tapi rasanya aku tak pernah puas, dan ingin terus menuliskannya. Karena itu adalah momen yang tak akan pernah aku lupakan dalam hidup...

Saat di mana aku akhirnya merelakannya untuk pergi selamanya... Saat aku benar-benar ikhlas melepas beliau, karena aku tak tahan lagi melihat penderitaan yang harus ditanggungnya. Dan tak lama kemudian beliau menghembuskan napas terakhir...

Aku seperti halnya Denias, hanya menginginkan hal sederhana. Aku ingin ibuku menanti hingga aku menamatkan masterku. Aku ingin beliau ada saat aku merayakan kemenangan itu. Tapi apa mau dikata. Takdir tak mungkin dilawan. Beliau telah berjuang sekuat tenaga, tapi kuasa Tuhan berkata lain.

Lalu seperti halnya Denias, aku melalui satu tahun belakangan ini dengan penuh semangat menyelesaikan kuliahku demi Ibu. Denias berkata, ia ingin bersekolah demi Sang Ibu di Surga. Aku pun sama, aku bersemangat menyelesaikan kuliahku demi Ibu.

Karena Ibu bercita-cita agar anaknya sukses dan jadi ”orang”. Ibu kini sebagian impianmu telah tercapai. Namun perjalanan masih panjang. Impian Ibu melihatku menjadi ”orang”, masihlah jauh. Banyak jalan terjal yang harus kuhadapi di depan Ibu...

Tapi demi mengingatmu, aku akan tetap bersemangattt!!! Walaupun aku harus berdarah-darah, dan seberapapun mahalnya biaya kesuksesan itu, aku rela membayarnya demimu Ibu... Di saat aku lelah, dan linglung, kala aku kehilangan semangat, maka aku akan mengingatmu...

Kata-kata yang terus kau ucapkan saat kita berbicara berdua. Impian yang kau titipkan padaku, menjadi ajimat yang akan mengalahkan semua ketakutan dan rintangan di depan. Ibu..., kuharap kau sedang berada disampingku kala aku menuliskan ini...

Namun bagaimanapun aku masih lebih beruntung dibanding Denias. Ia ditinggal ibunya saat masih SD, sementara aku sudah hampi meraih gelar S2. Kehidupan dan rintangan yang dihadapi Denias juga jauhhhh lebih berat dari yang aku hadapi. Kalo Denias saja mampu menorehkan sejarah, dan memberikan inspirasi. Mengapa aku tidak??? Paling tidak aku bisa memberikan inspirasi bagi orang-orang terdekat...


Yogyakarta, 191106

No comments: