Wednesday, November 08, 2006

Master Ini Untukmu Ibu…

Akhirnya setelah melalui perjuangan yang panjang, melelahkan, dan penuh air mata. Kuliah masterku selesai sudah. Tanggal 6 November, sekitar pukul lima sore, aku telah dinyatakan lulus dari MM UGM.

Apabila aku mengingat kembali rangkaian proses menuju itu, aku hanya dapat mengatakan ini lebih dramatis dari sekedar telenovela. Perjalanan dimulai ketika aku lulus S1, dengan kebimbangan antara kuliah lagi atau mencari kerja???

Saat itu ibuku menginginkan aku bekerja terlebih dahulu. Sementara Bapakku ingin aku segera sekolah lagi. Jauh dalam hati kecilku, aku memang ingin kuliah lagi, tapi dengan beasiswa. Karena aku kasihan bila haruis dibiayai S2 yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Akhirnya setelah terombang-ambing hampir setahun. Akhirnya aku tiba pada satu ujung, aku kuliah lagi di MM UGM dengan beasiswa. Ini menjadi jalan tengah yang paling elegan. Saat itu ibuku sedang sakit parah, ia tak ingin aku kuliah jauh-jauh. Di sisi lain, ini sesuai dengan harapanku dan Bapakku.

Ternyata awal kuliah bukan hal yang mudah. Aku harus menyesuaikan dengan lingkungan baru. Masyarakat yang rigid, konservatif membuat aku merasa frustasi. Ini masih pula ditambah ibuku yang masuk rumah sakit hampir sebulan sekali, sejak April 2005 hingga sekitar bulan Juli 2005. April 2005 adalah awal aku kuliah di MM UGM.

Drama itu berlanjut lagi, ketika beberapa hari menjalang ujian trimester pertama ibuku bukan hanya kambuh, tapi sekarat dalam keadaan koma beberapa hari. Sangat beruntung ibuku sempat siuman, dan nampak sehat, dua hari menjalang ujian dimulai.

Namun itu tak bertahan lama, dua minggu setelah ujian mid trimester pertama, Ibuku akhirnya menemui ajal. Saat itu adalah hari Jumat, 30 September 2005, sekitar pukul 4 sore. Aku lah menjadi satu-satunya orang yang mendampingi di saat-saat terakhir. Ini sebuah pengalaman yang mengharukan, sekaligus mengerikan.

Aku pun tak bisa berlarut dalam kesedihan. Sehari setelah penguburan ibuku di hari Sabtu. Aku harus kembali ke Yogya, karena Senin aku kuliah, dan maju presentasi kelompok. Walaupun dalam masa duka yang masih mendalam, aku harus bangkit dan mempresentasikan makalah kelompok. Dan tak tanggung-tanggung, hari itu ada dua presentasi.

Hari-hari berikutnya menjadi masa yang juga sulit. Ternyata kehilangan seseorang yang sangat disayangi menguras banyak tenagaku. Aku sempat merasa kehilangan semangat. Hingga seseorang mengingatkanku, bahwa aku masih mempunyai tanggung jawab akan adikku dan bapakku. Inilah yang membuat aku mampu untuk bangkit kembali.

Tantangan kembali datang, ketika idealismeku untuk membuat penelitian tesis yang bagus terhadang oleh biaya dan waktu. Akhirnya aku harus banting stir, mengambil tema yang lebih mudah, dan sekaligus menggunakan metodologi kuantitatif.

FYI, aku paling takut dengan analisis kuantitatif. Karena sudah menjadi rahasia umum di manapun anak HI, paling males dengan itungan, apalagi statistik. Boleh dikatakan, aku buta sama sekali dengan statistik.

Namun demi mengejar tenggat waktu kontrak beasiswa MM UGM, dan juga mengingat orang tuaku sangat berharap aku segera lulus. Aku terima ini sebagai tantangan, dan aku mulai belajar lagi dari nol. Akhirnya tantangan ini bisa aku atasi juga.

Drama ternyata masih berlanjut, saat ditelpon bagian akademik untuk ujian sidang. Aku bukan merasa senang tapi cemas luarrr biasa. Karena aku akan diuji oleh seorang profesor di bidang marketing yang sangat disegani di UGM, bahkan di Indonesia. Beberapa gosip mengatakan, beliau pernah tidak meluluskan tiga orang sekaligus mahasiswa yang diujinya pada saat yang bersamaan.

Di tengah kegalauan itu, hantaman lain ternyata siap menghadang. Aku pulang beberapa hari sebelum sidang untuk menenangkan diri sebelum ujian tesis. Namun yang kudapatkan sebaliknya. Minggu siang tanggal 5 November 2006, tepat pukul 1 siang. Bapakku membawa berita beliau akan menikah tanggal 19 November. What???? Secepat itu, dan tanpa berdiskusi dengan kami anak-anaknya terlebih dahulu???

Setelah itu aku segera pulang ke Yogya dengan sangat linglung. Di jalan, aku memohon agar pernikahan itu ditunda dua bulan saja. Biarkan aku menjadi lebih tenang menghadapi ujian neraka itu,. Namun ternyata itu pun juga tak bisa. Maka aku harus mengghadapi ujian tesis dengan perasaan yang luarrr biasa galau.

Untung adikku, mengingatkanku. Kata-kata terakhir yang diucapkan ibuku menjelang ajal adalah S2, berkali-kali. Yayaya akhirnya aku mencoba berkonsentrasi, dan belajar malam itu. Aku berusaha tidur tidak terlalu malam. Di pagi hari, aku menjadi orang yang berbeda. Aku lupakan semua kemarahan, dan kepedihan yang lalu.

Dan akhirnya kini, aku telah berdiri tegak menjadi seorang master. Ibu kupersembahkan semuanya untukmu. You are my inspiration for all of my life. Semua tragedi ini, aku anggap sebagai tantangan. Aku selalu yakin aku akan bertahan dengan masalah apapun. Aku harus bisa, dan harus…

Ternyata memang benar, segala macam problema yang pernah aku lewati membuat aku semakin tangguh. Masa recovery-ku atas sebuah kesedihan dan depresi menjadi semakin singkat. Bila dulu mungkin bisa berbulan-bulan, maka kini aku bisa menyembuhkannya dalam jangkauan tak lebih dari semalaman. Aku akan terus memperbaiki diri, apapun masalahnya aku akan tampil dengan penuh semangat secepat mungkin. Nothing in this world can stop me...


Yogyakarta, 081106

No comments: