Monday, March 05, 2007

"Ronggeng Dukuh Paruk", dan Perjalanan Keindonesiaan....


Semalam aku baru saja menyelesaikan membaca "Ronggeng Dukuh Paruk", yang ditulis oleh Ahmad Tohari. Saking penasarannya dengan buku itu, aku paksakan lembur untuk menyelesaikan membacanya hingga jam 10.30 malam.

Setelah membacanya, hmmm rasanya aku benar-benar terlarut secara emosional dengan novel ini. Rasanya aku pengin protes pada Sang Pengarang hehehe, karena akhir ceritanya yang begitu tragissss.

Srintil adalah tokoh utama dalam novel ini. Dia menjadi ronggeng di umur sebelas tahun. Dan dalam perjalan hidupnya sebagai ronggeng itulah, cerita ini mengalir. Srintil yang ternyata seperti halnya wanita pada umumnya, hanya menginginkan kehidupan rumah tangga, dan mengabdikan hidupnya pada suami, dan keluarga.

Novel ini memang luarrr biasa. Gak salah novel ini, dinobatkan sebagai master piece Ahmad Tohari. Aku sudah membaca beberapa buku Ahmad Tohari lainnya, seperti Belantik, tapi tak ada yang semenakjubkan novel ini. Ceritanya selalu tentang orang-orang desa yag sederhana, tapi penuh dengan permenungan yang mendalam.

Dalam novel ini, Ahmad Tohari mengangkat sisi feminisme dengan bahasa yang halus dan tenang, tanpa letupan dahsyat. Ahmad Tohari juga mengangkat orang-orang tak bersalah yang menjadi korban guncangan politik G30S/PKI. Detil emosional Sang Tokoh, digambarkan dengan jelas, sehingga kita mau tak mau akan terlarut di dalamnya. Tentang Dunia Ronggeng, dan Dukuh Paruk dengan kemelaratannya.

Sangat banyak karya sastrawan yang mengangkat tragedi G30S/PKI, tapi cara Ahmad Tohari mengangkatnya sangat mempesona. Dan aku merasa paling suka dengan sudut pandang ini, karena bahasanya sederhana, tapi menyentuh emosi yang terdalam, dan hati nurani sebagai manusia.

Tak salah bila buku ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, dan menjadi bacaan wajib bagi perkuliahan sastra Asia di beberapa universitas di luar negeri. Karena di dalamnya memang sangat kaya dengan sistem nilai yang sangat Indonesia. Biasalah, tentang keselarasan dan keseimbangan. Tentang kepasrahan menerima garis nasib yang telah ditentukan Yang Maha Kuasa.


Jakarta, 050307
Waktu sudah semakin malam, dan aku merasa harus menyempatkan menulis...

No comments: