Wednesday, October 26, 2005

Demi Mencari Jawaban

Beberapa tahun lalu, saat itu masih kelas satu SMU. Diadakanlah tes psikologi dan hasilnya mengatakan kalo aku termasuk siswa berbakat bersama beberapa teman yang lain. Ehmmm, saat itu gak ngerti apa artinya, lalu apa pula implikasinya?

Saat kuliah, aku ingat sekali, ada artikel di koran yang membahas topik itu. Maka semakin penasaranlah aku untuk mencari tahu apa arti berbakat, atau dalam bahasa inggris disebut “gifted”. Selama beberapa tahu terakhir ini, aku telah mengumpulkan puluhan artikel tentang tema ini.

Aku begitu penasarannya, untuk hanya sekedar tahu, benarkah aku berbakat? Jujur terkadang aku sangsi dengan diri sendiri. Soalnya berbakat banyak yang mengartikan punya IQ di atas normal, padahal hasil tes IQ-ku, yang aku tahu norma-normal aja he... he...

Maka selama beberapa tahun ini pulalah, aku terus bergelut mencari informasi di internet. Hingga saking gilanya, beberapa hari yang lalu aku baru saja menamatkan sebuah desertasi dari AS setebal 320 halaman.

Namun tetap saja, pergulatan “Am I gifted?” masih terus mengiang-ngiang di benakku. Aku tak yakin kelebihan orang berbakat ada pada diriku. Tapi yang jelas beberapa dampak negatifnya sangat bisa dirasakan. Kadang aku terjerumus depresi, karena gak bisa mencapai yang aku mau. Kata orang aku menetapkan standar yang sangat tinggi. Benarkah, padahal kalo menurut aku sih itu wajar???

Kadang pula, aku merasa terasing, karena orang tak juga mengerti cara pandangku. Terus merasa waktu 24 jam rasanya tak pula cukup, karena begitu banyak yang ingin dilakukan. Ya... dulu saat aku tak mengerti banyak soal berbakat aku merasa sangat kewalahan.

Saat ini, semenjak aku tahu tentang konsep gifted, walau aku tak percaya seratus persen aku berbakat. Paling tidak aku lebih bisa mengendalikan diri, tidak mudah terlarut dalam stres, berusaha sedikit menurunkan standar. Dan menyadari di balik semua ini, pasti ada hikmahnya.

Karena sungguh menjadi berbeda sangat tidak mengenakkan. Begitu banyak tuntutan dari lingkungan, begitu banyak tekanan. Banyak sekali harapan dari orang lain, sementara tuntutan atas diri sendiri pun udah begitu tingginya. Beberapa teman yang menurutku berbakat, kulihat menjadi sering resah, stres berat, dan frustasi. Karena mereka tak menyadari kalo mereka memang berbeda. Dan belum menyadari perbedaan itu menciptakan jarak, yang kadang perlu jembatan untuk menghubungkannya.

Finally, walau aku tak yakin dengan keberbakatanku. Paling tidak aku berusaha berdamai dengan diri sendiri. Dengan keyakinan semu itu, aku memanfaatkannya untuk memacu diri lebih keras lagi. Soalnya, menurut literatur orang berbakat adalah orang yang pintar, hebat, dengan berbagai variasinya mulai dari seni hingga akademik, yang terkenal termasuk di dalamnya Einstein, Edison, Davinci, dan masih banyak lagi lah. Ehmmm kayaknya gak gue banget gitu lohhhh.

Yogyakarta, 251005

No comments: