Tuesday, October 04, 2005

Ketabahan Wanita Jawa

Sekitar hampir dua minggu lalu, saat mengantri ambil obat di apotek sebuah rumah sakit. Dari pada bosan, aku mencuri dengar perbincangan seru para pengantri lainnya, biasalah untuk membunuh kejenuhan.

Beberapa orang Ibu begitu asyik bercerita, meski belum saling kenal sebelumnya. Yang beginian kayaknya hanya bakal ditemukan di Indonesia he... he.... Yang menarik adalah cerita seorang Ibu setengah baya.

Ia sedang mengantri obat untuk suaminya. Dari hasil nguping, tahulah aku suaminya selama belasan tahun telah penyakitan dan tak bisa bekerja. Dan tahukah apa penyakitnya??? Dia terkena penyakit kelamin, yang menyebabkannya tak bisa melakukan apapun selain bengong di rumah. Jadi bisa dibayangkan apa yang dilakukan Sang Suami???

Penderitaan itu ternyata tak berhenti sampai di sana. Saat sehat, suaminya yang tukang ojek, sama sekali tak pernah membawa pulang duit sepeser pun. Namun saat ini dikala ia sakit, maka istrinya yang membiayai kebutuhannya.

Sayang Sang Suami ternyata tak sadar diri. Ia justru mengekang istrinya gak boleh pergi kemanapun. Bawaannya selalu curiga. Pergi agak lama langsung dicemburui. Hanya itu penderitaannya??? Masih ada lagi Sang Wanita tinggal dengan ibu mertua yang bersikap sinis, dan saudara ipar yang siap menendangnya dari rumah itu kapan saja.

Lalu sambil termangu, aku pikir betapa sabar atau bodohnya wanita itu??? Kalo dia ceraikan suaminya maka selesai semua masalah kan??? Toh dia mempunyai peghasilan yang bisa menghidupi diri dan anak-anaknya. Walau begitu reaksi dari para perempuan lain yang diajak ngobrol pun sama. “Yah yang sabar, kan Tuhan sudah memberikan karma buat suamimu. Dan kamu diberikan mencari rezeki”.

Satu hal yang bisa ditarik dari cerita ini adalah, orang Jawa memang sangat tabah dan tidak cengeng menghadapi kesulitan apapun. Dalam keadaan tersulit sekalipun maka tetap bertahan. Naluri ini memang luar biasa, dan aku angkat topi untuk itu.

Namun perlu diingat, ini juga pertanda buruk. Kenapa??? Karena menunjukkan orang Jawa hanyalah reaktif, dan nalurinya bertahan. Mereka selalu terima dengan keadaan, tak ingin pusing-pusing mencari jalan lainnya.

Padahal mungkin saja ada jalan lain yang lebih baik. Tapi itu terlupakan, karena tak ada naluri progresif dalam aliran darahnya. Lalu aku sedikit termenung apakah kita akan selalu reaktif, dan bereaksi kalo sudah terlanjur???

Aku jelas tidak!!!! Gimana dengan Anda???


Yogyakarta, 290905

No comments: