Saturday, October 22, 2005

Yann Martel Membantai Popper

Anda jangan membayangkan ini pertarungan gladiator yang saling membunuh. Menu kita kali ini tentang pertarungan ide. Dalam “Life of Pi” bagi anda yang peka, tentu tahu Yann mengkritik positivisme.

Upss... sebelum melangkah lebih jauh. Mungkin perlu disamakan persepsi, sapa itu Popper? Lalu binatang apakah positivisme? Karl Popper adalah ahli filsafat ilmu yang sangat dipuja penganut positivisme. Teorinya yang terkenal adalah falsifikasi dan verifikasi. Teorinya dijadikan dasar pembeda bagi kaum positivisme untuk membedakan antara ilmu dan, yang bukan ilmu. Ilmu harus memenuhi satu di antara dua syarat itu agar dapat diterima akal, dan bersifat ilmiah. Karena ilmu katanya, harus bisa digeneralisasi. Bahasa gampangnya satu obat, untuk semua penyakit dengan gejala yang sama.

Apa dong artinya falsifikasi dan verfikasi???? Mulai pusing nehhh, tenang aja liat aja penjelasannya lewat contoh, pasti lebih ngerti. Contoh yang sering digunakan adalah angsa. Untuk menguji hipotesis, semua angsa itu putih. Maka dapat dilakukan dengan verifikasi, dengan meneliti satu-persatu semua angsa, dan membuktikannya semua putih. Atau menggunakan falsifikasi, dengan cara pembuktian terbalik, apakah ada angsa berwarna selain putih? Bila tidak ditemukan maka dianggap hipotesis itu benar. Begitu ceritanya, teori yang disumbangkan Popper.

Lalu apa itu positivisme? Positivisme menuntut semua hal yang dikategorikan sebagai ilmu, harus bersifat empiris atau nyata dan dapat dilakukan generalisasi sesuai dengan metode pembuktian ilmiah yang berkiblat pada metode Popper di atas.

Ckkkk, ckkk kayaknya bahasan ini lumayan berat ya? Ah gak juga tuhhh, sebenarnya gampang ajah kok Cuma kadang ilmuwan bahasanya terlalu neko-neko, jadi tambah bikin pusinggg.

Lalu gimana Yann menghabisi Popper? Dalam novelnya “Life of Pi”, terjadi perdebatan sengit antara Pi dan dua orag Jepang. Keduanya tak percaya bila ada spesies ganggang beracun yang hidup di tengah lautan pasifik, dan dihuni oleh meerkat. Spesies ganggang itu tak pernah diketahui, sementara meerkat selama ini hanya dikenal hidup di padang pasir.

Dalam novelnya, Yann Martel menolak asumsi rasionalitas yang hanya mempercayai apa yang masuk di akal, dan apa yang telah mempunyai bukti empiris. Ia mengkritik kepongahan ilmuwan, dan ilmu pengetahuan.

Lalu apa asumsi yang mendassari argumen para penentang Popperian, termasuk di dalamnya Yann Martel??? Asumsinya cukup sederhana, kemampuan manusia sangat terbatas, daya jelajahnya pun belum mengelilingi seisi dunia. Apakah benar-benar yakin, di tengah hutan Amazon yang terpencil tak akan ada angsa selain putih?

Aku yakin banget, Yann Martel pernah membaca referensi soal Karl Popper, mengapa? Karena contoh yang digunakan tentang angsa dan hutan amazon yang ada dalam novelnya adalah contoh yang digunakan dalam perdebatan antara Popper dan para penentangnya.

Yang membedakannya adalah, bila perdebatan tentang filsafat ilmu itu dibungkus dengan sebuah cerita, maka semuanya serasa lebih mudah dicerna. Itulah kelebihan karya sastra, ia begitu lincah untuk masuk ke berbagai arena pengetahuan, dan menyampaikan dengan bahasa yang bersahaja.

Andai saja, membaca buku teks semudah memahami sastra. Mungkin orang tak malas membaca buku teks. Selain itu, gaya penulisann buku teks kering, tanpa sentuhan emosional. Karena memang ilmuwan bukanlah sastrawan kan??? Mungkinkah suatu saat nanti lahir seorang ilmuwan sekaligus sastrawan? Semoga saja.....

Yogyakarta, 221005

No comments: