Thursday, June 08, 2006

Kompas Hari Ini

Di Kompas hari ini, ada sebuah artikel yang menarik. Dan kebetulan cara pikir penulis tersebut, sama persis dengan apa yang aku pikirkan. Artikel itu mengkritik soal gempa bumi di Yogya yang merupakan teguran alam, karena masyarakat Yogya, yang di dalam artikel tersebut disebut Mataram, telah kehilangan jati dirinya.

Kedua, tulisan itu juga menyinggung hancurnya Ambarukmo Plaza dan Saphir Square yang merupakan simbol modernisasi Yogya. Kedua bangunan ini dianggap telah mengkhianati identitas masyarakat Yogya.

Mengenai yang pertama, jelas sangat kentara. Orang mulai merasa malu berpikir tentang kearifan lokal yang dianggapnya hanya takayul. Beberapa dosenku di kampus juga mengatakan hal serupa. Masyarakat kita memang telah keblinger dengan modernisasi.

Merasa telah kuliah di luar negeri, lalu berpikir kearifan nenek moyang itu tak benar. Semuanya terlalu menggilai empirisme, dan keilmiahan. Yayaya, mungkin aku saja yang kurang intelek...

Ya ndak papa dibilang nggak intelek. Tapi ternyata memang benar adanya ramalan para leluhur, akan datang zaman kalabendu. Di mana bangsa ini kocar-kacir dirundung bencana. Sekali lagi ini mengingatkan bahwa tak semuanya harus rasional dan empiris....

Lalu kehancuran Ambarukmo Plaza dan Saphir Square seperti mengingatkan kembali masyarakat Yogya, untuk kembali ke identitasnya semula. Tentang impian orang akan masyarakat yang sederhana, dan tanpa hura-hura.

Ini sekaligus mengingatkan pada tulisanku yang lalu “Histeria ala Yogya”. Ya..., ternyata histeria itu tak bisa berlanjut... Padahal dua hari sebelum gempa aku masih menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa histerianya para muda-mudi Yogya begitu antusias untuk mengantri di depan bioskop Ambarukmo Plaza, meski baru akan dibuka sejam lagi.

Sekarang histeria itu hanyalah kenangan. Mereka yang ingin menikmati film ya harus cukup puas dengan menyewa DVD bajakan di tempat persewaan yang berjajar sepanjang jalan.

Terkadang..., sesuatu itu sepertinya terjadi begitu kebetulan... tapi aku kok bukan golongan yang percaya bahwa semuanya serba kebetulan. Semua peristiwa itu mempunyai sebab dan kaitan dengan masa lalu. Suatu momen tak akan bisa berdiri sendiri, dia berkait dengan masa lalu, dan dia adalah embrio yang akan menggambarkan masa depan.

Semoga saja, gempa yang terjadi bukan hanya mampu membuat kita meratapi tentang betapa banyaknya kerusakan, dan begitu banyaknya korban. Tapi juga merenungi banyak hal lainnya, terutama tentang kearifan lokal yang selama ini sering disepelekan.

Ingatlah leluhur kita bukanlah orang bodoh. Mereka mungkin tidak mengenyam pendidikan yang tinggi, dan bergelar kesarjanaan. Tapi mereka mempunyai pengetahuan dan pandangan yang tak kalah dengan generasi sekarang.

Sekali lagi perlu dicamkan keilmuan hanyalah satu bagian dari cara memperoleh pengetahuan. Ada banyak cara lainnya, yang terkadang kita terlalu angkuh untuk mengakuinya. Dan merasa diri kitalah yang paling benar, dan paling hebat.....


Yogyakarta, 070606

No comments: