Wednesday, January 31, 2007

Setelah Manyura, Kini Kitab Omong Kosong


Beberapa hari terakhir aku lai baca "Kitab Omong Kosong", karya Seno Gumira Ajidarma. Walaupun belum selesai, ceritanya sangat menarik. Maklum sekarang dengan waktu yang dihabiskan untuk bekerja, menghabiskan satu buku bisa menghabiskan waktu beberapa minggu hehehe. Jadi sebelum aku lupa isinya, mending bikin resensinya sekarang.

Buku ini mengangkat cerita, tentang kelanjutan cerita setelah epos Ramayana. Ternyata kemenangan Rama atas Dasamuka, tidak berarti dunia menjadi lebih baik. Rama yang baik hati dan dipuja rakyatnya, tercebur dalam kebimbangan mempertahankan kekuasaan atau memaknai cintanya pada Shinta.

Dan akhirnya Rama memilih mempertahankan kekuasaannya, dan Shinta dibiarkannya mengembara jauh ke dalam hutan belantara. Shinta merasa tidak nyaman dengan berbagai gunjingan yang menyebar di tengah warga kerajaan. Sepeninggal Shinta, Rama melampiaskan kegalauan hatinya dengan melakukan ekspansi tanpa ampun ke berbagai wilayah. Ini baru sebagian, karena cerita masih berlanjut panjang, dan aku belum selese baca hehehe.

Rama yang dikenal sebagai raja yang ramah, dan berpihak pada kepentingan rakyat, berubah menjadi raja penakluk yang bengis yang menyebabkan kesengsaraan beruntun. Cerita ini agak mirip dengan "Manyura" karya Yanusa Nugroho. Namun Yanusa mengangkat epos Mahabarata.

Manyura juga mengangkat kegagalan Pandawa untuk tetap menjadi pengayom rakyat setelah berhasil mengalahkan Kurawa di Padang Kurusetra. Ini membuat aku sedikit tergelitik, mengapa banyak karya-karya sastra terbaru yang "merusak" keagungan karya-karya sastra kuno, yang selama ini menjadi bahan ajar budi pekerti.

Lalu aku mengaitkannya dengan proses reformasi yang berjalan terseok-seok selama hampir satu dekade. Karena para penulis belajar, dan membaca keadaan ternyata setelah kejahatan ditaklukkan, kejahatan dan kesengsaraan rakyat tidak mengalami perubahan. Yang ada hanyalah lari dari satu kesengsaraan ke pelukan kesengsaraan yang lain.

Pesan yang paling kuat dari kedua novel ini adalah, pekerjaan belum selesai ketika kita bisa menaklukkan seorang penguasa yang diktator. Perjuangan masih sangat panjang, Sang penguasa baru akan melakukan hal yang sama, apabila tidak ada kontrol dari masyarakat.

Perlu dicatat, kedua novel ini terbit setelah Reformasi 1998.

Jakarta, 310107

No comments: