Friday, March 28, 2008

Belajar Bijak di Tengah Matrealisme Bersama Ibu Murni


Sudah lama memang aku tidak menulis proyek "My Guru of My Life". Ada beberapa alasan memang, tapi ya sudahlah yang penting sekarang aku kembali lagi dengan topik ini. Kali ini aku akan menulis tentang Ibu Murni. Aku baru sekali ketemu dengan beliau, tapi menurutku beliau memberikan pengaruh luar biasa, dan banyak sekali pelajaran.

Beliau adalah pengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk. Apa yang mengagumkan dari beliau adalah kecintaannya pada alam, dan idealismenya untuk memberikan kontribusi bagi negeri ini.

Bayangkan dia mulai mengembangkan hutan mangrove ini sejak 1998, dan lahan yang dikelola seluas 99,82 Ha. Dan ternyata niat mulianya itu pun, tidak selalu mendapatkan tanggapan positif. Hutan Mangrove-nya beberapa kali dibakar orang tak dikenal. Mangrove yang baru ditanam dengan susah payah pun, sering kali sengaja dimatikan dengan menggunting akarnya.

Namun ia pantang menyerah, setiap kali dibakar dan gundul. Ia bangkit dan menanam lagi. Niatannya sangat mulia, ingin menyelamatkan Jakarta yang hampir tenggelam. Dan hebatnya dia sama sekali tak tertarik dengan para pemodal besar yang berusaha memberikan modal besar. Alasannya sangat kuat, para pemodal besar itu pasti ada udang di balik bakwan. Alasan kedua, takutnya beliau menjadi lupa daratan bila bergelimang uang. Dan lunturlah semua semangat idealismenya yang dibangun selama ini.

Lalu darimana ia mendapatkan dana untuk pengelolaan taman wisata ini? Ia menggunakan uang pribadinya ditambah dengan menjual kaos seharga Rp. 50,000 untuk mereka yang mau ikut melakukan penanaman bakau di wilayahnya. Sebenarnya dia pun masih nombok dengan uang tersebut.

Karena untuk setiap kali penanaman, dia harus membeli bambu untuk membuat bronjong penahan bakau, membayar orang untuk membuat bronjong, membayar orang untuk menimbun lumpur di atas bronjong sebelum siap ditanami. Dan setelahnya membayar orang, untuk memelihara bakau tersebut setelah ditanam.

Kalau dari kacamata bisnis, jelas sekali ini proyek merugi. Namun beliau melakukannya atas nama cinta pada lingkungan. Ia merasa puas bila melihat anak-anak kecil, dan generasi muda mencintai lingkungan. Ia akan merasa sangat senang, apabila orang-orang memakai kaos Taman Wisata Mangrove Angke Kapuk kemana-mana, sehingga semakin banyak orang yang mengetahui eksistensinya.

Yayaya, sesederhana itu, dan semulia itu. Aku jadi malu, diumurnya yang 68 tahun, beliau masih bersemangat berkontribusi. Pertanyaannya, apakah yang telah aku kontribusikan????


Jakarta, 280308
Menanti Weekend yang Dihiasi Mendung...

2 comments:

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Retty Hakim (a.k.a. Maria Margaretta Vivijanti) said...

he...he...he...tulisan ini juga kontribusi kan?! Sebenarnya kalau bisa menulis di citizen journalism website tentang kegunaan bakau yang tampangnya jelek tapi banyak gunanya akan lebih berguna lagi. Bakau itu juga punya fungsi ekonomi sebenarnya, tapi bagaimana agar tidak terekploitasi berebihan sehingga bisa seimbang dengan fungsi lingkungan hidupnya.

Omong-omong buku favorit kita banyak yang mirip...