Monday, March 10, 2008

Menarik Konsumen Baru ke Bioskop

Masih seputar film Ayat Ayat Cinta, ada sesuatu yang menarik tentang film ini, selain hujan kritik pada tulisan sebelumnya. Film ini tampaknya sangat sukses untuk membawa konsumen baru yang sebelumnya jarang-jarang, untuk memperhalus kata tidak pernah ke bioskop.

Karena saat kemarin nonton, aku terhenyak dengan kerumunan penonton yang sangat berbeda dari penonton bioskop yang biasa. Bila seringnya kita melihat para ABG funky, ato eksekutif muda, dan keluarga kelas menengah atas. Kemarin aku melihat kelompok lain, yaitu keluarga kelas menengah bawah, dan kata seorang teman apa yang disebut Ibu-ibu pengajian.

Ternyata hal ini dirasakan juga oleh yang lain. Dua orang teman juga memberikan pendapat yang serupa. Jadi disini, aku melihat kehebatan Sang Produser untuk menggaet konsumen baru, merelakan uangnya nonton bioskop. Mereka-mereka yang biasanya cukup puas, duduk manis di depan tv menyaksikan sinetron, atau membeli film bajakan.

Lalu apa yang membuat mereka berbondong??? Aku dapat informasi dari blog rumput teki, film ini menjadi begitu meledak karena ada berita tentang janji Hanung pada ibunya untuk membuat film religius, back up dari Muhammadiyah, molornya jadwal tayang, hingga bocornya film di internet.

Coba kita kupas satu per satu fenomena ini. Janji pada Ibu, sepertinya barang jualan yang gak akan pudar membuat konsumen kita terenyuh. Masih ingatkah dengan Tiara Lestari??? Tiara Lestari sempat membuat kehebohan, karena berani tampil bugil di Majalah Play Boy Spanyol, dan beberapa negara lainnya. Namun publik segera memaafkan Tiara, setelah dia mengaku tobat, karena memenuhi harapan Sang Ibu.

Kedua back up dari Muhammadiyah, tidak perlu diragukan lagi akan membuat kaum Muhammadiyah akan berbondong menuju bioskop. Apalagi film ini memang menampilkan citra Islam yang toleran, dan bersahabat, ditengah stigma yang menganggap Islam itu bergaris keras, dan tidak toleran pada perbedaan.

Pertanyaan menariknya mengapa Muhammadiyah, bukan NU??? Yayaya, NU memang lebih besar dibandingkan Muhammadiyah, tapi jelas Muhammadiyah lebih mudah didekati karena sepaham. Muhammadiyah dikenal sebagai golongan Islam yang lebih moderat.

Ketiga, molornya jadwal tayang, mungkin saja sebuah kesengajaan. Tujuannya agar membuat orang semakin penasaran. Dan juga untuk menghindari persaingan langsung dengan film dengan tema serupa di awal Februari. Ingat Februari adalah bulannya Valentine, sehingga produser berlomba membuat film cinta romantis yang menguras air mata.

Maka sangat menarik kegiatan promosi yang dilakukan. Dibandingkan memasang papan reklame besar-besar di tempat strategis, mereka menggunakan kegiatan PR yang murah dan berefek luas. Untuk eksekusi di lapangan, pada saat hari pertama pemutaran film, Ayat-Ayat Cinta menempatkan orang tertentu untuk melakukan gaya teatrikal dengan membawa papan betuliskan "Ayat Ayat Cinta Mulai Hari Ini". Hmm strategi yang jitu.

Kemudian bocornya film di internet??? Jangan-jangan ini memang kesengajaan??? Karena mungkinkah kita mendownload film secara penuh, dengan koneksi internet Indonesia yang payah??? Bukankah ini justru sangat menguntungkan Ayat Ayat Cinta karena orang semakin penasaran???

Yayaya, walaupun filmnya menurut aku tidak bagus, tetapi ternyata banyak juga yang memuji, dan memuja film ini. Sebagai sebuah film yang sangat menyentuh, seperti halnya seorang pembaca yang memprotes tulisanku sebelumnya. Ini wajar, karena mungkin aku memang bukan konsumen yang ditarget dari film ini. Lalu kenapa aku nonton??? Hehehehe. Jawabannya simpulkan sendiri...

Jakarta, 110308
Pagi yang Cerah...

2 comments:

uazeen said...

"Pertanyaan menariknya mengapa Muhammadiyah, bukan NU??? Yayaya, NU memang lebih besar dibandingkan Muhammadiyah, tapi jelas Muhammadiyah lebih mudah didekati karena sepaham. Muhammadiyah dikenal sebagai golongan Islam yang lebih moderat"

komentar ah, menarik sekali ungkapan ini, ada beberapa penemuan menarik, justru akar toleransi dan komunikasi Islam dan kearifan lokal, budaya lokal dan bahkan penerimaan akan budaya baru lahir dari kaum tradisionalis (baca:NU), dan juga hemat gw moderasi Islam lahir dari kaum tradisionalis, dan sebaliknya ajaran what so called pemurnian Islam lahir dari gerakan Muhammadiyah dan NU lahir sebagai jawaban atas kekhwatiran hilangnya nilai lokal dalam islam, dan kaum tradisionalis inilah yang disebut Gus Dur "silent majority", mayoritas yang (masih) diam, yang perlu terus disuarakan. Dan hemat gw, dalam moderasi Islam untuk saat ini dalam kaum muda NU atau Muhammadiyah hampir tidak ada perbedaan yang mencolok lagi.

tuhu said...

Hmmm gitu yah, tapi selama ini persepsi yang terbangun NU itu lebih puritan, tradisionalis, dan lebih rigid. Jangan-jangan itu pendapat gw ajah hehehe