Monday, March 10, 2008

Sinema Kita Lupa Logika


Akhirnya Sabtu kemarin terpuaskanlah rasa penasaran untuk menonton film Ayat-Ayat Cinta. Namun sayangnya, dibanding ikut terlarut dalam kesedihan dan haru seperti yang lain, aku justru banyak berpikir tentang beberapa detil logika dalam film ini yang terabaikan.

Pertama, film ini mengangkat latar belakang di Mesir. Namun anehnya, mengapa hanya sebagian diaog saja yang menggunakan Bahasa Arab??? Bayangkan gerombolan polisi Mesir yang menangkap Fahri Sang Tokoh Utama, berdialog dalam Bahasa Indonesia. Dan banyak lagi kejanggalan dalam penggunaan bahasa, yang bercampur antara Bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab.

Kedua, soal brand placement, atau penempatan iklan suatu merek dalam film. Aku mencatat ada setidaknya 3 merek yang mensponsori. Untuk laptop Apple, memang sangat pas karena penempatannya sangat sesuai, dan sejalan dengan cerita. Namun dua produk lainnya, penempatan merek terlihat sangat dipaksakan.

Penempatan iklan Polo Shirt yang digunakan oleh seorang mahasiswa kos dengan kehidupan pas-pasan yang kuliah di Al Azhar Mesir, apakah itu masuk akal??? Kaos Polo Shirt ini tentunya tidak mendukung dengan suasana flat mereka yang terkesan kumuh, sempit, dan dijubeli oleh 4 orang sekaligus.

Penempatan berikutnya adalah Nu Green Tea, hmmm ini lebih parah lagi. Bayangkan ada adaegan minum Nu Green Tea di tengah siang yang terik, so what??? Apakah ini mendukung cerita, toh bila ini dihapuskan tidak akan berpengaruh apapun pada jalan cerita. Semoga ke depan sineas kita bisa lebih cerdas dalam brand placement.

Ketiga, latar belakang tempat pengambilan gambar kok tidak memberikan kesan yang kuat adegan diambil di Mesir. Arsitektur rumah, kemudian kampus, dan bangunan lainnya lebih mengesankan pengambilan gambarnya di India.

Keempat, apabila benar mengambil latar belakang Mesir, mengapa aku tidak melihat wajah-wajah ras Arab di sana??? Agak sedikit mengherankan sih sebenarnya.

Detil tentang logika dalam film seringkali diabaikan, atau mungkin terlupakan oleh para sineas kita. Mungkin karena budget yang terbatas, atau alasan lain??? Misalnya kultur kita. Orang Indonesia kan memang bukan penganut paham logika. Ada banyak hal yang sering kali tidak didasarkan pada logika. Coba baca karya sastra Indonesia, banyak yang mencampurkan dunia dongeng dan realitas...

Apalagi kalo melihat film-film kita, yang lebih banyak tentang mistik, agak memuakkan tapi memang tema itu yang ternyata sangat laku dijual. Jangan-jangan aku saja yang aneh, nonton film Indonesia kok mikir logika??? Yang penting kan menghanyutkan dan membuat berderai air mata....

Tapi disamping beberapa detil yang terlewat, akting para pemainnya bisa dianggap bagus, terutama Fedi Nuril sebagai tokoh utama. Kayaknya dapet aja penjiwaannya sebagai seorang terpelajar yang alim, dan rendah hati.

Semoga ke depan film Indonesia bukan hanya laris, tapi juga lebih bagus secara kualitas...


Jakarta, 100308
Memompa Semangat Baru...

8 comments:

andri said...

syutingnya memang di India kok mas, jadi wajar kalo mirip seperti India :-)
anyway, memang brand placementnya rada "maksa". Saya denger ada film baru yang sedang digarap yang juga memanfaatkan brand placement gitu, kita tunggu aja hasilnya

tuhu said...

Hmmm semoga kali ini insan kreatipnya lebih cerdas, sehingga tidak terlihat maksa....

vie said...

wiii enggak gitu deh
aku salud bin thumb up!!
for hanung....

pemainnya mah biasa standart poll. wait U nontonnya di gedung kan????

walau emberrr isi film rada di rubah dari novel aslinya? (hayoo dah baca belum). tapi semua titik emosinya berhasil terangkat atuhh

saludnya saya di film ini. kebanggaan menjadi muslim dan keagungan membatasi diri dalam lingkar agama, terekspose agung tanpa lan sangat halus tanpa bau sombong dan menghina pihak yang berbeda.

esensinya di situ bossss

so lebih banyak nonton, lebih banyak baca.....kayaknya kudu mudu deh

ok
no hard filling ok???
luv
vie@yogyes

mei said...

Yah namanya juga sinetron hu.. Engga perlu pake logika, yang penting bisa membuat emosional. Lagian, tanpa memperhatikan detil2 yang lu sebutin aja udah laku keras hehehe

tuhu said...

@Evikusuma, ouww di Yogyes ya??? Salam kenal, saya dulu juga banyak berhubungan dengan Yogyes.
Menjawab komen Mbak Evi, saya kan nggak bilang kalo film ini gagal mengaduk emosi, film ini jelas sangat jago soal itu, sampe Ibu-ibu di bangku sebelah saya menangis tersedu. Mungkin saya juga akan terhanyut, seandainya saya tidak geram dengan banyak hal janggal dalam filmnya.
Untuk novelnya memang saya belum pernah baca, dan mungkin akan lebih kecewa kalo sudah baca novelnya. Untuk saran lebih banyak nonton dan baca, mungkin perlu saya catat baik-baik. Mungkin karena bacaan saya selama ini terlalu kompleks, jadi terlalu banyak mempermasalahkan hal kecil dan detil.

tuhu said...

@Mbak Meisia, yuppp betulll selamat datang di budaya pop. Kehebatan mengerti keinginan target customer itu hal yang fundamental. Dan mungkin gw gak masuk karena emang bukan target yang dituju hehehe

Anonymous said...

buat mbak evikusuma, saya nggak bangga jadi orang muslim abz nonton nie film...lebai banget...mbok ya bikin film tuh yang mencerdaskan bangsa donk...saya nggak liat esensi yang mbak sebutin...
tapi saya suka bukunya...

bisnis bocah said...

Mas ,filmnya bagus kok ,tapi koq ada iklan di dalamnya yah,, minum new green tea , Maju terus perfilman Indonesia