Monday, March 31, 2008

Blog Korporat Berkiblat Pada Blitz

Dalam sebuah seminar dimana Pak Nukman (yang kebetulan juga Bos Virtual) sebagai pembicara, ada seorang peserta yang bertanya. "Ada gak sih blog korporat di Indonesia yang bukan perusahaan konsultan?" Karena saat itu yang ditampilkan mempunyai blog korporat adalah Virtual Consulting dan Maverick.

Sebenarnya ada juga perusahaan di luar konsultan yang punya blog. Salah satunya Blitz Megaplex. Blitz Megaplex mengambil tema yang sangat spesifik yaitu film, ya tentu saja toh bisnisnya memang disana.

Saat di awal-awal berdirinya Blitz, saya sangat suka membaca blognya Blitz. Namun sayang belakangan memang agak kurang greget. Mungkin saja orang dibalik blog Blitz sudah berganti, jadi temanya jadi kurang menggigit.

Di awal, blognya banyak mengangkat tema tentang , semangat untuk menggairahkan perfilman Indonesia, perjuangan mereka menghadapi raksasa 21 yang telah bercokol lebih dari 15 tahun, dan tema-tema lainnya yang sangat menarik untuk diikuti.

Dan ternyata kampanye pemasaran Blitz tergolong sukses. Orang-orang tersihir dengan blognya. Epik pertarungan antar David dan Goliath tampaknya membuat banyak konsumen bersimpati. Walaupun banyak juga yang mengkritik kalo kursinya keras, tapi harga tiketnya lebih mahal dibandingkan pesaing.

Terbukti Blitz mampu menguasai pasar. Laporan dari majalah Swa terbaru menyebutkan pada Mei 2007, Blitz Bandung menguasai 46,38% pangsa pasar, dan Blitz Grand Indoensia menguasai 57,87%.

Paramater lainnya, Jaringan 21 saat ini menurunkan harga tiketnya di beberapa bioskopnya. Misalnya di Senayan City, harganya diturunkan hanya Rp. 15,000 di hari weekdays. Padahal Senayan City, masuk dalam kelas XXI. Penyebabnya bisa ditebak karena Blitz hadir di Pacific Place yang tidak jauh dari Senayan City.

Mungkin benar bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan keberhasilan pemasaran Blitz Megaplex. Namun kehadiran blognya yang interaktif, tidak dapat dipandang sebelah mata dalam hal ini. Karena dari bloglah mereka mendapatkan banyak masukan, terutama tentang bangkunya yang keras.

Namun tidak seperti halnya perusahaan lain yang ketakutan dengan komentar negatif di blog. Blitz Megaplex justru membiarkan masukan-masukan itu muncul di kolom komentar. Dan anehnya ternyata banyak juga lho yang membela. Mereka berpendapat, standar kursi bioskop di luar negeri itu ya seperti di Blitz. Disinilah edukasi antarkonsumen berjalan.

Jadi kenapa mesti takut dengan isu negatif??? Era internet adalah era dimana Anda tidak bisa lagi mengendalikan informasi. Kalaupun mereka tidak berkomentar di blog Anda, mereka bisa berbicara dimana-mana. Forum, mailing list, atau blog pribadi. Lebih baik mereka bercerita di blog Anda, dibandingkan mereka teriak di tempat lain yang Anda tak tahu. Atau malah diam saja, tapi pindah ke kompetitor.

Jakarta, 310108
Pantang Menyerah Ditengah Koneksi Kembang Kempis

Menciptakan Word of Mouth Produk Anda...


Kemarin aku baru saja selesai membaca buku Word of Mouth Marketing yang ditulis oleh Andy Sernovitz. Buku ini membahas tentang bagaimana sebuah produk menggunakan word of mouth atau efek getok tular dalam kampanye pemasarannya.

Menurut Sernovitz, ada lima T yang harus diperhatikan saat melakukan kampanye ini. Kelima hal tersebut adalah, Talker, Topics, Tool, Taking Part, dan Tracking. Talker adalah orang-orang yang akan menjadi perantara membicarakan produk Anda. Talker bisa jadi pelanggan Anda, para pehobi, atau profesional yang mempunyai pengetahuan yang cukup luas tentang bidangnya.

Tapi jangan lupakan juga orang-orang yang baru pertama kali menggunakan produk Anda. Karena terkadang mereka bisa jadi menjadi pengiklan yang paling baik, karena mereka baru pertama kali terpesona dengan produk Anda.

Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah Topic. Anda harus memikirkan dengan serius, topik apa yang bisa bicarakan tentang produk Anda. Topik ini seharusnya sesuatu yang sederhana, dan memang berasal dari produk itu sendiri. Dalam WOM Marketing, kejujuran merupakan hal yang sangat mutlak, kalau tidak maka kredibilitas produk Anda akan dipertanyakan.

Ketiga, adalah tentang Tools. Tools berbicara tentang segala perlengkapan yang seharusnya disiapkan agar memudahkan konsumen melakukan word of mouth. Misalnya, membuat link send-to-friend di setiap halaman website. Link ini harus memungkinkan seseorang mengirimkannya kepada banyak orang. Kedua, membuat pesan yang termuat dalam satu e-mail, dan pastikan e-mail itu tidak akan berubah apabila di forward.

Keempat, Taking Part, menjelaskan bagaimana seharusnya Anda terlibat dalam proses ini. Buku ini sebenarnya lebih banyak mengambil konteks di internet, karena memang kehadiran internet membuat efek WOM lebih cepat dan luas.

Sernovitz menyarankan agar setiap perusahaan memiliki blog korporat. Dan tidak harus ditulis oleh bagian marketing atau PR, tapi oleh mereka yang punya minat untuk menulis di blog. Perusahaan juga harus melakukan kegiatan rutin setiap hari mengecek apa yang dibicarakan konsumen tentang produk kita.

Apabila ada pemberitaan yang negatif. Maka apa yang harus dilakukan adalah, memberikan respon secepatnya, dan selesaikan masalah. Konsumen yang komplain dan diberikan solusi yang terbaik, akan berubah menjadi konsumen yang menyebarkan informasi positif tentang produk Anda.

Kelima, Tracking. Dengan ini akan memudahkan Anda mengetahui siapa yang menjadi talker produk Anda, topik apa yang menjadi WOM, dan mengetahui apakah Tools yang Anda siapkan bekerja dengan baik.

Satu hal yang menarik dari Tracking yaitu menghitung ROI dari investasi WOM Marketing. Selama ini WOM Marketing tidak pernah diperhitungkan, walaupun menyumbang pendapatan yang cukup besar pada perusahaan. Hal ini disebabkan karena WOM Marketing tidak membutuhkan biaya investasi alias gratis.

Jakarta, 310308
Sebuah Senin di Penghujung Bulan...

Friday, March 28, 2008

Prestasimu Ditentukan Siapa Disampingmu...

Kalo selama ini ada pepatah mengatakan, kesuksesan itu tergantung dengan siapa kita bergaul. Maka kali ini mempersempit lagi mejadi, prestasimu ditentukan siapa di sebelahmu. Ini bukan soal contek mencontek. Karena dalam dunia kerja, mana ada contek mencontek.

Tapi yang jelas di kantor baru, dengan teman samping meja yang baru. Aku merasa lebih enjoy, karena teman sebelahku rajin membantu memberikan masukan, sehingga kerjaanku jadi lebih baik. Padahal aku tidak pernah meminta, dia selalu hadir untuk membantu. Hmmm alangkah indahnya dunia, kalo kita selalu saling membantu, tanpa merasa saling tersaingi.

Karena jujur aja, sangat jarang orang-orang seperti itu. Dunia kerja kata banyak orang, dunia yang sangat kejam. Orang menjadi sangat individualis. Saling sikut-sikutan, dan persaingan yang gak sehat demi mencapai posisi yang lebih tinggi.

Tapi apabila posisi itu diperoleh dengan cara yang mengorbankan orang lain, apakah dia akan menjadi pemimpin yang baik??? Maka aku merasa sangat beruntung bersama orang-orang yang hebat, yang mau saling membantu. Karena aku sendiri percaya, prestasi kita harusnya dicapai bukan dengan mengorbankan orang lain. Tapi berusaha menggapai kesuksesan bersama.

Jakarta, 280308
Hari yang Merayap Sore...

Menu Strategi PR Indonesia


Selama ini aku selalu merindukan buku-buku yang mengambil studi kasus lokal, alias dari Indonesia, yang digarap secara konseptual. Buku semacam ini memang sangat langka di Indonesia. Ketika aku kuliah di MM UGM pun, kebanyakan studi kasus yang diberikan adalah studi kasus dari Amerika Serikat. Padahal belum tentu konteksnya sesuai apabila ingin diterapkan di Indonesia.

Buku "Strategi Public Relations" yang ditulis oleh Silih Agung Wasesa, menjawab sudah kerinduanku tentang kasus-kasus negri sendiri, dengan pendekatan konseptual yang kuat. Pengalamannya yang cukup panjang sebagai praktisi PR, dan kemudian konsultan PR di Intermatrix, membuat dia sangat piawai dalam menjelaskan tentang berbagai kasus PR di Indonesia.

Buku ini sekaligus memperkenalkan padaku, bahwa ternyata PR sendiri mempunyai banyak cabang. Bukan hanya sekedar Marketing PR dan Crisis Management seperti yang aku kenal selama ini. Ternyata ada juga strategi PR untuk menggarap channel distribusi, sales, bahkan juga peran PR dalam diplomasi antarnegara dan kasus hukum.

Maklumlah pengetahuanku di dunia PR memang masih sangat sempit, walaupun aku sempat beberapa bulan bekerja di Maverick. Beberapa kasus yang sangat menarik misalnya, Toyota yang menggunakan strategi PR sebelum peluncuran Avanza dan Kijang Inova. Dan berbagai kasus menarik lainnya.

Buku yang sangat mencerahkan, bagi Anda yang baru pada tahap awal belajar tentang PR. Dan ingin mengetahui referensi studi kasus PR di Indonesia.


Jakarta, 280308
Waktu Makan Siang Sudah Habisss

Belajar Bijak di Tengah Matrealisme Bersama Ibu Murni


Sudah lama memang aku tidak menulis proyek "My Guru of My Life". Ada beberapa alasan memang, tapi ya sudahlah yang penting sekarang aku kembali lagi dengan topik ini. Kali ini aku akan menulis tentang Ibu Murni. Aku baru sekali ketemu dengan beliau, tapi menurutku beliau memberikan pengaruh luar biasa, dan banyak sekali pelajaran.

Beliau adalah pengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk. Apa yang mengagumkan dari beliau adalah kecintaannya pada alam, dan idealismenya untuk memberikan kontribusi bagi negeri ini.

Bayangkan dia mulai mengembangkan hutan mangrove ini sejak 1998, dan lahan yang dikelola seluas 99,82 Ha. Dan ternyata niat mulianya itu pun, tidak selalu mendapatkan tanggapan positif. Hutan Mangrove-nya beberapa kali dibakar orang tak dikenal. Mangrove yang baru ditanam dengan susah payah pun, sering kali sengaja dimatikan dengan menggunting akarnya.

Namun ia pantang menyerah, setiap kali dibakar dan gundul. Ia bangkit dan menanam lagi. Niatannya sangat mulia, ingin menyelamatkan Jakarta yang hampir tenggelam. Dan hebatnya dia sama sekali tak tertarik dengan para pemodal besar yang berusaha memberikan modal besar. Alasannya sangat kuat, para pemodal besar itu pasti ada udang di balik bakwan. Alasan kedua, takutnya beliau menjadi lupa daratan bila bergelimang uang. Dan lunturlah semua semangat idealismenya yang dibangun selama ini.

Lalu darimana ia mendapatkan dana untuk pengelolaan taman wisata ini? Ia menggunakan uang pribadinya ditambah dengan menjual kaos seharga Rp. 50,000 untuk mereka yang mau ikut melakukan penanaman bakau di wilayahnya. Sebenarnya dia pun masih nombok dengan uang tersebut.

Karena untuk setiap kali penanaman, dia harus membeli bambu untuk membuat bronjong penahan bakau, membayar orang untuk membuat bronjong, membayar orang untuk menimbun lumpur di atas bronjong sebelum siap ditanami. Dan setelahnya membayar orang, untuk memelihara bakau tersebut setelah ditanam.

Kalau dari kacamata bisnis, jelas sekali ini proyek merugi. Namun beliau melakukannya atas nama cinta pada lingkungan. Ia merasa puas bila melihat anak-anak kecil, dan generasi muda mencintai lingkungan. Ia akan merasa sangat senang, apabila orang-orang memakai kaos Taman Wisata Mangrove Angke Kapuk kemana-mana, sehingga semakin banyak orang yang mengetahui eksistensinya.

Yayaya, sesederhana itu, dan semulia itu. Aku jadi malu, diumurnya yang 68 tahun, beliau masih bersemangat berkontribusi. Pertanyaannya, apakah yang telah aku kontribusikan????


Jakarta, 280308
Menanti Weekend yang Dihiasi Mendung...

Thursday, March 27, 2008

Consumer Insight dari Internet, Mengapa Tidak?

Internet sebenarnya dunia yang sangat luas. Di mana semua orang bebas bicara, sehingga kadang-kadang apa yang tidak tersampaikan secara langsung akan terlontar di internet. Lihat saja, berbagai fasilitas interaktif, dan sarana berbagi di internet semisal situs pertemanan, forum, blog dll.

Tapi sayangnya selama ini kok tampaknya perusahaan masih adem ayem ajah dengan perkembangan teknologi terbaru ini. Bukankah selama ini, mereka mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk melakukan Focus Group Discussion (FGD), interview, dan berbagai riset lainnya. Bahkan yang terbaru menggunakan teknik etnografi, dimana pemasar terjun mengamati langsung kehidupan konsumennya. Tujuannya padahala sesederhana, apa sih yang diinginkan konsumen? Dan bagaimana perilaku mereka dalam mengkonsumsi?

Lalu mengapa internet tidak dijadikan salah satu sumber referensi untuk customer insight? Padahal ini kan gratis, ada banyak milis dengan minat tertentu, sama halnya juga dengan forum. Bahkan beberapa produsen sengaja memfasilitasi konsumennya dengan forum khusus yang mereka buat.

Namun sayang sungguh di sayang, beberapa perusahaan belum berpikir jauh kesana. Mereka hanya berpikir dengan banyaknya orang ngumpul, mereka bisa ngirim info iklan dan kegiatan perusahaan, seraya mendapatkan database.

Hmmm, kenapa bisa begitu? Ada beberapa kemungkinan. Pertama, mungkin mereka belum berpikir jauh hingga ke sana. Atau yang kedua, mereka merasa ini bukan bagian dari pekerjaan mereka. Ini gak masuk dalam Key Performance Indicator (KPI) mereka. Hmmm kalo ujungnya yang kedua, maka pihak HRD disini harus bekerja keras, gimana jangan sampai terjadi egoisme antardivisi.


Jakarta, 270308
Nulis Saat Makan Siang

Wednesday, March 26, 2008

Blogger yang Independen Sekaligus Subyektif

Sebuah judul yang paradoks? Ya memang benar, tapi itulah kenyataan. Blogger itu independen sekaligus subyektif. Sebelum berdebat lebih lanjut, mari kita buat definisi dulu tentang Independen dan Subyektif. Independen dalam artian mereka lebih bebas untuk menentukan apa yang mau mereka tulis atau tidak. Subyektif berarti mereka bisa menulis sesuka hati, apa yang mereka suka ya ditulis sesuai dengan persepsi pribadinya.

Lalu mengapa bisa begitu??? Seorang blogger, merasa dirinya Independen karena menulis blog bukanlah sebuah pekerjaan (paling tidak hingga saat ini. Ingat BUKAN pekerjaan, jadi mereka tidak punya kewajiban sedikit pun untuk menulis. Tidak punya kewajiban untuk datang pada "blogger conference", karena mereka melakukannya bila mereka suka. Ini seperti yang ditulis oleh Wicaksono di Koran Tempo. Tidak akan ada redaktur yang mengejar-ngejar mereka untuk setor berita.

Di sisi lain, apa yang mereka tulis sangatlah subyektif. Karena ujungnya ya itu tadi, tidak ada redaktur yang akan mengedit. Mereka bisa langsung tulis, dan simsalabim tulisan langsung dipublikasikan untuk umum. Blogger juga tidak punya tuntutan etika yang ketat, bahwa mereka harus membuat berita yang berimbang, dan etika lainnya. Karena kalayak pembaca juga mahfum, bahwa tulisan blog adalah pendapat personal.Dan justru itu yang menjadi daya tariknya, karena tulisannya tidak kering, dan punya ruh.

Aku sering menyebutnya sebagai sebuah tulisan dari teman Anda, walaupun itu subyektif tapi terkadang lebih dipercaya. Jadi para pemasar, berhati-hatilah bila ingin mendekati para blogger untuk komunikasi pemasaran. Mereka bukanlah media tradisional. Jadi pendekatan yang dilakukan harus berbeda.

Jakarta, 260308
Di Tengah Koneksi yang Tersendat...

Wednesday, March 19, 2008

Reality Show on The Net

Blog memang sekarang makin heboh sajah. Bahkan para selebritis pun sekarang turun panggung buat ikutan ngeblog, ada banyak tujuan kenapa mereka menulis blog. Misalnya Maia , Dian Sastro, Wulan Guritno,dan banyak selebritis lainnya.

Blog mereka ternyata langsung mendapat sambutan luarrr biasa, mendadak sontak blognya ramai dikunjungi orang. Ya jelasss, kan mereka memang sudah terkenal. Orang-orang yang selama ini mendambakan mengintip kehidupan di balik selebritis seperti terpuaskan dahaganya.

Di sisi lain, para selebritis bisa menggunakan ini sebagai media untuk lebih mendekatkan dengan para penggemarnya. Mereka bisa membangun citra yang lebih baik pada kalayak luas. Dan bisa digunakan sebagai mesin komunikasi pemasaran.

Maia misalnya, menggunakan blog sebagai arena berdialog dengan publik untuk mengundang simpati dia sebagai korban dari perceraian, yang pada ujungnya meningkatkan penjualan albumnya. Karena konsumen Indonesia itu mudah terlarut dalam emosi.

Dian Sastro yang blognya juga baru seumur jagung, malah lebih heboh lagi. Beberapa selentingan mengatakan bahwa blognya akan dibeli oleh Unilever. Hmmm enaknya jadi selebritis...

Yayaya, selamat datang di reality show on the net. Kalo dulu kita demam reality show di televisi, sekarang saatnya kita mengintip kehidupan seseorang melalui Diary-nya di internet...

Jakarta, 190308
Sore yang Kelam

Mengapa Melirik Blogger???

Banyak pemasar mungkin masih ragu dan apriori untuk mendekati para blogger untuk kampanye pemasaran. Ini sangat tidak mengherankan, karena blogging adalah ranah baru, yang masih asing. Banyak pemasar sangat mengerti, dan terlibat di dalamnya. Tapi jauh lebih banyak mereka yang tergagap, karena blogging adalah sesuatu yang masih sangat asing.

Mungkin disini aku akan berbagi, mengapa para blogger itu penting untuk didekati???
Pertama, blogger punya pengaruh yang sangat besar dikalangan pembaca setianya. Setiap blogger punya penggemar setianya, dan para penggemarnya itu biasanya sangat percaya pada apa yang ditulis oleh para blogger idolanya.

Kedua, tulisan di blog tak akan lekang dimakan waktu, dan juga tak dibatasi oleh geografis. Karena tulisan di blog tidak seperti halnya media konvensional, dimana orang akan membacanya untuk periode tertentu, lalu setelah itu menjadi basi.

Ketiga, tulisan di blog “search friendly”, teknologi digital membuat data yang disimpan sangat kecil, hanya dalam hitungan bit yang sangat ringkas. Dan juga dengan kehadiran mesin pencari, semacam Google, Yahoo dan lain lain, pencarian arsip lama hanya membutuhkan hitungan detik.

Keempat, salah satu tujuan utama konsumen di internet adalah mencari informasi. Terkadang konsumen, mencari informasi sebuah produk di internet, sebelum melakukan pembelian. Apa jadinya bila banyak orang yang mengeluh tentang produk Anda di internet??? Dan tulisan itu muncul di halaman pertama hasil pencarian??? Bagi pemasar itu adalah kiamat, karena konsumen sudah mempunyai persepsi negatif terhadap produk kita.

Jadi apakah Anda akan tetap memandang para blogger hanyalah para penulis narsis, yang tidak penting???


Jakarta, 190308
Kala Internet Sedang Senja Kala…

Thursday, March 13, 2008

"The Long Tail", Saat Konsumen Berlimpah Pilihan


Buku “The Long Tail” yang ditulis oleh Chris Anderson sepertinya layak dicermati oleh para pemasar saat ini. The Long Tail, memberikan kesimpulan menarik yaitu apapun produk yang dijual pasti ada peminatnya, walaupun sangat sedikit.

Ia memberikan contoh penjualan di Amazon, Rapshody, E-bay dan beberapa perusahaan online lainnya. Hasil penelitiannya membuktikan, bahwa tidak ada sau produk pun yang tidak laku. Paling tidak setiap produk laku satu kali dalam sebulan.

Dan temuan yang lebih mengejutkan lagi dari buku ini adalah, perusahaan-perusahaan ini memperoleh laba terbesar justru dari produk-produk yang tidak terlalu laku tersebut. Inilah mengapa disebut sebagai Long Tail atau ekor panjang.

Selama ini pemasar hanya menggenjot produk-produk hit, best seller dan sebagainya, yang disebutnya sebagai produk yang berada di bagian kepala. Karena produk inilah yang sangat cepat perputarannya, dan menghasilkan lebih banyak keuntungan. Namun penjualan di internet justru menghasilkan temuan sebaliknya. Produk yang bukan best seller, membentuk ekor panjang yang memberikan keuntungan yang sangat besar bagi perusahaan.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Ada dua hal yang memungkinkan hal ini. Pertama adalah demokratisasi alat produksi, yaitu suatu keadaan dimana orang bisa memproduksi sesuatu dengan harga yang lebih rendah. Ambil contoh, makin maraknya band-band Indie saat ini karena orarg bisa membuat lagu hanya dengan sebuah komputer di rumah, tanpa perlu ke studio rekaman. Proses kreatif menjadi milik semua orang, di manapun dan kapan pun.

Kedua, internet menyebabkan biaya distribusi dan display menjadi sangat rendah, bahkan hampir di titik nol. Bayangkan ketika era sebelum adanya internet, toko-toko hanya akan menjual produk yang paling laku di pasaran, karena tempat display yang sangat terbatas. Sementara itu begitu banyak produk baru yang muncul, yang tidak akan mampu ditampung oleh display yang ada. Oleh karena itu, toko-toko mengambil kebijakan hanya akan memajang produk yang banyak dicari. Hal ini tentunya tidak berlaku di internet, dimana sebuah produk hanya berarti satu byte data.

Kesimpulannya, menurut Chris Anderson, saat ini adalah era keruntuhan bagi produk-produk hit, best seller atau apapun sebutannya,. Konsumen lebih bebas menentukan produk yang sesuai dengan selera pribadinya, karena semua produk tersedia di internet. Selama ini produk Hit atau Best Seller menjadi pilihan sebagian besar konsumen, karena mereka mempunyai pilihan yang terbatas, karena biaya distribusi dan display yang sangat tinggi.

Ini adalah sebuah era perubahan revolusioner, yang harus diwaspadai oleh setiap pemasar. Semua pemasar harus mengantisipasi perubahan tersebut.

Jakarta, 130308
Selamat Pagi Jakarta...

Wednesday, March 12, 2008

PR di Era Web 2.0

Saat ini aku sedang asyik membaca buku yang membahas tentang PR. Salah satu yang ditekankan dalam buku ini, seorang PR harus menjalin hubungan baik dengan media, misalnya company visit, media luncheon dll. Seorang PR juga harus mempunyai hubungan personal yang baik dengan jurnalis, misalnya dengan mengajak jalan bareng dll. Hal itu memang sering juga aku lakukan saat bekerja di Maverick.

Persoalannya sekarang, bagaimana menjalin hubungan dengan para "jurnalis" di dunia internet, yang sering kita sebut blogger??? Banyak blogger yang sangat eksis di Indonesia saat ini adalah para jurnalis sebagai profesi utama.

Namun apakah sama sikap mereka sebagai jurnalis dan blogger? Ternyata sangat berbeda, sebagai seorang blogger mereka lebih nyantai, dan tidak menjaga jarak. Karena mereka memang tidak sedang mewakili media tertentu. Mereka mewakili diri sendiri. Tidak perlu berpikir tentang independensi dan tetek bengeknya. Wong mereka menulis sesuka hati kok.

Nah permasalahannya bagaimana pendekatan yang mesti dilakukan? Aku kok jadi membayangkan suatu saat nanti para PR punya pekerjaan baru, bukan hanya ngajak jalan-jalan para jurnalis, tapi juga mesti ikut ngumpul di acara kopdar para blogger. Karena para blogger itu kan hobi untuk berkumpul, dengan ikut ngumpul informasi yang ditulis oleh blogger bisa lebih dimoderasi.

Tugas berikutnya yang harus juga dilakukan adalah blogwalking dan ikut kasih komentar. Karena ikatan batin blogger terjalin justru dari ajang ini. Pendekatan yang murah meriah, tapi mungkin agak merepotkan. Apalagi bila Anda terbiasa sebagai PR yang jaim, dan terlalu banyak tatakrama...

Jakarta, 120308
Menanti Meeting Berikutnya...

Monday, March 10, 2008

Menarik Konsumen Baru ke Bioskop

Masih seputar film Ayat Ayat Cinta, ada sesuatu yang menarik tentang film ini, selain hujan kritik pada tulisan sebelumnya. Film ini tampaknya sangat sukses untuk membawa konsumen baru yang sebelumnya jarang-jarang, untuk memperhalus kata tidak pernah ke bioskop.

Karena saat kemarin nonton, aku terhenyak dengan kerumunan penonton yang sangat berbeda dari penonton bioskop yang biasa. Bila seringnya kita melihat para ABG funky, ato eksekutif muda, dan keluarga kelas menengah atas. Kemarin aku melihat kelompok lain, yaitu keluarga kelas menengah bawah, dan kata seorang teman apa yang disebut Ibu-ibu pengajian.

Ternyata hal ini dirasakan juga oleh yang lain. Dua orang teman juga memberikan pendapat yang serupa. Jadi disini, aku melihat kehebatan Sang Produser untuk menggaet konsumen baru, merelakan uangnya nonton bioskop. Mereka-mereka yang biasanya cukup puas, duduk manis di depan tv menyaksikan sinetron, atau membeli film bajakan.

Lalu apa yang membuat mereka berbondong??? Aku dapat informasi dari blog rumput teki, film ini menjadi begitu meledak karena ada berita tentang janji Hanung pada ibunya untuk membuat film religius, back up dari Muhammadiyah, molornya jadwal tayang, hingga bocornya film di internet.

Coba kita kupas satu per satu fenomena ini. Janji pada Ibu, sepertinya barang jualan yang gak akan pudar membuat konsumen kita terenyuh. Masih ingatkah dengan Tiara Lestari??? Tiara Lestari sempat membuat kehebohan, karena berani tampil bugil di Majalah Play Boy Spanyol, dan beberapa negara lainnya. Namun publik segera memaafkan Tiara, setelah dia mengaku tobat, karena memenuhi harapan Sang Ibu.

Kedua back up dari Muhammadiyah, tidak perlu diragukan lagi akan membuat kaum Muhammadiyah akan berbondong menuju bioskop. Apalagi film ini memang menampilkan citra Islam yang toleran, dan bersahabat, ditengah stigma yang menganggap Islam itu bergaris keras, dan tidak toleran pada perbedaan.

Pertanyaan menariknya mengapa Muhammadiyah, bukan NU??? Yayaya, NU memang lebih besar dibandingkan Muhammadiyah, tapi jelas Muhammadiyah lebih mudah didekati karena sepaham. Muhammadiyah dikenal sebagai golongan Islam yang lebih moderat.

Ketiga, molornya jadwal tayang, mungkin saja sebuah kesengajaan. Tujuannya agar membuat orang semakin penasaran. Dan juga untuk menghindari persaingan langsung dengan film dengan tema serupa di awal Februari. Ingat Februari adalah bulannya Valentine, sehingga produser berlomba membuat film cinta romantis yang menguras air mata.

Maka sangat menarik kegiatan promosi yang dilakukan. Dibandingkan memasang papan reklame besar-besar di tempat strategis, mereka menggunakan kegiatan PR yang murah dan berefek luas. Untuk eksekusi di lapangan, pada saat hari pertama pemutaran film, Ayat-Ayat Cinta menempatkan orang tertentu untuk melakukan gaya teatrikal dengan membawa papan betuliskan "Ayat Ayat Cinta Mulai Hari Ini". Hmm strategi yang jitu.

Kemudian bocornya film di internet??? Jangan-jangan ini memang kesengajaan??? Karena mungkinkah kita mendownload film secara penuh, dengan koneksi internet Indonesia yang payah??? Bukankah ini justru sangat menguntungkan Ayat Ayat Cinta karena orang semakin penasaran???

Yayaya, walaupun filmnya menurut aku tidak bagus, tetapi ternyata banyak juga yang memuji, dan memuja film ini. Sebagai sebuah film yang sangat menyentuh, seperti halnya seorang pembaca yang memprotes tulisanku sebelumnya. Ini wajar, karena mungkin aku memang bukan konsumen yang ditarget dari film ini. Lalu kenapa aku nonton??? Hehehehe. Jawabannya simpulkan sendiri...

Jakarta, 110308
Pagi yang Cerah...

Sinema Kita Lupa Logika


Akhirnya Sabtu kemarin terpuaskanlah rasa penasaran untuk menonton film Ayat-Ayat Cinta. Namun sayangnya, dibanding ikut terlarut dalam kesedihan dan haru seperti yang lain, aku justru banyak berpikir tentang beberapa detil logika dalam film ini yang terabaikan.

Pertama, film ini mengangkat latar belakang di Mesir. Namun anehnya, mengapa hanya sebagian diaog saja yang menggunakan Bahasa Arab??? Bayangkan gerombolan polisi Mesir yang menangkap Fahri Sang Tokoh Utama, berdialog dalam Bahasa Indonesia. Dan banyak lagi kejanggalan dalam penggunaan bahasa, yang bercampur antara Bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab.

Kedua, soal brand placement, atau penempatan iklan suatu merek dalam film. Aku mencatat ada setidaknya 3 merek yang mensponsori. Untuk laptop Apple, memang sangat pas karena penempatannya sangat sesuai, dan sejalan dengan cerita. Namun dua produk lainnya, penempatan merek terlihat sangat dipaksakan.

Penempatan iklan Polo Shirt yang digunakan oleh seorang mahasiswa kos dengan kehidupan pas-pasan yang kuliah di Al Azhar Mesir, apakah itu masuk akal??? Kaos Polo Shirt ini tentunya tidak mendukung dengan suasana flat mereka yang terkesan kumuh, sempit, dan dijubeli oleh 4 orang sekaligus.

Penempatan berikutnya adalah Nu Green Tea, hmmm ini lebih parah lagi. Bayangkan ada adaegan minum Nu Green Tea di tengah siang yang terik, so what??? Apakah ini mendukung cerita, toh bila ini dihapuskan tidak akan berpengaruh apapun pada jalan cerita. Semoga ke depan sineas kita bisa lebih cerdas dalam brand placement.

Ketiga, latar belakang tempat pengambilan gambar kok tidak memberikan kesan yang kuat adegan diambil di Mesir. Arsitektur rumah, kemudian kampus, dan bangunan lainnya lebih mengesankan pengambilan gambarnya di India.

Keempat, apabila benar mengambil latar belakang Mesir, mengapa aku tidak melihat wajah-wajah ras Arab di sana??? Agak sedikit mengherankan sih sebenarnya.

Detil tentang logika dalam film seringkali diabaikan, atau mungkin terlupakan oleh para sineas kita. Mungkin karena budget yang terbatas, atau alasan lain??? Misalnya kultur kita. Orang Indonesia kan memang bukan penganut paham logika. Ada banyak hal yang sering kali tidak didasarkan pada logika. Coba baca karya sastra Indonesia, banyak yang mencampurkan dunia dongeng dan realitas...

Apalagi kalo melihat film-film kita, yang lebih banyak tentang mistik, agak memuakkan tapi memang tema itu yang ternyata sangat laku dijual. Jangan-jangan aku saja yang aneh, nonton film Indonesia kok mikir logika??? Yang penting kan menghanyutkan dan membuat berderai air mata....

Tapi disamping beberapa detil yang terlewat, akting para pemainnya bisa dianggap bagus, terutama Fedi Nuril sebagai tokoh utama. Kayaknya dapet aja penjiwaannya sebagai seorang terpelajar yang alim, dan rendah hati.

Semoga ke depan film Indonesia bukan hanya laris, tapi juga lebih bagus secara kualitas...


Jakarta, 100308
Memompa Semangat Baru...

Wednesday, March 05, 2008

Bermutu atau Laku???

Yayaya, sekarang lagi banyak yang meributkan soal film Ayat-Ayat Cinta. Aku tentunya tidak bisa komen soal filmnya, karena belum sempat nonton. Penyebabnya sudah jelas, karena histeria orang untuk menonton yang luarrr biasa, sehingga aku gak kebagian.

Tapi beberapa orang berkomentar film ni gak bagus-bagus amat. Tapi kok laku ya??? Ini sebenernya adalh pertarungan klasik, antara populer dan bermutu. Selalu dikaitkan bahwa yang populer itu kebanyakan berselera rendah, dan begitu-begitu saja.

Kalo menurutku, itu tergantung bagaimana kita melihatnya. Karena dalam pemasaran memang tidak semua orang membutuhkan yang terbaik, dan bermutu kok. Orang membeli sesuai kebutuhan.

Ada segmen yang memang menyukai barang dengan mutu terbaik, tapi biasanya itu memang sangat terbatas. Lihat musik-musik klasik, jazz peminatnya sangat terbatas, dibandingkan musik Pop. Di sisi lain lihat juga produk bermerek yang sangat berkualitas peminatnya juga sangat sedikit, karena gak semua orang mampu membeli.

Dan beragamnya jenis konsumen inilah yang dilirik oleh pemasar. Jadi ya ndak perlu pusing, dan bertanya-tanya lagih. Kenapa itu yang ndak mutu kok ya banyak penggemarnya???

Jakarta, 050308
Ujan Benerrrrr

Tuesday, March 04, 2008

Berjalan ke Depan Sambil Menengok ke Belakang

Yayaya, perjalanan waktu tak terasa telah melampaui dua bulan di tahun 2008. Tahun ini semoga menjadi tahun di mana aku bisa membuat sebuah sejarah baru dalam kehidupanku.

Tahun ini adalah saatnya untuk belajar, dan juga memberikan kontribusi yang lebih baik bagi perusahaan, dan juga tentunya bagi lingkungan sekitar. Aku jadi teringat dengan perkataan seorang teman, di tahun 2007. Dia bilang ibarat kupu-kupu, aku ini masih sebuah kepompong.

Dan 2008 adalah saatnya aku akan menjadi seekor kupu-kupu sejati. Yayaya, aku merasa tahun ini aku mengalami perkembangan yang lebih pesat dibanding tahun sebelumnya, meski tahun ini baru berjalan beberapa bulan.

Ya tahun ini memang masih panjang, semoga aku tetap konsisten untuk tetap berkembang, dan berkembang menjadi kupu-kupu terbaik di dunia. Yang bukan hanya indah untuk dikagumi, tapi memberikan kontribusi dan bermanfaat bagi orang-orang sekitar.

Jakarta, 040308
Sebuah Pagi...